"Jennifer, tunggu!!". Teriak Kevin yang mencoba mencegah Jennifer untuk meninggalkan rumahnya. Jika Scarlett saja tak mampu mencegah dirinya, mungkin setidaknya Kevin bisa melakukannya.
Jennifer masih terdiam, tak mau memalingkan wajahnya kepada pengkhianat seperti Kevin, dia tega mengkhianati hubungan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, entah apa yang ada di pikiran Kevin.
"Jennifer lihat aku, aku masih cinta sama kamu, aku janji suatu hari pasti aku akan kembali ke cinta sejati aku, yaitu kamu, kamu percaya kan? Tidak mungkin aku menghancurkan apa yang telah kita bangun selama bertahun-tahun".
"Dan aku akan percaya begitu setelah menyaksikan hal besar itu?" Tanya Jennifer dengan wajah yang penuh amarah.
Dalam hidup dia tak pernah berpikir akan berakhir seperti ini, seolah dunia tak mau dia hidup dan ada disini. Semuanya hilang begitu saja. Sakit rasanya, Jennifer pun tak pernah berpikir akan meninggalkan tempat dimana dia di besarkan dan di rawat oleh Trivia dan James.
"Jennifer, ini bukan seperti yang kamu pikirkan, kamu percaya sama aku, aku pasti akan kembali".
"Sudahi omong kosongmu, bukankah kamu yang mengatakan untuk menerima takdir ini? Terima saja Kevin, biarkan aku pergi".
Kadang-kadang mencintai tak harus mencintai kenangan dan orangnya, namun mencintai rasa sakit setelahnya.
Setidaknya hati ini tak mati. Pikir ini tak berhenti, mata ini tak buta, jantung masih berdetak meski tak secepat ketika jatuh cinta.
Dan hidung yang sering mencium aroma tubuhmu ini masih menghirup udara yang segar.
Aku sanggup setidaknya untuk mencintai rasa sakit bukan karena aku atau cinta
Tapi, karena kita seutuhnya
Bila hati ini tak memilih saling jatuh cinta. Mungkin tak akan ada luka.Jika kau pergi, jagalah dirimu, hatimu, jiwamu. Peluklah aku untuk yang terakhir kali sebelum hati ini berpindah mencintai rasa yang lain.
Aku akan merindukanmu, ini tak akan mudah
Kau pun begitu. Cium lah aku, setidaknya bibir manis itu ku rasa masih ada untuk yang terakhir.
Aku akan menghilang jauh darimuTerima kasih telah menjadi bagian dari kisah ini.
Kevin memeluk Jennifer, mengelus tangannya kemudian menciumnya, dia berdiri setelah menyampaikan pesan terakhirnya, beranjak pergi dari tempat dan orang yang bukan miliknya lagi.
Jennifer tak mengerti apakah dia harus menangis atau marah sedangkan dia mengetahui bahwa keduanya tak akan memberikan dia kebahagiaan.
"Andai jika kau terluka, berlarilah, temukan aku, aku akan ada selalu untuk memelukmu, aku tak akan marah, karena aku mengalah dengan pilihanmu, tapi kau memang pengkhianat".
Ucapnya pada Kevin, mengingat hal itu, dia menangis dan tertawa setelahnya, mengingat dia dan Kevin tertawa melepaskan hiruk pikuk beban mereka, lega rasanya, namun sakit.
Rasa itu benar-benar melukai hatinya, sekarang bukan itu masalahnya, dimana dia harus tinggal? Jennifer terus berjalan tanpa arah, meninggalkan mantan tempat mewahnya, kini dia lapar, seandainya ini tak terjadi dia pasti sudah mencicipi masakan Scarlett.
Berbaring di tempat tidur yang kini kosong tanpa foto siapapun, Jennifer masih tak mengerti apakah dia anak kandung Renaldy atau hanya anak angkat?
Dia masuk ke restoran cepat saji dan memesan makanan fried chicken dan nasi, mungkin sekarang ini kartu kredit dan ATM nya sudah tidak berguna. James sudah pasti akan memblokir semua kartunya, karena itu Jennifer mencari makanan yang cocok dengan uang cash nya.
Benar dugaannya, semua kartu itu tak berguna, Jennifer ingin kembali ke Oxford, setidaknya dia bisa bekerja dan menghidupi dirinya sendiri, namun dia tak punya cukup uang untuk kembali ke Oxford.
