Sada dan Yuri barusan bertolak dari Mizūmigakure menuju Kirigakure. Mereka pulang, tanpa kehadiran Boruto, Sarada, serta Mitsuki. Nao sempat pergi ke pantai guna mengantar Sada dan Yuri pulang, setelahnya, gadis itu kembali ke vila untuk menemui tim tujuh.
Boruto meletakkan ranselnya di teras, tempat Nao meminta mereka untuk berkumpul. Ia menginjakkan kakinya di sana dengan emosi yang baru reda setengah. Memanfaatkan kesendiriannya di teras, Boruto pun kembali membuka lipatan kertas yang pagi tadi sempat hilang. Boruto membukanya, berusaha menerjemahkan gambar-gambar arsir yang terpampang di sana, memetakan susunan kejadian yang paling mungkin untuk terjadi, juga mencari jalan lurus yang dapat membuat semuanya tetap baik-baik saja.
Sarada menenteng ranselnya dengan langkah terburu-buru. Ia menatap Boruto yang duduk di teras dengan tegak seolah patung. Sobatnya itu sedang melamun, berpikir keras, atau apa? Kenapa terlihat seperti patung begitu?
Sarada mengerjap, meletakkan tasnya, kemudian menepuk bahu Boruto. "Boruto?"
Namun, malah Sarada yang terkejut karena Boruto menoleh dengan mata membelalak. Sarada tersenyum kaku yang membuatnya terlihat seperti bukan dirinya. Sebisa mungkin gadis itu menenangkan dirinya dengan cara membuang wajah, kemudian duduk di sebelah Boruto.
Boruto sendiri lekas berkedip dan sebisa mungkin terlihat baik-baik saja. Lirikan matanya menatap kaki Sarada yang menggantung di udara, gadis itu tak cukup tinggi untuk duduk di bangku kayu yang tengah Boruto duduki. Di sisi tubuhnya, kedua tangan pemuda itu terkepal begitu erat.
"Masih marah?"
Boruto diam. Sarada kira diamnya Boruto adalah tanda cowok itu masih dibalut gejolak amarah, tapi nyatanya, Boruto bukan manahan marah lagi. Diamnya cowok itu sengaja dipertahankan agar benaknya tak putus dalam memetakan masalah yang akan ia dapati di hari ini, esok hari, lusa, dan seterusnya. Ada banyak gambar dari kertas itu yang sungguh belum Boruto temukan di kenyataan.
Setelah ditelaah lagi, ternyata di kertas itu juga ada gambar sekeranjang apel, gambar pepohonan yang saling dempet, gambar sebilah pedang, gambar jejak kaki di atas tanah, gambar arloji tua, dan masih banyak gambar lainnya. Semua itu membuat Boruto khawatir, membuat otaknya terdesak dan mau tak mau harus memetakan semua gambar itu menjadi rentetan peristiwa yang paling mungkin terjadi.
"Boruto?"
Boruto menoleh. "Apa?"
"Marah?"
Boruto mendengus pelan sambil beralih menatap ke depan. "Kalau iya, kenapa? Dan kalau tidak juga kenapa?"
Sarada diam sejenak. "Pokoknya, yakin saja, kalau kita bisa pulang dengan selamat ke Konoha. Ini misi kecil jika dibandingkan dengan misi-misi yang pernah kita kerjakan sebelum ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Future? [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEnd- Future? [BoruSara Fanfiction] Untuk pertama kali dalam hidupnya, Boruto akui ia menyesal karena telah menolong seseorang. Andai malam itu ia bergegas pulang seperti apa kata Sarada, mungkin ia tak akan terlibat dalam ramalan tengah malam. Hari...