PART 9. SETITIK NOKTA

161 27 23
                                    

(A/N : Isi part ini hanya imajinasi belaka, tidak bermaksud meremehkan atau merendahkan siapapun dan apapun.

Jika ada kejadian yang sama di dunia nyata.Itu murni kebetulan semata)

*9.

PHAAARR!!

Lidah petir menyambar-nyambar di langit gulita. Akar cahaya yang membentuk spektrum warna kuning keemasan.

Gerimis lebat menampar wajah Adrian yang memburu Dhiana keluar. Bergetar tubuhnya begitu mendengar Dhiana nyaris terisak saat menghubungi seseorang. Minta di jemput untuk di antar ke rumah sakit.

"Terlalu berhargakah Giri bagimu, Dhi..hingga kamu harus ke rumah sakit sekarang juga?!"

Terengah-engah suara Adrian, terbakar emosi. Dhiana tersentak saat Adrian membetot tangannya kasar agar masuk kembali.

"Lepaskan aku, Ndri! Lepaaass!!"

Dhiana berontak. Zaskia yang menyusul mereka diam terpaku di bumi. Tidak berani ikut campur.

"Apa maksudmu, Dhii..?! Jangan katakan pernikahan kita tidak lebih penting dari Giri!?"

Desis Adrian terengah, menatap Dhiana tajam. Berbagai kelebat bayang buruk berseliweran di benaknya, sikap Dhiana akhir-akhir ini, kemurungan Dhiana yang rapi-rapi ditutupi, cahaya matanya yang pudar padahal di titik puncak bahagia; akan terwujudnya mimpi yang sekian lama mereka bangun bersama; menikah. Tapi..

"Jawab, Dhii..?!"

Pekik Adrian keras-keras, mengguncang tubuh Dhiana.

Dhiana bungkam seribu bahasa. Mulutnya terkatup rapat. Seolah terkunci. Bahkan guncangan kasar pada tubuhnya tak membuatnya bergeming.

"Tega ya..kamu, Dhi.."

Pekik Adrian lirih dan serak, tertelan kepahitan yang teramat dalam. Arti diam Dhiana menyiratkan banyak makna yang membuatnya membuncah dan mencuca. Dengan selaksa tuba yang tumpah ruah di atas lukanya.

"Semua aku lakukan untukmu!Rumah ini!! Mobil!! Bahkan kaffe Whedia itu ideku karena kamu tidak pernah berani melangkah untuk majuu..!!"

Pekik Adrian ketas-keras!Nafasnya ngos-ngosan saking emosinya. Jari-jarinya bergetar saat menunjuk arah kaffe.

"Untukku, Ndrii?! Benarkah untukku??!"

Pekik Dhiana,terbahak perih. Genangan air matanya berkilau-kilau. Melanjutkan dengan suara tinggi dan parau.

"Aku tidak pernah minta rumah dan mobil! Aku tidak pernah menuntutmu untuk banyak harta! Aku hanya ingin waktumu, Ndrii..! Tapi kamu berubah sejak posisimu naik!

Kamu gak punya waktu untukkku! Kamu sibuk ini itu!Luar kota! Metting!"

"Itu semua untukmu, Dhii..untuk kitaa..!! Aku mendorongmu untuk maju supaya kamu punya aset! Supaya kita sekufu dan sejajar!"

Pekik Adrian keras. Bersaing dengan lidah petir yang berkilat-kilat. Angin berhembus kencang,rambut Adrian berantakan. Porak-poranda sanubarinya saat Dhiana menjawab sinis.

'Hegh! Untuk kita katamu, Ndrii..? Untuk kitaa?!

Itu untukmu, Ndri..untuk egomu yang malu punya calon istri pengangguran dan tidak punya aset apa-apa! Sedang dirimu adalah manajer logistik!"

Pekik Dhiana keras-keras, menumpahkan seluruh kekesalan yang selama ini ia pendam dengan diam.

Zaskia terjajar mundur. Jatuh terduduk membentur tembok. Terjawab sudah mengapa kak Dhiana lebih nyaman dengan Giri. Ternyata..

  🅺🅸🅻🅻🅴🅳 🅳🆁🅴🅰🅼 ( 🆃🅷🅴 🅴🅽🅳 )  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang