04¦ Debat

2.1K 248 45
                                    

Sarada bersandar pada kepala tempat tidur. Jendela sengaja dibuka lebar-lebar agar cahaya dan udara dapat memasuki kamar. Gadis enam belas tahun itu mengambil bantal, melipat kedua kakinya, kemudian bersandar kembali sambil membuka sebuah buku. Sudah lama ia tak menghabiskan waktu pagi hingga siang dengan cara seperti ini, sehingga rasa-rasanya Sarada tak mau ada siapa pun orang yang mengganggu waktu luangnya ini.

Ditemani oleh kicau burung, desir angin, dan segelas teh hitam membuat Sarada merasa benar-benar santai membaca buku. Namun sialnya, baru sepuluh menit ia bersantai, dering bel menghancurkan semua ketenangannya. Dengan malas Sarada bangkit, sedikit mendecih juga lantaran terlalu malas bergerak.

Bel terus berdering selama Sarada berada dalam perjalanan menuju pintu depan. Rambutnya yang dijepit asal-asalan serta piyama bermotif kelinci yang masih menempel di badannya tak membuat Sarada malu untuk menerima tamu. Sarada akui, di jam tujuh pagi ini ia memang belum mandi.

Ting.

"Siapa?" Sarada membuka pintu dengan wajah datarnya.

"Astaga, 'ttebasa. Kau belum mandi, ya?"

Sarada mengernyit. "Kau? Mau apa ke sini pagi-pagi?"

Boruto yang hadir di hadapan Sarada hanya bisa merengut kesal. Sebelah tangannya tersimpan di saku celana. Dirinya sudah rapi begini, lho, tapi Sarada malah masih berpenampilan kusut begitu.

"Minggu pagi ini kita harus hadir di Kantor Hokage. Hari ini kita dipanggil ke sana, mungkin akan diberikan misi lagi, atau mungkin misi yang kemarin-kemarin kita kerjakan malah mengalami masalah dan kita harus menanganinya, 'ttebasa."

"Yang benar?" Sarada membuka jepitan rambutnya dengan sebelah tangannya, kemudian memejamkan matanya lelah. "Kau tahu dari mana?"

"Ayah."

Sarada diam sebentar, lalu mendecak. "Kenapa tidak diberi tahu sejak awal, sih? Kalau begini ceritanya, kita bisa terlambat."

Boruto refleks maju selangkah hingga Sarada mundur setengah langkah. Cowok itu merendahkan tubuhnya guna menatap Sarada penuh perhitungan. "Siapa yang kemarin tidak mengangkat telepon ketika aku meneleponnya hingga belasan kali, hm? Siapa yang pura-pura sibuk hingga tak bisa mengangkat telepon?" bisik Boruto. "Dan hebatnya, sekarang orang itu malah menyalahkanku atas ketidaktahuannya akan berita terbaru dari Hokage."

Sarada mendorong bahu Boruto dari depan wajahnya. "Teleponmu berisik!"

"Andai begitu aku menelepon kau langsung mengangkatnya, maka aku tak akan meneleponmu hingga belasan kali."

Oke, Sarada akui ia salah.

"Berangkatlah duluan. Biar aku menyusul sendirian setelah mandi." Sarada akhirnya bicara lagi. Ia memegang daun pintu sambil mendongak pada Boruto.

Boruto menaikkan sebelah alisnya. Kedua tangannya saling lipat di depan dada. "Kita berangkat bersama, tidak ada penolakan."

"Kau ini apa-apaan, sih? Sana, berangkat duluan! Nanti aku menyusul! Atau, kau bisa jemput Mitsuki lebih dulu." Sarada mengernyit.

Boruto lekas membalik tubuh Sarada, menggenggam kedua bahunya, kemudian mendorong gadis itu untuk memasuki apartemennya lagi. "Mandi sekarang, Sarada. Mitsuki sudah berada di Kantor Hokage lebih dulu. Jadi, tak ada alasan yang membuatku harus berangkat sendirian."

Sarada mengernyit sambil terus berjalan karena Boruto mendorongnya. Belakangan ini Boruto jadi tambah menjengkelkan, ya?

"Mandi, sana. Kutunggu di sini saja, 'ttebasa." Boruto berhenti mendorong Sarada dan lekas duduk di sofa ruang tamu.

Future? [BoruSara Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang