01. Pertanyaan

4.5K 397 44
                                    

Waktu menunjukkan pukul delapan malam, aku baru saja selesai melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim, sholat isya. Setelah mengikat rambut hitamku yang panjangnya hanya sebahu itu lantas aku keluar kamar setelah mendengar panggilan ibu untuk segera makan malam bersama.

Ibu duduk berdampingan dengan ayah, sementara aku langsung mengambil tempat berhadapan dengan ibu dan adikku yang berumur 11 tahun berhadapan dengan ayah.

Makanan sudah siap nasi putih, sambal goreng tempe yang dicampur dengan kacang dan juga ikan teri, telur dadar, serta sayur bening bayam dan jagung. Sederhana namun itu terasa sungguh nikmat ketika kita memakannya bersama keluarga.

Tanpa perlu banyak bicara masing-masing kami pun mulai menyantap makan malam, tentu saja setelah membaca doa yang dipimpin oleh ayah. Di keluarga memang dibiasakan untuk tidak banyak bicara saat makan, takutnya hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti tersedak gitu.

“Kak?” panggil ayah setelah meneguk air minumnya.

“Iya, yah?”

“Kamu mau gak ayah nikahkan dengan nak Taeil?” tanya ayah, beliau menatapku dengan penuh harap.

“Hah, ayah beneran?” tanyaku tak percaya, “Aku baru 19 tahun sebulan yang lalu, loh, yah. Kuliah aja baru semester satu, itupun belum UAS.” tambahku.

“Ya gak apa-apa, kamu bisa lanjut kuliah ayah yakin nak Taeil mampu.”

“Ya kak Taeil emang mampu. Tapi, aku yang gak mampu, yah. Ngurus tugas kuliah, ngurus diri aja aku masih belum bisa gimana mau ngurus suami.” tanpa sadar intonasi suaraku meninggi, membuat ibu segera menghampiriku dan mengusap bahuku lembut.

“Tenang nak,” guman ibu mencoba menenangkanku.

Aku mengucap istighfar mencoba mengontrol napasku yang memburu.

“Tenang sayang, ayah kamu niatnya baik. Ayah cuma ingin yang terbaik untuk putri sulungnya, kamu dengar dulu baik-baik ya.”

Aku hanya diam tidak merespon ucapan ibu. Ku lirik adikku hanya diam, menyimak percakapan antara kami bertiga.

“Iya, ayah cuma ingin yang terbaik buat kamu. Nak Taeil orangnya baik, ahlaknya bagus, udah mapan lagi, dia juga ganteng. Kurang apa lagi nak Taeil, coba kamu pikir.” ucap ayah netranya tak lepas menatapku.

“Ayah sama ibu udah tua, nak, ayah cuma mau kamu dapat yang terbaik yang mampu membiayai hidup kamu dengan layak. Hutang ayah sama ibu juga banyak, bulum lagi biaya kuliah kamu dan sekolah adik kamu. Coba kamu pertimbangkan permintaan ayah untuk nikahkan kamu dengan nak Taeil.” kata Ayah panjang lebar.

Aku menggelengkan kepalaku. “Jadi ayah mau nikahin aku sama kak Taeil biar beban bapak berkurang gitu?” tanyaku tak percaya.

“Bukan gitu nak, ayah cuma mau yang terbaik. Kamu sama adik kamu itu anugrah terindah yang dikasih Allah ke ayah sama ibu, bukan beban seperti yang kamu pikirkan. Ayah cuma takut gak bisa biayain kamu ditengah-tengah nantinya, sayang kalau kamu tidak bisa lanjutin kuliah kamu. Ayah gak mau kamu gak bisa raih cita-cita kamu, kamu pengen kuliah S2 ke Singapura kan, kamu pengen jadi dosen, pengen mendirikan yayasan untuk orang-orang berkebutuhan khusus juga kan? Makanya ayah mau menikahkan kamu dengan nak Taeil, karena ayah sama ibu yakin sama dia kalau dia mampu bantu kamu wujudin cita-cita kamu itu. Kamu juga bisa bantu ayah dan ibu nanti, atau setidaknya bantu adik kamu.” ucap ayah panjang lebar.

“Coba kamu pikirin kedepannya, nak. Ayah sayang sama kamu.” ujar beliau sebelum pergi meninggalkanku dan ibu yang masih diam seribu bahasa.

“Pertimbangkan baik-baik, nak. Gih sana masuk ke kamar, istirahat, ini biar ibu yang beresin.” ibu menepuk bahuku pelan dan mengusap kepalaku penuh kasih sayang, beliau tersenyum, “Gih masuk kamar.” ujar beliau senyum menenangkan masih menghias wajah yang kini terdapat kerutan. Tatapan beliau begitu tulus penuh dengan cinta dan kasih sayang.

Tanpa kata, langsung ku peluk erat ibu menenggelamkan wajahku pada lekuk leher beliau, “Bu, kakak masih mau fokus kuliah dulu sampai S2.” gumanku.

“Iya, ibu tau. S1 mungkin ibu sama ayah masih mampu biayain kamu, kalok S2 doain aja ibu sama bapak panjang umur, sehat terus, dan orang-orang masih percaya ngasih pinjaman sama ibu dan ayah.”

Aku menggelengkan kepalaku, “Jangan nambah hutang lagi, bu.”

Sungguh aku sangat sakit hati ketika mendengar cemoohan tetangga sekitar rumah. Walaupun ibu terus mengingatkan ku untuk tidak terlalu diambil hati perkataan mereka. Tapi tetap saja, itu sulit bagiku.

Iya, aku tahu mereka memang keluarga berkecukapan. Tapi hei, ingat dunia itu berputar tidak selamanya kita berada di atas ataupun sebaliknya.

Ibu malah terkekeh kecil, namun aku tahu terdapat pilu dikekehan beliau. “Gih masuk kamar, langsung istirahat.”

Apa yang harus ku lakukan saat ini?

Apa ini takdir yang sudah dituliskan Allah untukku?

TBC…

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang