Boruto memasukkan selembar kertas ke saku jaketnya. Cowok itu berjalan menuju dapur ketika di luar sana masih remang-remang oleh cahaya fajar. Rambutnya yang keemasan diacak kasar sebelum duduk di salah satu kursi. Dapur sepi sekali, bahkan para penjaganya yang biasanya siap sedia memasak nasi kare di tengah malam sekalipun kali ini tak terlihat presensinya. Boruto meraih termos, menuangkan airnya ke gelas, kemudian meminumnya. Pikirannya penuh. Mengingat kejadian kemarin, Boruto rasa ia harus cepat membawa Sarada dan Mitsuki keluar dari Mizūmigakure, tapi mereka masih tertahan oleh jadwal kunjungan resmi menemui Kepala Desa.
Boruto cepat menyingkap tirai penutup jendela kaca besar yang berada tepat di hadapannya. Cowok itu berakhir bangkit kembali guna menatap seluruh pemandangan yang dapat ia temukan dari atas sana. Ketika iris birunya menatap beberapa penjaga vila duduk berkumpul di dekat kandang kelinci sambil meminum teh, Boruto pun tahu bahwa keselamatan wisatawan menjadi salah satu fokus desa untuk saat ini. Boruto diam di sana, hingga seseorang menepuk bahunya.
"Boruto?"
Boruto menoleh setengah kaget. Ia dapati Sada berdiri dengan senyum ringannya. Lelaki itu kemudian ikut maju dan melihat apa objek yang sejak tadi Boruto perhatikan.
"Ada petugas konservasi juga di bawah, itu, yang mengenakan baju cokelat muda." Sada bicara dengan pelan.
Boruto mengangguk. "Penjagaan diperketat, sepertinya. Berita meninggalnya dua petugas konservasi kemarin membuat banyak orang ketakutan."
Sada beralih mengambil air hangat untuk diminum. "Apalagi tadi malam Mia-san bilang bahwa dua orang korban itu ditemukan sudah dalam keadaan tewas, dengan jejak serigala di sekitar sana. Dengar, hanya jejak serigala, Boruto. Itu artinya serigala-serigala itu berhasil melarikan diri." Sebagai aktivis lingkungan di Kirigakure, Sada paham betul bahwa kemunculan tiga serigala itu terasa janggal, karena dulunya karnivora itu tak pernah ada dalam ekosistem hutan Mizūmigakure.
Boruto membiarkan tirai terbuka, lantas ia ikut duduk karena Sada sudah menyodorkan segelas teh hangat pada dirinya. "Kita berangkat sore ini. Aku, Sarada, dan Mitsuki akan bergerak ke Kantor Kepala Desa di jam sembilan pagi nanti, agar siangnya bisa kembali ke sini sebelum kita pulang, 'ttebasa."
Sada mengangguk. "Yuri juga sedang mengemasi barang-barangnya. Kita harus berangkat sebelum malam tiba. Perasaanku tak enak sejak semalam."
Boruto juga begitu, perasaannya tidak enak.
Ketika cahaya matahari menembus jendela kaca yang tirainya Boruto geser, satu per satu wisatawan pun mulai memasuki dapur. Dua orang petugas dapur ikut sibuk di posisi masing-masing. Rata-rata wisatawan yang duduk di area makan kerap menatap ke luar jendela, sepertinya juga sama waspadanya dengan Sada dan Boruto. Ketika Boruto hendak memesan sarapan pagi, cowok itu memasukkan tangannya ke saku jaket.
"Kau mau pesan apa, Sada-san? Biar sekalian kupesankan."
Sada malah ikut bangkit. "Aku ikut saja, sekalian mau memesankan sarapan Yuri."
"Oh, oke."
Boruto dan Sada berjalan menuju meja dapur tempat makanan ditata dengan cantik. Sejenak Boruto menghela napas berat, ia biarkan Sada memesan makanan duluan. Sada ramah meski tak seramah Yuri dalam hal mengobrol, dia lelaki baik, terlihat dari caranya yang membuka buku menu sambil menyapa petugas dapur. Boruto diam sesaat ketika Sada menyebut bahwa ia ingin sarapan sup sayuran, dan Yuri ingin nasi goreng daging. Namun, ia terdiam bukan karena Sada. Iris biru Boruto membelalak sempurna seraya bergerak pula tangannya untuk mengacak saku jaketnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future? [BoruSara Fanfiction]
Fiksi PenggemarEnd- Future? [BoruSara Fanfiction] Untuk pertama kali dalam hidupnya, Boruto akui ia menyesal karena telah menolong seseorang. Andai malam itu ia bergegas pulang seperti apa kata Sarada, mungkin ia tak akan terlibat dalam ramalan tengah malam. Hari...