14. Astaghfirullah, Mulutnya

567 93 25
                                    

"Assalamualaikum, mas, sarapannya udah siap." aku membuka pintu kamar dan mendapati mas Taeil masih bergelung di dalam selimut. Alisku mengernyit saat melihatnya seperti itu, tidak seperti biasanya. Biasanya pria itu sudah ku temukan rapi dengan pakaian kantornya.

Aku pun bergegas menghampirinya, bibir mas Taeil tampak pucat dengan keringat memenuhi pelipisnya. "Mas?" panggilku disambut dengan lirihan mas Taeil. Aku duduk di pinggiran kasur, menatapnya intens, ku arahkan telapak tanganku menyentuh dahinya. "Ya ampun mas, mas demam. Tunggu sebentar ya, adek ambilin sarapan bawa ke sini sekalian sama obat penurun panas."

"Dek, mas pingin makan soft cookies buatan kamu." ucap mas Taeil dengan lirih, ia terlihat sangat lemas saat ini.

"Iya, nanti aku coba bikinin. Tapi, aku minta maaf ya mas kalau soft cookiesnya nanti gak terlalu enak. Aku belum pernah bikin sebelumnya."

Mas Taeil tersenyum dan menganggukan kepalanya pelan.

"Tapi mas harus sarapan dulu ya, terus minum obat." Lagi, lagi ia mengangguk pelan menanggapi ucapanku. "Adek ambilin dulu sarapannya."

Aku bergegas keluar kamar dan menyiapkan sarapan juga obat penurun panas untuk mas Taeil. Syukurnya hari ini mata kuliahku hanya satu itu pun dosennya tidak dapat mengisi jadwalnya hari ini karena ada pertemuan dengan tamu penting di kampus ujar beliau tadi malam melalui group chat.

***

"Mas, udah izin ke kantor?" mas Taeil yang sibuk mengunyah sarapannya menggeleng lemah. "Yaudah sini hp mas, aku teleponin temen kantor mas buat minta tolong izinin mas."

Ku letakkan piring yang masih berisi banyak di samping mas Taeil yang duduk bersandar di tempat tidur. "Ada di atas nakas, dek." jawabnya setelah menelan sarapannya. "Telepon Tio aja."

"Kak Tio?" tanyaku memastikan.

"Iya."

Aku mengangguk dan segera menghubungi kak Tio, salah satu kerabat dekat mas Taeil juga yang jebetulan satu divisi di kantor. Tak lama setelah kak Tio mengiyakan izin mas Taeil dan juga mendoakannya untuk cepat sembuh sambungan telepon pun berakhir dengan jawaban salam dariku. Pun, aku lanjut menyuapi mas Taeil sarapannya.

"Dek, udah. Mas kenyang banget."

"Mas baru makan 5 sendok loh." ujarku sembari menatapnya dengan khawatir, nasinya pun masih terlihat mujung.

Ia menggeleng lemah, "Mas kenyang banget, perut mas begah rasanya. Mual." lirihnya.

"Yaudah, mas minum obat kalau gitu terus istirahat. Kalau masih mual, nanti aku bikinin teh hangat."

Aku menyerahkan satu butir obat penurun panas ke mas Taeil yang langsung diminumnya. Ku raih gelas yang airnya tinggal setengah setelah ia selesai minum obat lalu meletakkannya di samping piring yang sebelumnya ku simpan di atas nakas. Kemudian membantu mas Taeil merebahkan tubuhnya, menyelimutinya hingga batas dada.

Ku elus puncak kepalanya dengan lembut, "Mas istirahat ya, aku izin keluar bentar ke mini market depan komplek buat beli bahan untuk bikin soft cookiesnya."

"Maaf ya, kamu harus jalan kaki ke minimarketnya. Nanti deh mas beliin motor. Motor kamu yang dulu biar di rumah aja di pakek ibu atau si adek."

"Gapapa mas, lagian mini marketnya deket ini. Gak usah mas, bulan ini aja pengeluaran mas banyak banget beli kursi, macbook, segala macam buat aku."

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang