07. All Day Long

1.1K 171 12
                                    

“Pokok hari ini kita gunain untuk quality time seharian penuh.” ucap Kak Taeil yang dari jam tujuh pagi udah ada di rumah.

Sekarang udah jam 08.30 pagi, bapak udah pergi kerja sementara ibu pergi ke pasar beli bahan masakan untuk makan siang nanti, dan si adek tentu saja pergi sekolah karena memang sekolah dan kuliah itu durasi liburnya beda.

Syukurnya aku sudah mandi sejak subuh tadi, walaupun libur harus tetap rajin mandi ya guys. Jadi kalaupun diajakin keluar sama kak Taeil tinggal ambil tas aja.

“Iya, terus kakak maunya gimana?” tanyaku. Saat ini kami tengah duduk di teras rumah ditemani dengan Green Tea dan stoples biskuit coklat.

“Kalok kamu maunya gimana?” tanyanya balik.

Malah ditanya balik, hiks.

“Aku sih maunya main ke Panti.” jawabku.

Kak Taeil menatapku dengan alis terangkat, “Pantai mana, ini bukan weekend terus udah siang gini mana asik ke pantai enakan waktu sunrise atau sunset gitu.” kata Kak Taeil.

“Ih, bukan pantai tapi panti, kak. Maksud aku tuh panti asuhan gitu. Seru tau main sama anak-anak disana, kita bisa cerita terus bisa belajar bareng sama mereka.” ujarku dengan semangat.

Kak Taeil menggaruk tengkuknya yang ku yakini tidak gatal tersebut, “Aku kira kamu bilang pantai tadi, ya udah ayo ke panti yang ada di daerah Xxxx yang dekat sama Gramedia itu, kan?” tanya Kak Taeil yang langsung mendapat anggukan dariku.

“Iya kak, panti yang itu. Kakak mau gak?” tanyaku memastikan.

“Ya mau dong, banget malah. Pasti seru tuh main sama anak-anak di sana. Nanti aku mau main bola ah sama mereka, udah lama ini gak main bola.” jawabnya tak kalah semangat denganku.

Sekarang kak Taeil malah terlihat jauh lebih antusias dari pada aku.

“Yaudah sekarang aja, kamu mau ganti baju atau pakek yang itu aja?” tanya kak Taeil setelah menandaskan green tea buatanku.

“Aku pakek ini aja,” syukurnya tadi pagi aku memilih memakai celana kain longgar warna hitam, tunik pink pastel dengan panjang selutut, dan jilbab berwarna hitam yang menjulur menutupi dada. “Tapi aku ambil tas dulu di dalam sekalian masukin ini.” ucapku sembari membereskan cangkir yang sudah kosong tersebut serta toples biskuit yang isinya masih terlihat penuh.

***

"Assalamualaikum, bu." sapaku saat melihat ibu Ais selaku pengurus panti ini tengah duduk di teras sembari menyulam.

Beliau yang tadinya sibuk menyulam langsung meletakkan sulamannya di atas meja, berdiri menyambut kedatanganku dan Kak Taeil dengan senyum ramah. "Waalaikumsalam, udah lama kamu gak kemari sama teteh Mitha. Gimana kabarnya, dek?"

"Alhamdulillah sehat, bu. Ibu sama adik-adik juga sehat-sehat aja kan?"

Senyum masih menghiasi wajah tenang bu Ais, "Alhamdulillah, dek, kami semuanya sehat. Dua hari yang lalu Yuli sempat kena deman karena main hujan-hujanan terus minum es juga. Kamu tahu sendiri kan Yuli anaknya kayak gimana." ujar bu Ais.

Aku mengangguk paham mengingat watak Yuli yang sedikit susah untuk dilarang untuk melakukan hal-hal yang mungkin bisa merugikannya.

"Oh ya, bu, aku kesini sama kak Taeil." ucapku memperkenalkan kak Taeil pada beliau.

"Saya Taeil, bu." kak Taeil meletakkan barang-barang yang sudah kami bawa di atas lantai dan menyatukan kedua tanganya lalu meletakkannya di depan dada sembari sedikit menundukkan badannya.

"Saya bu Ais pengurus panti ini, semoga betah ya berkunjung kesini. Mari masuk, anak-anak lagi pada main di halaman belakang."

***

"Huft..." aku menghela nafas lelah setelah seharian bermain bersama adik-adik panti. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 17.15 jadi setelah sholat ashar berjamaah di mushola yang ada di panti kami sempat bercerita lagi dengan adik-adik. Rencana awalnya bakalan pulang jam 16.00 sore malah kebablasan.

"Capek?" tanya kak Taeil setelah memasang safetybeltnya. Jangan lupakan tatapan teduhnya.

"Capek, tapi aku bahagia bisa ngeliat mereka ketawa kayak tadi." jawabku.

"Kakak juga bahagia ngeliat kamu main sama mereka. Kakak jadi bisa ngeliat sosok keibuan yang kamu punya. Apalagi waktu kamu sama Yuli, itu anaknya nempel mulu sejak tau kamu ada di panti." ujar kak Taeil sembari memulai menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya dengan kecepatan sedang.

"Yuli itu ngegemesin kak, yang lain juga sih. Tapi cuma dia kan yang pipinya gembul minta diuyel-uyel terus apalagi tingkahnya yang kadang manja, kadang juga bisa jadi panutan temen-temennya yang lain. Kayak tadi kalok aku dateng dia auto mode manja gitu, tapi kata bu Ais walaupun anaknya agak susah diatur dia yang paling rajin. Paling rajin bantu-bantu di panti, belajarnya juga kalah rajin aku. Dia pernah bilang, mau punya klinik yang bayarnya bisa dibarter pakek sampah plastik."

"Terus?" tanya kak Taeil walaupun ia fokus menyetir ia tetepa menyimak ceritaku.

"Aku tanya dong, kenapa mau bikin klinik dengan bayaran sampah plastik gitu. Katanya biar orang-orang di luar sana yang kondisinya sama kayak kedua orang tuanya dulu bisa terbantu. Gak terlalu terbebani lagi dengan biaya pengobatan, karena Yuli udah ngerti gimana susahnya cari makan untuk sehari aja apalagi buat biaya berobat."

"Semoga apa yang dicita-citakan Yuli sama anak-anak panti yang lainnya bisa tercapai, Aamiin."

"Aamiin, oh iya, kakak ingat Leo, dia cita-citanya pengen jadi polisi. Aku tanya juga kan kenapa harus jadi tentara, gak profesi yang lainnya. Tau jawabannya apa?"

Kak Taeil melirikku sekilas, "Yang jago jadi kipper itu kan. Emang apa jawabannya?"

"Iyes, yang itu. Karena ada temen sekolahnya cewek anak tentara terus temennya itu bangga banget kan punya papa tentara. Biar dibilang keren juga katanya."

"Hahaha, ada-ada aja si Leo."

tbc...

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang