08. Dek, yang bener aja?

1.1K 175 33
                                    

Hastag #Stayathome terus disemarakkan di media sosial oleh seluruh kalangan, untuk menghimbau masyarakat yang mampu bekerja ataupun belajar dari rumah dan menghindari kerumunan guna memutus mata rantai penyebaran corona virus yang telah menyebar di seluruh dunia.

Kak Taeil yang belum genap satu bulan di Jogja langsung ditarik pulang oleh bossnya dan melaksanakan himbauan pemerintah untuk work from home. Lagi pula untuk apa ia berdiam diri di Jogja jika tidak bisa bepergian dengan bebas untuk melakukan kegiatan kantor karena pandemi covid-19. Larangan itu juga demi kebaikan bersama, untuk memutuskan rantai penyebaran virusnya.

"Kak, gimana kuliah onlinenya?" tanya ibu yang baru memasuki area dapur dan mendapatiku duduk di depan meja makan dengan segelas air putih yang tinggal setengah bagian.

"Ribet bu, butuh waktu lebih buat mahamin materinya," jawabku. "Mungkin karena belum terbiasa kali ya, makanya aku ngerasa gitu." ujarku, lagi.

"Tetap semangat ya, kak, kalok mau manakan sesuatu buat teman belajar kasih tau ibu, nanti ibu bikinin."

"Iya bu, makasih."

***

Ngomong-ngomong soal kak Taeil, kami tidak bertukar kabar sejak empat hari terakhir. Terakhir ia mengabari kalau ia begitu sibuk mengurus kantor yang semakin menurun akibat pandemi. Jadi, aku sedikit ragu untuk menghubunginya terlebih dahulu, takut gangnggu. Tapi, sebelumnya aku mengingatkannya untuk tetap menjaga pola makannya dan memperhatikan pola tidurnya juga agar tetap sehat.

Sekarang sudah larut malam, tapi aku masih berkutat di depan meja belajarku dengan tugas-tugas kuliahku. Ku lihat langit tampak hitam pekat tanpa ada bintang yang menghiasi melalui celah-celah pentilasi jendela kamarku. Suasananya pun begitu sepi, hanya terdengar suara gorden jendela yang bergerak akibat tiupan angin dan dentingan jam yang menunjukkan pukul satu dini hari.

Drtttt... drttt...

Aku yang tadinya diam memperhatikan jam dinding sembari sedikit melakukan peregangan menoleh saat ponsel yang terletak di samping laptopku bergetar panjang. Tertera nama kak Taeil yang melakukan panggilan video. Segera ku raih jilbabku dan mengenakannya sebelum menerima panggilan kak Taeil, dan untung saja aku pakai piayam panjang malam ini.

"Assalamualaikmu." sapa kak Taeil dengan senyum khasnya. Btw, ia masih mengenakan baju koko dan juga peci menutupi rambutnya duduk di meja kerjanya, mungkin.

"Waalaikum salam."

"Kok kamu jam segini belum tidur, tadi aku iseng buka wassap kamu masih online aja?" tanyanya.

"Lagi ngerjain tugas aku, kak, belum jadi deadlinenya besok soalnya."

"Makanya dek, kalok punya tugas tuh dikerjain jauh-jauh hari sebelum deadline biar gak begadang gini, dicicil caranya."

"Loh kok kakak marah sih, ya aku udah nyicil tugasnya dari kemarin-kemarin kali. Tapi emang tugas mata kuliah ini banyak terus belum lagi nyusul mata kuliah lain yang deadlinenya mepet banget. Capek tau kak, punggung aku sampe sakit gini ngerjain tugas malah dapet omelan dari kakak. Sekalinya ngehubungin malah diomelin." aku mengalihkan pandanganku tidak menatap ke arah ponsel lagi. Kesel liat kak Taeil aku tuh.

"Loh bukun itu maksud kakak. Kakak gak mau kamu begadang gini, gak bagus buat kesehatan kamu. Beberapa hari yang lalu kamunya yang nasehatin aku buat merhatiin pola tidur, tapi kamunya sendiri malah begadang gini."

"Ya tapi perkataan kak Taeil itu loh seolah-olah aku males ngerjain tugas, padahal mah kak Taeil gak tau gimana pusingnya aku nyicil tugas yang terus dateng." ketusku, "Rasanya aku mau berhenti aja tau gak kak, saking capeknya. Capek badan, capek otak juga yang kerjanya jadi 2 kali lebih berat dari pada kuliah tatap muka."

"Gak boleh ngomong gitu, ingat gimana kerasnya usaha ibu sama ayah kamu."

Aku menunduk sembari memainkan jariku, entah kenapa tiba-tiba dadaku terasa sesak. Pun, tanpa sadar air mataku menetes. "Maaf kak, aku rasanya capek banget jadi agak emosional gini." lirihku.

Kak Taeil mengangguk di sebrang sana, "Eh, jangan nangis dong, dek. Iya kakak paham kamu capek, pelan-pelan aja ngerjainnya jangan terlalu paksain diri gitu. Kamu kalok gak paham materinya kasih tau kakak, nanti kakak minta tolong sama Johnny buat ngajarin kamu." terdapat jeda di percakapan itu. Tak lama, hanya persekian detik. "Kakak baru inget ini udah masuk minggu kedua bulan Juli, minggu biasa kamu dapet tamu, jadi mood kamu cepet berubah-ubah."

Aku cukup speechless mendengar perkataan kak Taeil mengenai jadwal periodku yang bahkan ia ketahui, kenapa ia seperhatian itu astagaaaa. Iya sih, dari bangun tadi pagi emang mood ku agak tidak kontrol membuat adikku yang tak bersalah menjadi sasaran pelampiasan moodku.

"Iya kak, makasih. Ini aku udah hampir jadi, tinggal aku revisi dikit lagi."

"Maafin kakak ya, kak Taeil gak bermaksud nyinggung kamu kakak juga lagi capek jadi agak gak ke kontrol gitu. Ayo dong, semangat ngerjain tugasnya. Jangan nangis lagi, pokok harus semangat." ujarnya dengan semangat mencoba menyalurkan semangatnya kepada ku. Dan itu, sukses kak Taeil lakukan.

"Iya, kakak semangat juga."

Aku ikut tersenyum saat melihat kak Taeil tersenyum sembari menganggukkan kepalanya pelan.

"Kak.." panggilku.

"Iya?" jawabnya lembut.

"Nikah yuk besok." aku sebenarnya malu mengatakan ini, tapi kok ini mulut tidak bisa dikontrol.

Lagian aku gemes banget sama kak Taeil, tipe-tipe lelaki yang minta diajak ke KUA secepatnya itu.

"H-ah, kamu ngomong apa?"

"Kita nikah besok." ulangku.

"Dek, yang bener aja?"

Tbc...


Edited

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang