*18.
Dan...
Hanya dalam hitungan detik,
Sebuah kejutan besar membuat semua terhipnotis diam tak berkutik.Tiba-tiba Giri menubruk Nindy dengan sebuah dekapan erat .Entah merasa seakan sekarat atau kiamat, Dhiana merasa detak jantungnya tamat.
"Nindy...kemana saja kamu?"
Hening,
Tak bergeming,
Nindy dalam dekapan Giri merasakan atmosfir seakan terhenti. Mati. Di bunuh mimpi."Nindy? Kenapa kamu diam saja, Sayang?"
Giri bertanya kebingungan. Tetap mendekap Nindy, menciumi rambut panjangnya yang tergerai harum.
Glekk!!
Dhiana menelan ludah dengan susah payah. Entah bagian otak Giri mana lagi yang mengalami kegagalan. Frontal lobe yang mengendalikan kemampuan kognitif yang penting. Seperti pengendalian emosi, daya pikir, kepribadian atau pembuat keputusan?Ataukah talamus yang bertanggung jawab pada memory?
"Eh..Adhi..aku..aku..."
Nindy tergagap. Tersadar seketika, dan terbangun dari mimpinya. Mengurai pelukan. Menatap Dhiana tidak nyaman. Membuang pandang. Tak berani bertemu mata Dhiana yang tampak gamang.
Dhiana berkerut. Adhi?Maksudnya? Megapa Mey menyebut Giri-Adhi? Meski itu juga nama Giri tapi...
Adrian mengatur nafasya baik-baik. Berusaha menjadi 'penengah'untuk mereka.
"Eh..Dhi...Mey ini...Mey.."
Suara Adrian seperti tercekat di kerongkongan. Bagaimana ia harus jelaskan pada Dhiana bahwa...
"Mey adalah Nindy."
Akhirnya Adrian bisa ucapkan itu dengan satu tarikan nafas. Tanpa berani menatap Dhiana. Bagaimana ekspresi Dhiana?Shockkah? Marahkah?Kecewakah? Adrian benar-benar tak berani melihatnya.
Sungguh!
Ia tak ingin tertawa di atas air mata Dhiana. Ia tak ingin balas dendam.Ia..."Maksudnya?...Maksudnya gimana ya?"
Dhiana bertanya bingung. Masih berharap pendengarnya keliru. Masih berharap ini hanya mimpi buruk.
Nindy?
Nindy adalah Mey? Masa lalu Giri? Yang tak lekang walau di gerogoti dimensia?"Kalian kenapa?"
Giri bertanya heran melihat Nindy dan Adrian saling tatap dan tampak bingung.
"Gii..."
Adrian menyentuh lembut bahu Giri. Sentuhan lembut yang membuat Giri menoleh kaget. Adrian menatapnya prihatin. Entah kemana rasa kesalnya dan dendamnya yang tadi siap mencuat. Tiba-tiba menguap.
"Ini Nindy masa lalu kamu."
Adrian menggantung ucapannya, menunjuk Nindy. Lalu menujuk Dhiana sambil melanjutkan pelan tapi tegas.
"Dan ini Dhiana, istri kamu. Masa depan kamu."
Glekk!!
Dhiana menelan ludah. Melihat Giri masih bingung dan Adrian berlaku bak super hero. Apa maksudnya? Menutupi segalanya? Bahwa Nindy adalah Mey? Untuk apa? Untuk mengguncangnya?Tapi tak kan ia biarkan Adrian menang dengan segala niat busuknya. Pekik batin Dhiana. Berburuk sangka.
Semampunya ia bangun self image di tengah porak poranda hatinya.
"Gii.."
Geletar Dhiana dengan senyum. Susah payah membangun ketegaran yang nyaris ambruk.
Menyentuh lembut bahu Giri. Menatapnya dengan sepasang mata penuh genangan air mata. Mati-matian ia tahan agar tidak jebol. Ya Robb tunjukkan keajaiban-Mu agar ingatan Giri tidak terlalu kacau balau.Harap batin Dhiana.
KAMU SEDANG MEMBACA
🅺🅸🅻🅻🅴🅳 🅳🆁🅴🅰🅼 ( 🆃🅷🅴 🅴🅽🅳 )
Romance(CERITA INI PENUH DENGAN KONTROVERSI, MENGURAS EMOSI, YANG MENYUKAI KEHIDUPAN HARMONI DAN DAMAI MOHON BIJAK MENYIKAPI) # 1 Tarbiyah (18 Agustus 2021) # 1 hikma (15 Sep. 2021) # 1 demensia (22 Agustus 2021) # 3 edukasi dari 43...