Epilog

2K 127 40
                                    

"Kau sudah baik-baik saja?"

Pertanyaan itu bahkan tak sempat untuk sekadar singgah di tepi telinga Sarada, lekas berlalu bersama angin yang melintas. Perban di beberapa sisi wajah dan lengannya membuat gadis itu terlihat menyedihkan, pun matanya yang sembap tanda bersedih. Relung-relung terdalam hatinya juga masih nyeri diisi oleh kepedihan yang mendalam. Ia masih belum dapat menerima pernyataan sang Ibu, bahwa sosok sahabat kecilnya benar telah berpulang.

Sakura menyendu. Sebelah tangannya lekas mengusap punggung Sarada niat menenangkan, walau ia tahu bahwa semuanya akan sia-sia.

Sarada menatap birunya langit di balik jendela, di antara tirai penutup jendela yang berkibar diserbu angin. Iris hitam tanpa kacamata itu terlihat semakin sendu dari waktu-waktu, yang pada puncaknya nanti, yakinlah bahwa sungai kecil akan kembali terbentuk di atas pipinya.

"Akane sudah dihukum." Sasuke berdiri di ambang pintu usai memastikan bahwa ia siap untuk bicara. Kepergian sang Murid yang khalayak ketahui adalah untuk melindungi Putri Tunggal Uchiha tentu membuat batin Sasuke ikut tersentak kaget. Jujur pun, dulu ia kira Boruto tak benar-benar serius dengan janjinya itu. "Kelima Kage juga akan segera berkumpul sebelum Boruto dimakamkan."

Sarada tertawa sumbang sambil menatap jendela. "Bohong," lirihnya.

Sakura lekas menatap Sasuke memohon bantuan, berharap Sarada berkenan makan meski itu hanya sesuap. Gadis itu belum makan apa pun lagi sejak jatuh pingsan tempo hari.

"Boruto tak mungkin mati sekarang," lirih Sarada. "Kenapa semua orang berbohong?"

"Ini sungguhan, Sarada." Sasuke berjalan masuk usai menutup pintu. "Bukan hanya kau yang bersedih dan merasa kehilangan ... Naruto dan Hinata bahkan lebih—"

"Papa," ucap Sarada seraya memejamkan matanya menunduk muram, "dia ... dia pergi karenaku."

Baik Sakura maupun Sasuke seketika tutup mulut mengheningkan keadaan. Semua orang pun kini tahu, bahwa Boruto memang pergi karena melindungi Sarada. Fakta itu tak bisa diubah sama sekali.

"Akane ... hanya dihukum, eh?" Sarada tersenyum muram.

Sasuke lekas kembali bergerak menghampiri putrinya. Mata lelaki itu berkedip waswas. "Dia dihukum penjara seumur hidupnya, Sarada. Akane juga mengaku menyesali semuanya."

"Dia penyihir, dia bisa kabur kapan saja jika hukumannya hanya itu!" sentak Sarada. "Seharusnya ... dia juga mati."

Sasuke menyentuh pipi Sarada. Kepalanya menggeleng lembut.

Setetes air mata Sarada pun bergulir jatuh. Kepal tangannya mengerat dalam waktu sekedip mata. Emosinya kembali memuncak tinggi kala mengingat jelas semua perbuatan Akane.

"Sarada?" Sakura mengernyit terlampau khawatir.

Sejenak, Sarada menyibak selimut kemudian melepas jarum infus di sebelah tangannya. Matanya berubah merah penuh luapan perasaan. "Dia—"

"Tenangkan dirimu," potong Sasuke.

"Dia ... Akane juga harus mati, Papa ...."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Future? [BoruSara Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang