16. Pain Killer

482 75 25
                                    

"Udah ya, dek, tenang. Mas gak tega lihat adek nangis kejer begini." guman mas Taeil lembut sembari mengusap punggung ku yang berada di dalam rengkuhannya.

"Hiks, aku capek mas, capek banget. Hiks,, hiks..." lirihku disela-sela isak tangisku.

Entah lah, hari ini rasanya baik fisik mau pun batin ku terasa begitu lelah hingga tanpa sadar aku menangis histeris yang membuat mas Taeil panik. Ia yang tadinya sibuk berkutat di hadapan laptopnya langsung meninggalkan pekerjaannya dan menghampiri ku. Ia memelukku erat, tidak bertanya karena ia paham betul kapan harus bertanya dan kapan saatnya ia me-comfort ku dengan memberi ku pelukan hangat.

Mas Taeil berjongkok di hadapanku yang tengah duduk di atas kursi meja belar yang beberapa bulan lalu dibelinya, ia genggam tanganku erat. "Istirahat ya, biar makan siang mas yang bikin." ucapnya sembari menatapku dengan khawatir.

"Aku udah masak makan siang sekalian tadi waktu mas ke kantor sebentar. Gak bisa mas, aku siang ini presentasi. Tapi kelompok ku ilang-ilangan, gak ada kabar sama sekali. Materinya lumayan banyak, makalahnya belum selesai, belum lagi harus buat powerpoint."

"Yaudah, ayo mas bantu selesaiin makalahnya. Kamu tenang dulu, cuci muka terus ambil laptop. Nanti mas yang ketik kamu rangkum dulu materinya, sekalian kamu pahami. Pasti jadi kok."

Aku mengangguk lemah kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka seperti yang dikatakan mas Taeil barusan.

Beberapa menit kemudian, setelah mencuci muka dan menginkat cepol rambut ku, aku kembali menghampiri mas Taeil yang sudah siap duduk di meja makan. Laptop ku sudah menyala di hadapannya. Tidak lupa buku rujukan yang memang sudah ku taruh sepaket dengan laptop di atas meja belajar ku. Ada beberapa toples cemilan dan juga soft drink juga di atas meja.

"Nah kan, makin kelihatan cantik." ujarnya saat aku sudah mendudukkan diri di sampingnya. Mas Taeil mengusap puncak kepala ku lembut dan tidak lupa mengecup kelopak mataku. Hal yang sering ia lakukan setelah aku mengangis. "Yuk mulai, kita kebut makalah sekaligus power pointnya." serunya yang bahkan lebih semangat dari ku.

Ku akui entah kenapa akhir-akhir ini aku lebih sensitif dari biasanya. Hal itu membuatku merasa bersalah terhadap mas Taeil yang kadang bingung akan tingkah baru ku tersebut.

***

"Sekian dari saya, kurang lebihnya mohon maaf. Selamat siang." tutupku setelah menyelesaikan dua sesi tanya jawab.

"Terima kasih atas persentasi, tenang saja ibu cukup jeli melihat mahasiswa ibu mana yang aktif dan yang tidak aktif dalam mengerjakan tugas kelompok."

Aku tersenyum dan mengangguk pelan menatap ke arah kamera, "Terima kasih, ibu." ucapku yang dibalas dengan senyuman oleh beliau. Sepuluh menit kemudian kelas di tutup sesaat setelah diumumku jika tugas PAS akan diberikan pada minggu yang akan datang.

Aku menutup laptop ku setelah lampu kecilnya benar-benar redup, menatap mas Taeil dengan senyum lebar. Iya, selama kelas tadi ia sibuk memperhatikanku. Duduk diam selama hampir 2 jam lamanya. Ia mengangkat kedua jempolnya dengan senyum sumringah. "Good job, humairamya mas." Mas Taeil menghampiriku dan langsung membawa tubuhku ke dalam dekapannya.

"Mas, terima kasih banyak." gumanku, "Maaf kalau akhir-akhir ini aku sering banget ngeropitin mas. Mulai dari sering nangis sampai tadi, bantuin aku buat makalah sekaligus PPT-nya." ku rasakan anggukan kecil di atas kepala ku.

"Syutt, jangan minta maaf terus ya. Bukan lebaran loh ini." candanya.

Aku tertawa mendengarnya. "Mas?" panggilku. Ia menoleh menatapku dengan alis mengernyit, "Kenapa hmm?" tanyanya lembut.

"You're my pain killer. Setiap aku merasa kesulitan, mas selalu ada buat aku. Selalu bantu aku nyelesaiin masalahku padahal masalah di kantor mas juga banyak, tapi aku selalu diprioritaskan. Beruntung banget aku punya kamu di hidupku. Mas, I love you." aku langsung menenggelamkan wajahku di dada bidangnya. Pipiku terasa memanas saat ini, makin menjadi saat kekehan mas Taeil terdengar.

"Ya Allah, gemas banget istriku. Tapi sebenernya aku yang beruntung bisa punya kamu yang ngegemesin ini di hidupku." ia mengangkat tubuhku, di dekapnya erat sembari mengayunkan tubuh ku ke kiri dan ke kanan.

Tawa kami menggema di ruang makan. Karena hanya kami berdua jadi suaranya menggema menguasai ruangan. "Ini kalau ada duplikatnya kamu, bakalan lebih gemes kali ya?" ucap mas Taeil diakhir tawanya.

Aku yang paham maksudnya apa tersenyum simpul, "Mas mau?" tanyaku pelan.

"Mau." jawabnya mantab. "Tapi nikmati aja dulu masa-masa pacaran halal kita. Kalau udah waktunya, nanti kita bakalan dikaruniai kok sama Sang Pencipta." ucapnya lugas.

"Btw," ada jeda dalam kalimatnya. Aku mendongak menatapnya dan menunggu kalimat yang akan ia lontarkan. "I love you more." bisiknya tepat di telingaku yang sukses membuatku sedikit merinding.

Tbc...

Note:
Saya selaku author work ini mohon maaf dan sadar betul jika work ini alurnya sangat-sangat lamban dan membosankan:(

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang