10. Lamaran?

544 97 16
                                    

Semua menatap ke arah ku, membuat rasa gugupku semakin menjadi. "Sebelum menjawab, aku masih ada beberapa hal yang harus aku dan kak Taeil bahas. Bisa kami berdiskusi berdua lebih dulu?" ucapku takut-takut.

Ku lihat Taeil menganggukkan kepalanya beberapa kali, mencoba meyakinkan kedua orang tuanya yang menatap penuh tanya.

"Bisa, kalau memang pembicaraannya khusus untuk kita berdua. Ayo, di luar." Kak Taeil pergi terlebih dahulu meninggalkanku yang masih gugup dan sedikit bergelut dengan pikiranku sendiri. Hingga remasan pelan tangan ibu menyadarkanku untuk segera menyusul kak Taeil keluar.

Aku mengedarkan pandanganku keseluruh teras rumah mencari keberadaan kak Taeil, "Kak?"

"Di sini." kak Taeil memunculkan setengah badannya di balik pintu gerbang. Pun, aku segera menyusulnya ke luar.

Lelaki itu duduk di bagasi mobilnya, membiarkan bagasinya terbuka lebar dengan lampu yang dinyalakan. Jalanan depan rumah malam ini tidak begitu ramai sejak terjadinya pembatasan kegiatan. Membuat suasanya cukup sepi.

"Gimana, kamu siap?"

"Aku siap, kak, yang jadi pikiranku itu perlu kita sepakati atau bahas mengenai finansial bersama, tempat tinggal setelah menikah, anak dan pola asuhnya bagaimana, pekerjaan dan pendidikan, aturan dan batasan yang bakalan kita terapkan bersama, terus e-em kehidupan seksual."

Aku menatap kak Taeil tepat dimaniknya, "Bukannya aku ragu terhadap kakak tapi,"

"Itu memang perlu dibahas dek, aku bersyukur kamu ingatkan. Malahan bagus kamu bahas hal ini, berarti kamu memikirkan keputusan kamu secara matang."

Aku menghela napas lega saat mendengar ucapan kak Taeil. "Mengenai finansial kayaknya aku bisa jualan online gitu sambil kuliah, bagaimana menurut kakak?"

Kak Taeil menggelengkan kepalanya membuatku bingung, "Kalau itu aku maunya kamu fokus kuliah, soal finansial biar aku aja. Rumah juga sudah ada, kamu tahu sendiri lokasinya gak jauh dari sini, di tengah-tengah antara rumah ibu aku dan orang tua kamu. Fasilitasnya juga udah aku lengkapin semua dari lama." ucap kak Taeil.

Obrolan kami berdua pun terus berlanjut, meminta pendapat satu sama lain dan berusaha menemukan jalan tengah terbaik ketika memiliki perbedaan pendapat.

Kak Taeil tampak sabar mendengar setiap perkataanku yang ku sadari jika malam ini lebih cerewet dari biasanya. Bahkan lelaki itu sesekali nampak tersenyum di tengah-tengah obrolan kami ketika aku mengutarakan semua pikiranku.

Sepertinya priaku ini, eh, astaga, lupa.

Kak Taeil masih berstatus sebagai calon priaku.

Mungkin ia maklum dengan diriku yang tiba-tiba cerewet. Ya iya lah, ini soal pernikahan. Bagiku pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Sebuah tanggung jawab seumur hidup. Jadi, harus dibicarakan dengan matang hingga ke setiap detail terkecilnya.

"Sepakat nih kita?" pertanyaan final yang dilontarkan kak Taeil.

Aku mengangguk membuat senyum terukir lebar di wajah tampan kak Taeil.

"Secepatnya aku buat perjanjian pra-nikahnya ya, nanti kita tanda tangani bareng-bareng." ujar kak Taeil sembari beranjak dari duduknya. 

Pun, aku segera melakukan hal yang sama dengannya. Kak Taeil berjalan mundur dan menutup kembali bagasi belakang mobilnya. Kemudian berjalan ke arah samping, menuju kursi kemudi guna mematikan lampu mobil. Setelah dirasa beres, aku dan kak Taeil kembali masuk ke dalam rumah. Kami sudah cukup lama berada di luar ternyata setelah ku lihat jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang