Boruto membawakan air putih hangat untuk Sarada. Sudah jam tujuh pagi dan suasana terasa begitu sunyi, berangin, serta tentunya dingin. Boruto abai ketika Sarada memandangnya aneh.
"Minumlah," singkat Boruto sebelum ikut duduk di hadapan Sarada. Sejujurnya fasilitas di Mizūmigakure tergolong komplet bagi Boruto, terutama di vila-vilanya. Seperti saat ini di mana Boruto ingin makan ramen instan, maka ramen tersebut tersedia di dapur.
"Masak apa?" tanya Sarada.
"Ramen." Boruto melirik kompor yang sedang memanaskan air. "Tadi air yang tersisa di termos cuma cukup untuk kau minum, jadi aku memutuskan untuk memasak air lagi."
Sarada mengangguk sekali sembari memainkan jari-jarinya. Berikutnya gadis itu lebih banyak diam dan mengalihkan tatapannya yang kadang tak sengaja bersibobrok dengan Boruto. Tingkah Sarada terus seperti itu, seolah ia sedang gugup.
Boruto menaikkan sebelah alisnya keheranan. "Kau kenapa tidak mau menatapku?" tanyanya yang kemudian bangkit menuju kompor. Jelas pertanyaannya itu hanya ditujukan untuk mengungkapkan keheranannya, bukan pertanyaan yang menuntut jawab. Tangan kanan Boruto menuangkan bumbu ke ramen yang telah dipindahkan ke mangkuk kaca. Setelah merasa ramen-nya siap santap, cowok yang kurang lebih tiga bulan lagi akan berumur tujuh belas itu pun kembali ke meja makan.
"Kau mau juga, 'kan? Nih, aku bawakan dua pasang sumpit." Boruto pindah duduk ke sebelah Sarada kemudian menyediakan sepasang sumpit untuk cewek itu.
Sarada membelalak. "Hah? Maksudmu aku juga makan dari mangkuk ini?"
Boruto mengangguk. Uap panas mengepul dari ramen instan yang ia masak. Mangkuk ukuran besar itu penuh oleh sebungkus ramen porsi jumbo. "Apa? Kau mau dipisah ke mangkuk lain?" Boruto mengedikkan bahunya. "Cari saja mangkuk lain, kalau begitu. Aku tak akan pergi ke lemari piring lagi hanya untuk mengambil mangkuk tambahan."
Sarada mendengus. Aroma ramen itu benar-benar membuat ia lapar. Karena mana mungkin ia mau berbagi mangkuk dengan Boruto, Sarada pun memutuskan untuk pergi mencari mangkuk lain di lemari piring.
"Enaknya kita ke Kantor Kepala Desa ketika pagi atau siang?"
Boruto mendorong mangkuknya mendekati Sarada agar gadis itu bisa membagi ramen mereka dengan porsi yang seimbang. Cowok itu beralih menuang segelas air. "Berangkat pagi, pulang siang."
Sarada diam sejenak. "Kapan kapal kita berangkat dari pelabuhan?"
"Sore," singkat Boruto.
Sarada mengembalikan mangkuk ramen Boruto dan lekas sibuk dengan ramen-nya sendiri. Namun sejujurnya, aroma ramen yang luar biasa memikat lambung ternyata tak sebanding dengan rasa ramen-nya. Rasanya lumayan dari penilaian Sarada, standar dan tak ada bedanya dengan ramen instan lain.
"Sore hari kita berangkat dari Mizūmigakure, tiba di Kirigakure saat malam hari. Jadi kita bisa menginap di Kirigakure sebelum berangkat menuju Konoha besok paginya." Boruto akhirnya menjelaskan secara penuh.
"Begitu jadwal yang diberikan Nanadaime?"
Boruto bergumam sebelum menatap Sarada. "Ya."
Sarada mengangguk saja.
Acara sarapan kecil mereka terus berlanjut, hingga samar-samar suara Nao yang berjalan ke luar kamar terdengar. Selagi Nao belum muncul dan ramen mereka hampir habis, Boruto pun menoleh pada Sarada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future? [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEnd- Future? [BoruSara Fanfiction] Untuk pertama kali dalam hidupnya, Boruto akui ia menyesal karena telah menolong seseorang. Andai malam itu ia bergegas pulang seperti apa kata Sarada, mungkin ia tak akan terlibat dalam ramalan tengah malam. Hari...