"Mbak, pakai kartu ini".
Suara itu, terdengar tak asing, Jennifer sempat menoleh, namun dia tak begitu mengenal siapa lelaki yang menggunakan kaca mata hitam dan tampak seperti bule namun bisa berbahasa Indonesia, mungkin dia salah dengar, batinnya berkata demikian.
Untuk sementara waktu, Jennifer akan tinggal di rumah Claudia, karena Claudia sendiri sekarang sedang di rumah sendirian, karena itu Jennifer berniat menemani Claudia dan sekaligus tinggal disana sementara waktu sampai menemukan tempat tinggal dan pekerjaan.
"Come on, kamu ni kyak tinggal di rumah siapa aja, boleh kok tinggal disini sampai kamu dapat pekerjaan dan kapanpun, aku gak ngerti sama keluargamu____". Ucap Claudia.
"Sudahlah, apa gunanya di bahas lagi, memang sudah begini takdirku, aku pasrah saja. "
Jennifer tak ingin berbicara panjang lebar, dia hanya menyingkatnya saja menjadi beberapa kata, dia benar-benar kesakitan kali ini, hatinya telah begitu rapuh. Dia sama sekali tak percaya kepada siapapun lagi.
"Jadi, rencananya kamu mau mau kerja apa jen?" Tanya Claudia.
"Sekarang ini aku mau balik ke Oxford, tapi aku harus bekerja dulu untuk mendapatkan uang tambahan".
"I'm gonna miss you, tapi, kenapa harus Oxford?" Tanya Claudia.
"Karena di Oxford aku tak mendengar kabar pernikahan Kevin dan Scarlett, jauh dari keluarga pengkhianat yang menyebalkan. Salah aku terlalu menyayangi Scarlett, dia juga sama saja seperti Kevin". Kata Jennifer yang perlahan meneteskan air matanya, dia benar-benar kesal, tak ada siapapun lagi di dunia ini yang baik padanya.
Terdengar suara teriakan dari luar ruangan, setelah di lihat orang tua Claudia baru pulang dari mesir.
Jennifer mencoba mendekat, namun mereka tak mengerti apa alasan Jennifer mau menginap di rumah mereka.
"Jennifer, bukan maksud om mengusir kamu, tapi kamu tau sendiri kan Claudia itu____om khawatir jika hal seperti tahun lalu terjadi lagi". Ucap Novan pada Jennifer.
Apa yang terjadi pada Claudia? Orang tuanya pernah memergokinya berhubungan seksual dengan wanitanya bernama, Gladys. Karena itu sejak itu Novan dan Anita tak mengizinkan siapapun menginap di rumah mereka.
Jennifer tak mau menyakinkan mereka, dia sendiri memahami sahabatnya, meskipun dia tau bahwa Claudia tak pernah bisa merubah sifat Jennifer.
Tapi, itulah pilihan, seberapa kuat Claudia meyakinkan kepada kedua orang tuanya bahwa tak akan terjadi apa-apa, mereka tetap tak percaya.
"Jenn, kamu yakin, sekarang kamu mau tinggal dimana?" Tanya Claudia khawatir.
"Nanti aku telpon kamu yah, udah gak usah khawatir, mau tinggal di gubuk sekalipun, misal aku sudah mati, tak ada yang peduli, di". Jawab Jennifer pasrah.
Setelah membereskan barangnya yang hanya seperempat dari semua barang yang ada di rumahnya, Jennifer pamitan kepada Novan dan Anita.
Jennifer akan menyewa sebuah rumah yang tak mewah, paling tidak dia bisa tidur di dalamnya, sampailah dia pada suatu tempat yang cukup terjangkau namun fasilitas cukup bagus dan memadai, entah siapa pemiliknya, pasti orang baik.
Jennifer melihat laki-laki berotot itu lagi yang menggunakan kaca mata hitam, dia melirik laki-laki itu dengan tajam sampai tak sadar bahwa kini laki-laki itu sedang menyapa dirinya.
"Jennifer??? What a coincidence?"
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Despair Fate
RomanceJennifer tak mempunyai pilihan selain menikahi Sean Green, Ceo muda 27 tahun, tampan berbadan kekar, berkarakter dingin tak seperti pria umumnya yang selalu dia bayangkan. Dia kehilangan segalanya, harta, kekayaan, nama keluarga bahkan orang tuanya...