"Sean? Kenapa kamu disini?" Tanya Jennifer lugu.
"Oh kebetulan aku baru balik dari UK, Ada banyak pekerjaan di Jakarta ini". Jawabnya tanpa ragu-ragu,
Sean Green, tak pernah begitu akrab kepada Jennifer, tak pernah menyapanya begitu dalam dan tersenyum walaupun sedikit, dia terlihat berbeda hari ini.
"Aku pikir kamu punya pacar? Kamu sedang apa di perumahan ini?" Tanya Sean lagi yang terlihat peduli dengan apa yang di bawa oleh Jennifer.
"Oh ya aku tinggal disini, sembari mencari pekerjaan yang cocok".
Jennifer yang masih bersedih berlalu meninggalkan Sean yang masih penuh dengan pertanyaan-pertanyaan dalam kepalanya, bukankah Jennifer punya keluarga? Perusahaan sendiri? Mengapa dia menganggu dirinya mencari pekerjaan di tempat lain? Batin Sean tak mau berhenti berbicara.
Jennifer tak terkejut bila dia harus hidup mandiri, toh dia sudah terbiasa dulu ketika di Oxford. Sebelum menyewa tempat itu, dia sudah belanja di pasar untuk di masak di dapur sederhananya.
Dia pun membuat kopi racikan sendiri, Sean dapat mengendus bau itu karena dia sedang di depan pintu Jennifer, ingin sekali mengatakan keinginannya setidaknya untuk membuat Jennifer tak bersedih lagi.
"Aww, maaf Sean, aku gatau kalau kamu lagi depan pintu".
Tak sengaja Jennifer menumpahkan kopi di baju Sean karena dia pikir tak ada orang di depan pintunya, dia begitu refleks hingga tak sadar dia menabrak Sean yang sedang akan mengetuk pintunya.
"It's okay" jawabnya sambil membersihkan bajunya dengan sapu tangan di sakunya.
"Yahh, maaf maaf, kamu masuk dulu, sini aku cuci baju kamu". Ucap Jennifer yang sedang merasa bersalah.
"Oh, no need, aku langsung pulang aja, kalau kamu butuh aku, call aku yah, ini nomer aku". Kata Sean, dia kemudian berbalik meninggalkan Jennifer yang masih menganga tak mengerti apa maksud Sean barusan.
"Sean memang aneh, wajahnya saja datar, mengapa dia kemari? Apakah sudah bosan menjadi idaman para perempuan di Oxford sehingga dia kembali kesini". Pikir Jennifer.
Mencoba untuk tak berpikir tentang Sean, dia hanya meletakkan kartu nama Sean Green yang bentuknya sangat hijau persis dengan nama belakangnya.
Jennifer menikmati masakan yang baru saja dia buat, ikan goreng dengan sambal terasi, entah resep dari mana dia mengetahui hal itu, namun dia begitu menikmatinya.
Hidup sendiri tak begitu buruk pikirnya, dia masih bisa menikmati berbagai hal sederhana yang ada di hidupnya, meskipun keluarganya kini membencinya entah untuk alasan yang kurang masuk akal, namun dia tetap kokoh tak menerima pernikahan Scarlett dan Kevin.
Bukan karena dia cemburu, tapi, baginya Kevin adalah miliknya, Kevin sudah berjanji untuk menikahinya sampai dia kembali ke Indonesia, namun janjinya tak sebatas kalimat yang terdengar dari telinga, di terima oleh hati, namun tak di lakukan oleh sikap.
Dia justru akan menikahi wanita lain, wanita itu adalah Scarlett Renaldy, satu-satunya wanita yang paling Jennifer sayangi setelah ibunya, dia memang menolak fakta itu, namun seolah keluarganya memaksanya untuk menerimanya begitu saja.
"Jennifer" tok tok tok
Terdengar suara dari luar kamarnya, suara wanita itu tak asing, penasaran, Jennifer segera membuka pintunya, tak mau melihat dia, Jennifer pun berpaling dan akan menutup pintunya, namun tangannya di tarik oleh Scarlett.
"Jennifer tunggu, kakak cuma mau kamu makan ini, kalau kamu gak mau pulang gapapa, tapi kalau kamu butuh apa-apa please, hubungi kakak yah". Ucap Scarlett, matanya berkaca-kaca.
"Makasih dan makasih juga rasanya, pasti akan pahit, karena pengkhianat yang membuatnya". Ucap Jennifer kemudian masuk ke kamar dan menyimpan makanan itu kulkas.
