Jennifer
Sean perlahan-lahan mengangkatku dari tempat duduk itu, dia sangat berhati-hati agar tak membuatku jatuh, dia melahap bibir ini, sangat liar sekali, memeluknya saja rasanya membuat badan ini bergetar tak karuan, masih aku di gendongannya, dia menatap mataku dengan penuh gairah, dia membuat aku merasa basah seperti terkena air di pantai oleh bibirnya yang mulai mensapu halus pasir putih di bawah sana, dia mengangkat salah satu kakiku dan meletakkannya di atas pundaknya, pelan-pelan sekali membuka penutup tipis berwarna merah, warna favoritnya.
Seolah mencari sesuatu di dalamnya, Sean membolak balikkan underwear itu sampai akhirnya dia melepaskannya, membuka sebuah pintu untuk memasuki dunia kesenangan yang berlangsung selama beberapa menit namun katanya menambah rasa cinta, karena kita sedang berbuat cinta. Tanpa penghalang, Sean menjejaki di setiap titik yang tepat, tulang dudukku saja tak mampu berhenti karena terserang oleh lidahnya yang panjang.
Dia semakin melebarkan lipatan kaki yang seakan ingin menutup karena sensasi itu, Sean jelas tak mau ada penghalang, "I Love you, do you love me?" bahkan suaranya saja terdengar seperti badai yang menusuk syaraf dari telinga ke hati, tak mau berbohong, "why not? why can't I love you? exactly, I love you" ucapku sambil mengerang kegirangan melihatnya perlahan melepaskan celana pendek birunya.
Ukuran Sean cukup ideal, melihatnya saja membuat tak tahan, karena itu aku turun dari meja, mengunci pintu, mendorongnya dan dia duduk di sofa, seolah pelayan cinta dan nafsunya, mulut ini serasa ingin mengunyah batang yang terlihat menyejukkan untuk beberapa bagian di bawah sana, jelas Sean tak tahan dengan mulutku, gigiku saja tampak agak panjang, dia merasa seperti di gigit, di gigit oleh buaian kenikmatan yang membuat dia mengeluarkan spray yang cukup putih dan kental.
Tak mau hanya bermain dengan mulut dan bibir sexy, dia segera menggendong aku, meletakkan aku duduk di atasnya, ke atas dan ke bawah sampai dia mengeluarkan sebuah benih yang subur, aku melepaskan penat dengan senang hati, kami tertidur sampai pagi, sungguh malam yang indah, wajah dan ciumannya begitu memabukkan hati, tulangnya yang standar dan ganas menusukku ke dalam dengan sangat hati-hati, Sean memberikan lebih dari yang aku minta, sepertinya tadi malam sudah cukup memuaskan kita berdua.
*******
Malam pertama yang cukup indah di rumah baru bagi Jennifer, tentu karena Sean adalah suaminya, Jennifer tak mendapatkan hal demikian dari Kevin yang sama sekali tak legal untuknya. Jennifer terbangun di hari yang baru di samping suaminya, mereka saling bertatapan, tentu saja kali ini dengan perasaan yang berbeda, ada cinta yang terselip diantara mereka kini.
"Good morning, wifey" ucap Sean mengelus pipi Jennifer yang masih tertidur dengan lelap, Jennifer terbangun oleh buaian tangan Sean yang lembut. Tak ingin Sean beranjak dengan cepat, Jennifer memegang pergelangan tangannya dengan sangat kuat. Sean pun mendekat karena ditarik oleh istrinya, dia mencium kening Jennifer, "Good morning, hubby" Suara Jennifer terdengar begitu lembut, bulu telinga Sean seakan menyampaikan sesuatu ke area tubuhnya yang lain.
"Kau memang membuatku terpana, Jennifer" Sean tanpa ampun membuang selimut itu, membuka lingerie Jennifer dan menyusu seperti bayi yang sedang kelaparan, sedangkan Jennifer meranggah ke bawah mencari batang miliknya, sepertinya dia sudah sangat lapar sehingga ingin mencicipinya lagi, kali ini Sean dengan senang hati meletakkan dirinya tepat di hadapan Jennifer dengan batang yang berdiri tegak yang siap untuk di cicipi Jennifer.
Tak paham waktu dan jam berapa, tak peduli mereka pun sarapan bersama di ranjang dengan penuh kenikmatan, baik Jennifer dan Sean merasa puas dengan apa yang mereka cicipi sekali lagi, hal itu cukup memabukkan mereka sampai tak sadar bahwa pintunya sedang diketuk oleh pembantu mereka, ingin sekali melanjutkan sarapan pagi yang cukup bergizi dengan kekentalan yang cukup membuahkan sesuatu, namun sesuatu harus segera di tangani kini.
Jennifer mendapatkan telpon dari ibunya untuk datang ke rumah Renaldy kali ini, undangan itu jelas ada sebabnya, masalahnya Jennifer tak diberi clue saat Trivia menelpon, karena tak mau menolak, Jennifer pun segera sarapan roti bakar dan telur bersama Sean di taman dan menikmati secangkir kopi arabika dengan Sean.
