06. I'm Ok

1.4K 208 44
                                    

Happy reading, guyseu. ❤❤

Aku menghela nafas panjang sesaat setelah menyampirkan mukenah di gantungan kayu yang terletak di pojok musholla lantai tiga gedung rektorat. Memilih menunaikan kewajiban, —sholat ashar— terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.

Kemarin enak-enakan jalan sama kak Taeil yang nepatin perkataannya beberapa hari yang lalu saat pergi membelikan kado untuk teman-temannya. Eh, ternyata hari ini aku harus ke kampus.

Yup, dari pagi aku sudah berada di kampus. Hari ini setelah mendapat info dari dosen PAU untuk mahasiswa yang belum melakukan registrasi ulang pada semester genap untuk segera mengurusnya, apalagi bagi mahasiswa yang melakukan penangguhan untuk semester kali ini.

Dari tadi aku bersama kak Lisa, kakak tingkat semester empat yang sudah ku kenal sejak SMP. Kebutulan juga aku dan kak Lisa masih satu desa.

Dari pagi mengurus berkas, meminta tanda tangan dosen PAU, tanda tangan kaprodi, dan yang paling membuat menunggu lama tentu saja meminta tanda tangan dari dekan. Belum lagi kembali ke loket pembayaran untuk meminta slip pembayaran lalu ke bagian keuangan untuk meminta stempel dan tanda tangan dari kepala pemimpin bagian tersebut dan terakhir surat penangguhan itu dikumpulkan lagi di bagian loket dekan. Huh, ribet.

Tepat jam lima sore aku baru selesai mengurus semuanya. Tadinya berencana untuk pulang bersama dengan kak Lisa tapi ternyata papanya sudah menunggu di depan kampus.

“Paman es kelapa mudanya dua.” aku mendudukan diri di bangku yang ada di kedai es kelapa muda Paman Zico atau kerap dipanggil Iko oleh warga yang berada di depan gang komplek tak jauh dari pos keamanan.

“Wih ini nih neng yang jarang banget keluar rumahnya. Kabarnya gimana neng?” tanya paman Zico sembari menyiapkan pesananku.

“Alhamdulillah sehat paman.” balasku.

“Makin cantik aja si neng.”

“Heh, kang kopi inget ya dia itu miliknya bang Taeil jangan digodain.”

Aku hanya tersenyum kecil melihat perdebatan antara Lucas dan juga Mark yang kebetulan lagi minum es kelapa muda duduk di bangku yang di sediakan paman Zico. Ada Yohan juga anak komplek sebelah yang satu angkatan dengan Lucas dan Mark di sekolah yang sama dengan kami.

“Loh, eneng geulis sama mas Taeil pacaran?” ucap paman Zico, “Tapi kok ya paman gak pernah liat kalian berdua jalan ya?”

“Mereka mah santuy kali paman, gak kayak si Lucas sering jalan tapi cuma temenan. Mereka mah nanti juga diem-diem nyebarin undangan, tunggu aja.” itu Mark yang nyahut.

“Awokwokwokwok.” langsung disambut tawa sama Yohan. Soalnya muka Lucas udah sepet banget.

“Lucas mah gitu, kecilnya dulu suka nonton chalkzone. Eh, gedenya malah kejebak friendzone.” goda Yohan yang malah membuat Lucas semakin menekuk wajahnya kesal.

“Pamit dulu ya paman. Cas, Mark, Han aku duluan ya.” pamitku setelah membayara es kelapa muda tersebut.

"Hati-hati neng geulis."

"Hati-hati calonnya bang Bulan."

***

“Selamat datang.” aku terkejut saat mendapati Kak Taeil berdiri di belakang gerbang rumah, membukakan gerbang untukku. Menyambutku seperti sambutan yang diberikan oleh kasir alfamei.

“Loh, kakak udah lama di rumah?” tanyaku sembari memasukkan motorku sementara kak Taeil menutup gerbang kembali.

“Gak terlalu lama sih. Ibu bilang kamu ke kampus dari pagi. Bukannya kamu masih libur?” kak Taeil membantuku membuka helm dan merapikan jilbab yang sedikit berantakan.

Aku mengangguk lesu, sumpah capek banget rasanya hari ini taik turun tangga. Belum lagi bolak-balik untuk fotocopy berkas-berkasnya.

“Ngurus surat penangguhan tadi, spp-nya baru bisa dibayar setengahnya sama ibu sama bapak.” jawabku pelan.

Kak Taeil tersenyum, tangannya terulur mengusap kepalaku lembut. “Semangat dong, kakak tau kamu pasti capek banget. Tapi semangatnya gak boleh luntur gitu aja, bapak sama ibu aja gak pernah luntur tuh semangatnya. Kamu juga harus gitu, bikin mereka bangga.” ucap kak Taeil yang entah ada magic atau apa pun itu yang pasti kalimatnya barusan sukses membuat senyumku mengembang.

“Kak, minta peluk boleh?”

“Nanti kalok dilihat ibu atau bapak minta nikahnya dipercepat lagi, emang kamu siap kalok nikahnya dipercepat?”

“Gak jadi deh kalok kayak gitu. Kita nikahnya nanti waktu umur aku genap 20 gak apa-apa kan?”

Kak Taeil mengangguk jangan lupa senyum manis yang selalu menghiasi wajah tanpannya yang malah membuatku semakin nyaman menatap wajah tuduhnya.

“Kakak siap kapan pun kamu siap. Nunggu kamu umur 20 ayo, tapi harus tahan diri kalok mau minta peluk kayak tadi.” kata kak Taeil, “Oh ya kakak mau nyampain sesuatu sama kamu.”

“Ya ayo di dalam ngomongnya, kebetulan aku beli es kelapa muda tadi di paman Zico.”

Aku mempersilakan kak Taeil untuk duduk di ruang tamu, sementara aku ke dapur untuk mengambil gelas dan sendok sebagai wadah es kelapa muda.

“Silakan kak diminum.” aku meletakkan gelas berukuran besar satu di hadapan kak Taeil.

“Kakak mau ngomong apa?” tanyaku setelah kak Taeil selesai tegukan pertama es kelapa mudanya.

“Kakak mau ke luar kota, dipindahin kerja ke Jogja.”

Aku terdiam mencerna setiap ucapan yang dilontarkan kak Taeil, “Berapa lama?” tanyaku sembari menatap maniknya dengan tatapan sendu.

Ia menggeleng pelan, “Gak tahu, sampai perusahaan di sana stabil lagi. Mungkin butuh waktu lama.” jawabnya pelan ia meraih tangan kananku menggenggamnya erat seolah enggan untuk melepasnya.

“Terus kita gimana?” tanyaku mencari kepastian.

“Kakak percaya sama kamu kalok kamu bisa jaga hati buat kakak selama kakak di Jogja. Begitu pun dengan kamu musti percaya juga sama kakak kalok hati kakak cuma buat kamu. Kedengarannya chessy banget, tapi beneran kamu bisa rasain gimana perasaan kakak ke kamu, kan?”

Aku hanya mengangguk lemah dan terus menatap kearah tangan kami berdua yang saling menggenggam erat.

“Gak apa-apa kalok aku tinggal?”

“I'm ok, kak.” balasku sembari mengukir senyum walaupun dalam hati rasanya tak rela untuk berjauhan dengannya. Tapi, ini kan tuntutan pekerjaannya jadi mau bagaimana lagi.

Tbc…

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang