Rena bersama Ian serta Rayn, berjalan masuk menyusuri tanah yang dipenuhi rumput ilalang. Jalan yang pernah mereka lewati dulu benar-benar sudah tertutup oleh tumbuhan. Mereka jadi harus bersusah payah untuk masuk.
Di ujung jalan. Rena menemukan sebuah pintu dari besi. Rena segera membuka pintu besi itu dengan kuat. Karena beberapa bagian pintu sepertinya macet akibat karatan.
Rena mendorong pintu besi itu dengan kuat. Setelah terbuka. Rena masuk. Ian menyusul masuk sambil mendorong kursi roda Rayn.
Mulai dari lorong pintu, semuanya gelap. Rena dan Ian harus berjalan dengan hati-hati agar tidak menabrak atau terjatuh.
Lalu di ujung sana. Mereka bisa melihat sebuah cahaya putih.
Setelah yakin bahwa itu adalah tujuan utama mereka. Mereka segera bergegas pergi ke sana.
Langkah pertama yang Rena injakkan di sini setelah bertahun-tahun lamanya. Tempat awal ia membuka mata dan bertemu Ian serta Rayn. Tempat dimana ia bertemu dengan anak-anak lain selain dirinya.
Namun, sama seperti hari itu. Hanya dia, Ian dan Rayn saja yang berhasil melarikan diri di hari pengebomam pulau bencana. Dan tepat seperti yang Rena lihat saat ini, laboratorium benar-benar kacau balau.
Pecahan kaca dimana-mana. Alat-alat berantakan. Namun yang lebih mengenaskan dari hal itu. Adalah anak-anak yang masih terkurung di balik ruang kaca selama lima tahun tanpa makan atau pun minum.
Rena melangkahkan kakinya untuk masuk lebih jauh. Ian mengikuti sambil melihat kesana kemari. Sedikit bergetar tubuh kecil itu ketika harus kembali ke tempat dimana dirinya menderita akibat percobaan.
Rena melihat satu-persatu ke arah ruang kaca. Ada yang tertimpa runtuhan, ada yang terbakar, bahkan ada yang mati dengan meminum racun. Jangan lupakan yang mati dengan bentuk utuh karena tidak makan selama lima tahun.
Selama lima tahun, mereka menderita dan terkurung. Sedangkan Rena hanya bisa kabur sambil membawa Ian dan Rayn untuk jauh dari tempat ini.
Rena berhenti ketika sampai di ruang kaca paling ujung. Ruang kaca yang dulunya selalu diisi air itu. Kini sudah pecah dengan air yang sudah surut entah kemana. Dari yang Rena tahu, isi dari ruang kaca itu adalah percobaan paling penting.
"Rena, apa yang harus kita lakukan?" Ian menarik baju Rena dengan kaku. Rena menatap sekilas anak-anak lain yang mati. Lalu menatap Ian yang tampak bingung sekaligus takut.
"Ian, kamu mau ikut aku atau tidak?" tanya Rena lagi. Tentu saja Ian mengangguk. "Aku akan selalu mengikuti kakak kemana pun kakak pergi."
Rena menarik napas dalam. "Bagaimana jika aku justru mengajakmu pergi ke tempat yang jauh?"
"Aku akan ikut, kemana pun!" Mata Ian terlihat berkaca-kaca. "Jadi kumohon, jangan tinggalkan aku."
Grep!
"Maafkan aku, Ian." Rena memeluk Ian dengan erat. Ian yang bingung hanya bisa balas memeluk. Ian tidak peduli kemana pun Rena akan membawanya pergi. Menurut Ian, ia akan tetap merasa lebih baik bersama Rena.
Mau Rena pergi menemui tuhan pun. Ian pasti akan mengikutinya.
Rena melepas Ian. Lalu mata gadis itu melirik ke arah obat-obatan antibiotik. Salah satunya adalah Klorin Triflorida. Bahan kimia berbahaya itu berada di tempat yang dapat dijangkau oleh Rena.
.
.
.
Gempa tahu tak aman jika ia langsung masuk melalui pintu depan. Jadi Gempa memilih untuk mencari pintu lain di belakang rumah yang bisa saja memudahkan dirinya untuk masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
『 Little Sister And Seven Brother 2 』BoBoiBoy ✔
Fanfiction【 Completed 】 『 BoBoiBoy x Reader as Little Sister 』 ⊱ ────── {.⋅ ♫ ⋅.} ───── ⊰ ➢ Sequel lanjutan Little Sister and Seven Brothers Kisah sebagai adik ketujuh kembar tidak sampai di sana. Kini, mereka harus mencari keberadaan Taufan, Ice dan Solar ya...