"Aku akan ke kantor hari ini, kamu nanti nyusul aja" Ucap Sean yang dianggukan oleh Jennifer sebagai tanda setuju. Jennifer segera bersiap mengenakan dress berwarna coklat dan meninggalkan kamarnya, sebelum pergi dia memesan kepada pembantunya bahwa dia akan memasak makan malam untuk Sean, pembantunya hanya menurut.
Pergi ke rumah orangtuanya bukanlah salah satu hal yang Jennifer ingin lakukan saat ini, namun apa boleh buat, Trivia dan James sangat memanjakan dirinya dulu, tanpa sadar bahwa kasih sayang mereka pun masih membekas di hati Jennifer. Setelah sampai, Jennifer membuka pintu rumah itu tanpa permisi dan sudah disambut oleh kedua orangtuanya yang tampaknya ingin mengamuk dirinya.
plakkkkk!!!! sebuah tamparan mendarat di pipinya dengan sangat sempurna, kelima jari James memerah membekas di pipi Jennifer yang sedang dia tutupi kini karena merasa kesakitan. James dengan begitu amarah dan emosi untuk alasan yang Jennifer belum mengerti.
"Scarlett dia itu kakak kamu, kamu sudah gila? kenapa kamu mengusir dia dari tempat itu? memang benar kalau selama ini kamu cuma butuh harta, semua kasih sayang kami, kasih sayang kakak kamu rasanya sia-sia, memang benar jika Kevin tak berjodoh dengan kamu, karena kamu ini hanya mengincar hartanya saja," James menyela sebentar mengambil nafas sebelum mengomel.
"Mulai hari ini papa akan hapus kamu dari daftar pewaris, kamu tidak akan mendapatkan apa-apa karena sikap kamu yang keterlaluan, Papa sama Mama sudah cukup memanjakan kamu, seharusnya kamu mengerti situasi Scarlett sedang dalam masa sulit, bukan mengasihi dan menjaga kamu malah memperlakukan dia seperti itu." James menambahkan, dia berpaling dan diikuti oleh Trivia. Jennifer hanya terdiam, dia hanya menangis merasakan tamparan ayahnya yang sama sekali belum pernah berteriak dan menyakitinya.
"Jennifer!!!" Terdengar suara tak begitu asing memanggil namanya, Jennifer menoleh dan melihat Kevin di belakangnya. "Jennifer, kamu percaya sama aku, ini semua adalah permainan" Ucap Kevin terburu-buru, dia nampak ketakutan namun Jennifer tak percaya dengan sandiwaranya lagi.
"Dan kamu, pergi kamu dari sini, paham!!! jangan pernah dekati aku lagi" Ucap Jennifer kemudian berlalu meninggalkan rumah itu, Kevin sempat melihat seseorang di atas, kini dia tak akan berani mendekat kepada Jennifer, bukan karena Jennifer menyuruhnya, tapi dia yang terlalu takut menghadapi seseorang itu.
Jennifer yang frustasi pun tak pergi kantor, dia hanya izin kepada suaminya untuk cuti sebentar, sejenak memikirkan perubahan sikap orangtuanya yang tiba-tiba berubah membuat Jennifer semakin penasaran di tambah sikap Kevin yang mengatakan bahwa semua itu adalah permainan, entah permainan apa?
Tak mau berlarut dalam kesedihan, Jennifer memasak steik untuk suaminya dan beberapa menu lain untuk dia makan, hari sudah mulai larut, Sean datang dan mencium aroma yang mewangi itu, dia mencium leher istriya dan makan makan steik dan wine bersama dalam satu meja, setidaknya Jennifer merasa terhibur dengan kehadiran Sean meskipun dia masih terpikir dengan apa yang ayahnya baru saja lakukan.
"Kamu kenapa?" Tanya Sean yang sedang menuangkan red wine ke gelasnya.
"Papa menghapus aku dari daftar pewaris" Ucap Jennifer sedih, Sean hanya terkekeh mendengar pengakuan istrinya itu yang membuat Jennifer menyipitkan matanya, "Kok ketawa?" tanya Jennifer sinis.
"Apa dampaknya? kamu dihapus atau tidak asal kamu tidak dihapus dari hatiku, aku akan memberikan apa yangk kamu mau" Ucap Sean, dia menarik tangan jennifer dan menciumnnya.
"Liburan lagi, ke maldives mungkin, suntuk di rumah" keluh Jennifer, Sean hanya mengangguk, dia segera menelpon asistennya untuk memesan tiket, hotel dan segala macam persiapan untuk liburan.
to be continued.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Despair Fate
RomanceJennifer tak mempunyai pilihan selain menikahi Sean Green, Ceo muda 27 tahun, tampan berbadan kekar, berkarakter dingin tak seperti pria umumnya yang selalu dia bayangkan. Dia kehilangan segalanya, harta, kekayaan, nama keluarga bahkan orang tuanya...