Part 9

212 25 2
                                    

Scarlett terlihat begitu lemah, bahkan dia tak sadarkan diri kini, Jennifer merasa iba kepada kakak perempuannya yang sudah menghancurkan hidupnya, bahkan Sean terlihat lebih khawatir dengan Scarlett, wanita yang baru dia temui di pernikahan kemaren, tak mungkin jika Sean tak punya rasa pada Scarlett, caranya menatap serta mengkhawatirkan Scarlett jauh lebih dalam di banding dirinya memikirkan dan mengkhawatirkan istri sahnya.

Bukan hidup namanya jika tak ada kejutan, ketika Scarlett mulai kehilangan banyak darah, dokter menyarankan kepada salah satu dari keluarga Scarlett untuk mendonorkan darah kepada Scarlett karena stok kantong darah di rumah sakit tidak ada golongan darah yang cocok untuk Scarlett, jadi, harus anggota keluarganya yang cocok untuk mendonorkan darah kepada Scarlett, tentu Jennifer tak mau, namun dia salah satunya yang memiliki darah AB- itu. 

Dia bahkan memalingkan wajahnya, mencoba beranjak dari tempat itu, namun Trivia tak mengizinkannya. 

"Jennifer, mama mohon____" Trivia mendekat ke arah Jennifer, memegang tangan Jennifer dan memohon agar Jennifer mau mendonorkan darah untuk kakaknya yang sedang sekarat. 

"Mama tau Scarlett jahat, kamu berhak tidak bersikap baik kepadanya, apa yang kami lakukan adalah____" Trivia tak tahan harus mengatakan kenyataan pahit ini, dia menutupi mulutnya, menangis tersedu-sedu, membuat Jennifer semakin iba. 

"Kami minta maaf telah membohongi kamu, Kevin tidak bersalah, kami yang salah" . gantian James yang mendekat kini, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi 2 tahun lalu. Jennifer masih membisu, tak berucap sepatah kata pun. 

"Scarlett di vonis dengan penyakit kanker otak 2 tahun yang lalu, dia-tidak punya kesempatan hidup yang banyak, dia ingin permintaan terakhirnya yaitu menikah dengan Kevin terpenuhi. Kami tidak ingin kamu sedih, Papa akan memberikan hak kamu asal kamu mau membantu Scarlett, dia anak Papa". James menjelaskan lebih detail, menatap mata Jennifer mengharap belas kasihan, James berkaca-kaca, dia sama sekali tak menginginkan salah satu dari anaknya, meskipun dia menipu salah satu anaknya. 

Jennifer tak punya alasan untuk menolak kini, meski tak mengucapkan sepatah katapun, dia tetap menuju ruangan tranfusi darah untuk mendonorkan darahnya untuk Scarlett, dia melakukannya bukan karena bujukan ayahnya tentu saja, dia ingin Scarlett hidup supaya dia dapat menjelaskan kepada Jennifer apa yang dia perbuat adalah kesalahan. 

Hanya butuh beberapa menit untuk mengalirkan darah dari tubuh Jennifer ke tubuh Scarlett. Sean tak berada bersama Jennifer, dia justru memandangi Scarlett seolah pikirannya mengarahkan dirinya ke masa lalunya. Setelah selesai Jennifer sama sekali tak berpamitan, dia segera mengajak Sean pulang, tak mau dirasa aneh, Sean pun mengikuti keinginan istrinya itu. 

"Kenapa kamu mengkhawatirkan Scarlett? seharusnya aku yang khawatir dan bukannya kamu." ucap Jennifer sinis, dia tak menatap Sean. 

"Apakah tidak boleh aku mengkhawatirkan kakak iparku?" Sean bertanya. 

"Boleh, asal tidak berlebihan seolah ada sesuatu___" belum berlanjut Sean sudah memotong kalimat Jennifer. "Itu adalah hal yang wajar, kamu yang berlebihan cemburu, ingat aku hanya menikahi kamu karena aku butuh, sebaiknya pikirkan tentang aku tidak akan menjadi milikmu karena itu yang akan terjadi, hafalkan jika perlu" . Ucap Sean. 

"Sudah ku lakukan, geer sekali, siapa yang menginginkan kamu???" Jennifer mengernyitkan dahinya, melipat tangannya, mengeluarkan gengsinya bahwa dia tidak akan jatuh cinta kepada seorang CEO tampan berusia 27 tahun, ber brewok rapi dan berkumis tipis, tubuh yang berotot six-pack, wajah yang bulat dan membentuk seorang Sean, kaya dan tampan bukan slogan Jennifer mungkin. 

Ketertarikannya pada Kevin misalnya, Kevin pun sama tampannya dengan Sean, cuma dia berasal dari keluarga menengah tidak seperti dirinya dan Sean, Kevin memberikan kasih yang tulus, cinta dan kesabaran, dia ingin Jennifer menjadi istrinya, sayang sekali, takdir membelokkan takdir cintanya kepada Scarlett, percaya tak percaya Scarlett sama anehnya dengan Jennifer menyukai laki-laki biasa di banding lelaki yang kaya dan mapan. 

Semua itu bukan tanpa alasan, faktanya Kevin memang loyal, sampai akhirnya dia mengkhianati Jennifer demi Scarlett, Jennifer tak akan marah jika keluarganya jujur, namun kini di sudah terlalu membenci mereka karena membohongi Jennifer mengenai keadaan Scarlett. Pada akhirnya kebohongan tetap menyakitkan.

"Lain kali tidak perlu ikut campur tentang apa yang aku rasa___". Ucap Sean yang di sambung oleh Jennifer. "Ya aku ini istri sah yang sah suratnya saja, bukan begitu, setiap ada kita selalu ada tembok es yang begitu gelap dan besar, sampai-sampai aku saja tak mampu menembusnya." Sean hanya ternganga, sedangkan Jennifer melemparkan senyuman tipisnya dari depan pintu masuk, Sean perlahan ikut masuk. 

"Apa maksud kamu?" tanya Sean memegangi erat tangan Jennifer. 

"Ya apa maksud kamu menikahi aku? aku pernah dengar orang ingin menikah secara paksa karena mereka ingin bersenang-senang, to have sex, to love untuk politik, apa alasan kamu bahkan tak memberi ruang dan waktu untuk memutuskan, you given me this privilege like I'm something to you". Jennifer marah kini, matanya melotot seperti busur yang siap memanah Sean. 

"Sudah ku katakan___tidak perlu bertanya sesuatu yang tidak ada jawabannya". jawab Sean calm. 

"Keluar!!!". Jennifer menunjukkan jarinya ke arah memintu, memerintah Sean untuk keluar dari rumahnya, dia berhak sejak rumah itu di beli atas namanya. Tak banyak bicara Sean hanya mengikuti permintaan istrinya. 

"Rasanya memang menyakitkan, pertanyaan-pertanyaan itu mulai melintas di pikiranku, apakah aku jatuh cinta sehingga mau menerima Sean, di malam itu masih ingat dia memegang tanganku, tak mengizinkan aku pergi, dia hanya menganggapku seperti barang berharga namun tak mau menyentuhnya, apakah sebegitu berharga? menatap matanya saja tak sanggup, jika dia tak ada mungkin aku sudah tidak ada, pertanyaannya adalah sampai kapan pernikahan ini akan bertahan? mengapa Sean mau melakukan ini?"

Jennifer mengunjungi Scarlett setelah semalaman mabuk berat, dia sepertinya agak kurang darah namun masih memaksakan untuk menemui Scarlett dia ingin jawaban langsung dari mulut kakak perempuannya itu, Scarlett harus mengatakan sesuatu yang tidak membuat Jennifer membencinya lagi. 

"Jennifer, makasih yah, I know you've known it, aku bener-bener minta maaf" ucap Scarlett berkaca-kaca. "Aku mencintai Kevin sejak lama aku mencintai dia tapi, aku juga tak ingin menghancurkan perasaan kamu, Kevin mengerti semua itu, dia juga ingin memenuhi permintaan terakhir aku, kakak pikir kamu tidak akan terima, sedih karena aku akan mati, jen". lanjutnya. "kamu boleh bunuh kakak sekarang kalau kamu benar-benar membenci kakak, tapi, kakak yakin kamu ini adik yang baik, gak akan kamu sakiti kakak kan?" Scarlett mencoba menyakinkan Jennifer, sedangkan Kevin datang namun dia hanya diam saja, tak memberi penjelasan apapun, dia mendekat ke ranjang Scarlett, Scarlett menggandeng tangan Kevin untuk membuat Jennifer cemburu. 

"Was something to save your life since we had this sister soul, but I think it's a waste, first you ruined my life, you took my love and life and privilege, I tried to ruin your wedding and I wasn't supposed to save you after all".

"Jennifer!!! Apa maksud kamu? Did you just do this to me? Then why didn't you kill me at all?" Scarlett berteriak namun sia-sia. Tentu tak terima, fakta bukan menyelesaikan masalah namun hanya kebencian saja.

Jennifer tak merasa prihatin jika Scarlett akan mati, faktanya dia sudah menghancurkan hidupnya, jika takdir yang menghancurkan Scarlett, Jennifer sama sekali tak peduli. Jennifer keluar dari kamar Scarlett menyelesaikan apa yang seharusnya dan menerima jawaban apa yang seharusnya di jawab.

To be continued....

Despair FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang