PART 8. BADAI 4

164 27 16
                                    

*8.

Dari jauh ners Amanda menatap Giri yang terpaku menatap kran air westafel yang terus menyala.Ada apa dengan dokter Giri?Tampak lelah dan kacau. Rambutnya yang sebagian basah terlihat acak terserak dan wajah yang nyata habis cuci muka itu tampak pias.Dengan sisa air basuhan yang menetes-netes.

"Dok..? Dokter Giri baik-baik saja?"

Tak ada jawaban. Sementara gemericik air dari kran yang terbuka terdengar jelas.

"Dok?!"

Ners Amanda memberanikan diri menjamah lengan Giri. Sentuhan lembut itu mampu membuat Giri tersadar.

"Ya.."

Tanggapnya datar sambil mematikan kran.

"Tadi di cari dokter Shella."

Ucap Ners Amanda.Giri meninggalkannya begitu saja.Ia blank membaca up date status Zaskia. Menampakkan gambar Zaskia, Dhiana, Adrian dan beberapa keluarga lain yang tengah sibuk mengukur ukuran seragam baju untuk pernikahan Dhiana dan Adrian.

Giri membanting pantatnya di kursi depan poli mata yang telah sepi. Jadwal pasien rawat jalan telah usai.

Giri menopang kepalanya yang berdenyut-denyut dengan kedua tangan. Meremas-remas rambutnya.Apakah semuanya telah berakhir?Mengapa Dhiana bersikeras menikah dengan Adrian jika mencintai Giri?

Terlalu pengejutkah Dhiana melawan dunia demi dirinya? Terlalu takutkah Dhiana dengan judge masyarakat dan sanksi sosialnya?

Giri terengah-engah. Mati-matian berusaha melenyapkan bayang Dhiana tapi ia tak bisa. Dhiana tetap bertahtah. Dengan pongah menguasai singgahsana hatinya.

"Gimana, Gii..lebih nyaman?"

Terngiang,terkenang dan terbayang saat ia mengeluh pusing begini dan Dhiana memijat kepalanya. Sangat merilekskan. Sangat menenangkan. Entah karena keajaiban tangan Dhiana. Atau karena memang Giri menyukainya.

"He'em!"

Jawab Giri kala itu dengan terpejam. Menikmati tiap inci sentuhan lembut tangan Dhiana,menikmati kenyamanan dan ketenangan yang selalu ia dapati saat bersama Dhiana, iseng meyandarkan kepanya di perut Dhiana. Memekik saat Dhiana menjewer telinganya.

"Auw! Sakit,Kak..!"

Keluhnya dengan tawa. Tidak sakit sama sekali sebenarnya.

"Nakal sih..kan susah mijatnya."

Tanggap Dhiana sambil terus memijati kepalanya dengan lembut. Giri sampai keenakan dan nyaris ketiduran.

"Gii..!"

Sebuah sentuhan lembut membuat Giri tersadar dari lamunannya. Giri mendongak. Bertemu mata dengan sepasang mata indah milik Shella.

"Semuanya baik-baik saja kan?"

Shella bertanya lembut. Giri tersenyum.

"Ada apa, La?"

Giri bertanya sambil melepas jubahnya. Siap-siap pulang.Shella menatapnya, ia selalu menyukai Giri dengan penampilan seperti ini,kemeja hitam lengan panjang yang di gulung sebatas siku.Celana cargo warna krem dan sepatu kets.Tampak sporty dan tampan.Meski tanpa jas dokter dan stetoskop di lehernya.Namtag dari kulit berwarna coklat itu masih menggantung di lehernya.

"Hem!"

Shella berdehem,saat kepergok terlalu lama menatap sepasang mata dalam dan tajam milik Giri.

"Ini."

Shella menyodorkan sebuah paper bag mungil.Giri membukanya.isinya saffron.Rempah berbentuk benang halus dari bunga crocus sativus.Antioksidannya memang baik untuk otak.

  🅺🅸🅻🅻🅴🅳 🅳🆁🅴🅰🅼 ( 🆃🅷🅴 🅴🅽🅳 )  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang