*11.
"Itu..itu Adrian,Wen?"
Aurel bertanya tak percaya,menatap sosok di sudut sana yang tampak kacau.Rambutnya yang sedikit basah terkena gerimis di luar tampak berantakan.Tak jauh beda dengan kemeja putih lengan panjangnya.Kusut.Di gulung sebatas siku tapi tak rapi,sebagian masuk celana sebagian kedodoran.Dasinya pun kendur tak rapi.Dari mulutnya terus mengepul asap rokok.Bergulung-gulung.Tak terdefinisikan.Seperti perasaan Adrian.
"Akan aku tegur dia,apa buta huruf dan tidak bisa baca 'no smoking'."
Omel Aurel,tapi Wheny melarang.Ia yang akan mengatasi orang yang lagi patah hati itu.Kalau sampai Zaskia datang bisa ribut besar mereka.
"Hai,Ndri..bisa kita bicara?"
Sapa Wheny dengan senyum.Adrian menoleh perlahan.Sorot matanya dingin dan datar.Nyata mata pandanya tanpa cahaya.Luar biasa pengaruh Dhiana dalam hidupnya.Tentu saja,Dhiana lima tahun bersamanya.Adrian kalah talak.Karena Giri secara materi dan fisik di bawah Adrian,Giri sakit sedang Adrian sehat.Giri tidak memiliki pekerjaan karena di rumahkan.
Paling tidak itu menurut Adrian.Adrian tidak tahu bahwa Giri itu bukanlah seorang bocah dan tak dewasa.Justru di tengah sakitnya ternyata Giri sudah mempersiapkan segalanya untuk masa depan Dhiana..Sedang Adrian tetap merasa lebih baik karena punya pekerjaan tetap dan mapan.Tapi ternyata Dhiana tetap memilih Giri.
"No smoking?No latte?"
Guman Adrian lirih.Ia tahu latte ini tersedia hanya untuk Adrian.Tak ada di daftar menu.
Wheny menghela nafas saat melihat Adrian terkekeh kecil saat memutar latte dengan busa tipis itu.
"Dhiana menyuguhkannya dengan posisi begini,Wen.."
Geletarnya dengan sepasang mata berkaca-kaca.Memutar cangkir dengan gagang yang menghadap dirinya.Kata Dhiana,biar ia mudah meminumnya.
"Move on dong,Ndri ..Dhiana udah nikah.Terima kenyataan.Tolong matikan rokoknya.Kamu mau buat kaffe yang di rintis Dhiana bangkrut?"
Omel Wheny,berusaha bersabar dan paham.Adrian tertawa,hambar,dan gemetar.Nyata sekali bila lelaki ini terguncang.
"Kenapa Dhiana tidak ke kaffe,Wen?Bercinta dengan Giri?"
Pertanyaan yang lebih mirip pernyataan.Wheny menghela nafas,menatap Adrian yang memutar-mutar cangkir tanpa ia minum.
"Naiklah ke rooftop,Ndri..atau keluar dari kaffe."
Ucap Wheny dengan tatap serius.Adrian bangkit.Ia cukup tahu kekhawatiran Wheny.Adrian bangkit dengan tawa lirih,tertatih-tatih beranjak menaiki tangga dengan jas tersampir di pundaknya.
Saat sampai di rooftop Adrian berdiri dengan terhuyung.Menatap lampu-lampu kendaraan di bawah sana yang seperti bintang-bintang.
"Seperti bintang kan,Ndri?"
Terngiang ucapan Dhiana,di sini,di tempat ini,sambil menyandari bahunya.Menikmati semilir angin malam.
"Dasar pecinta bintang,apa aja seperti bintang.Kunang-kunang juga."
Ledek Adrian kala itu,sambil memencet hidung Dhiana gemas.
Dhiana itu puitis.Penggila karya-karya Khalil Gibran."Kan mungil-mungil seperti bintang,Ndri..coba deh lihat lagi,dari sudut pandang yang indah,mereka merayap,berkedip-kedip."
Ucap Dhiana lagi sambil menunjuk lampu-lampu mobil yang bergerak perlahan.Adrian tertawa.
"Emang bintang merayap?"
Tanyanya geli.Tawa mereka meledak dalam bahak.Masih menggema di atas rooftop ini.Masih terasa pukulan-pukulan halus Dhiana yang sewot tapi ikut tertawa dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
🅺🅸🅻🅻🅴🅳 🅳🆁🅴🅰🅼 ( 🆃🅷🅴 🅴🅽🅳 )
Romance(CERITA INI PENUH DENGAN KONTROVERSI, MENGURAS EMOSI, YANG MENYUKAI KEHIDUPAN HARMONI DAN DAMAI MOHON BIJAK MENYIKAPI) # 1 Tarbiyah (18 Agustus 2021) # 1 hikma (15 Sep. 2021) # 1 demensia (22 Agustus 2021) # 3 edukasi dari 43...