Dia tak menghiraukan Scarlett, Scarlett pun mengetahui bahwa dia tak akan bisa membujuk adiknya untuk pulang.
***
"Dimana dia sekarang?" Tanya Claudia.
"Ya udah pulang lah, Green kasih kartu nama dia buat aku, ntah untuk apa".
"Mungkin aja paid dating". Jawab Claudia tanpa ragu.
"Paid dating? Apaan tuh?" Tanya Jennifer, penasaran.
"Ihhh makanya jangan kebanyakan di Oxford, sekali-kali pulanglah ke Indonesia biar mengerti."
"Sekarang yang disini siapa?"
"Maksudku, kau pas liburan asik study mulu sampe lupa pulang".
"Pas pulang malah nyesel, tau gitu aku gak pulang sekalian". Balas Jennifer sambil memalingkan wajahnya ke jendela, mengamati seseorang yang berdiri disana dengan wajah yang tak asing.
"Paid dating itu kyak pacaran tapi, nanti kamu di bayar kalau mau jadi pacar dia". Jawab Claudia, melanjutkan kalimat yang sempat di potong oleh Jennifer.
"What on earth seseorang akan melakukan itu? By the way? Hahahahaha?" Tanya Jennifer sambil menahan tawanya.
"Ya karena gak mau di jodohin, karena gak mau nikah dulu, karena sering di tanya ada pasangan apa gak, akhirnya orang berpura-pura jadi pasangan, dan pasangannya adalah-"
"Hasil sewa?" Lanjut Jennifer sambil tertawa terbahak-bahak tak dapat menahan lagi.
Menurutnya itu lucu, mengapa orang mau saja membayar seseorang untuk jadi kekasihnya, tapi dari hubungan seperti itu, tidak ada rasa sakit karena memang tak ada cinta yang terikat.
"Siapa tau jodoh Jen, coba telpon, bilang kamu mau jadi pacar bayaran dia". Saran Claudia yang sontak membuat Jennifer melemparkan bantal kepadanya.
"Dia cuma nawarin bantuan, bukan nawarin aku jadi pacar bayarannya, gimana sih".
"Oh kirain".
Tapi, Jennifer tetap menelpon Sean setelah Claudia pulang dari tempatnya, dia cuma ingin bertanya apakah ada pekerjaan yang cocok untuknya, namun Sean ini lama sekali mengangkat telpon.
Baru sekali saja menelpon sudah membuat Jennifer ketir-ketir, maklum saja Jennifer tak biasa mengganggu jam kerja seseorang, barang kali kini Sean sedang bekerja.
"Hi, malam Jennifer ada apa menelpon?"
"Kok kamu tau ini nomer aku?" Tanya Jennifer, karena dia merasa tak pernah memberikan nomernya kepada Sean.
"Tidak ada siapapun yang menelpon seharian, jadi aku berpikir ini kamu, karena terakhir kali aku___".
"Iya aku tau, sudahlah lupakan, Sean aku lagi butuh pekerjaan nih, kamu ada lowongan gak di kantor kamu?" Tanya Jennifer sambil menggigit bibirnya, ragu.
"Ada, kamu besok ke kantor, alamatnya nanti aku kirim, kamu tinggal bawa CV, no need interview". Jawab Sean
"Serius gak ada interview?"
"Umm no, ada tapi, kamu harus terima karena itu syarat kerja". Jawab Sean lagi.
Sean mengakhiri telpon itu, dia tak ingin banyak buang waktu, sepertinya dia tak sabar untuk besok, wajahnya girang melihat kesempatan emas satu kali ini.
Jennifer sendiri merasa terkejut jika Sean akan secepat ini menanggapinya, namun dia masih tak mengerti dan bertanya-tanya apa syarat untuk bekerja di kantor Sean?
Dia tak mau terlambat, Jennifer menyiapkan semua keperluan untuk pekerjaan malam ini, setelah dia selesai dia tidur dan mencoba melupakan kenangannya bersama Kevin karena besok dia akan memulai hidup yang baru.
To be continued.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Despair Fate
RomanceJennifer tak mempunyai pilihan selain menikahi Sean Green, Ceo muda 27 tahun, tampan berbadan kekar, berkarakter dingin tak seperti pria umumnya yang selalu dia bayangkan. Dia kehilangan segalanya, harta, kekayaan, nama keluarga bahkan orang tuanya...