Setelah beberapa saat mencoba membangunkan anak kecil di depannya, Tang San masih tidak mendapatkan tanggapan. Karena itu, dia menggendong anak kecil itu ke rumahnya.
Tang San tidak tahu mengapa, tapi melihat anak kecil ini rasanya ada sesuatu yang aneh. Kondisinya pasti tidak benar baik-baik saja. Hanya saja, Tang San tidak tahu apa itu.
Secara mengejutkan, Tang San melangkah dengan stabil di jalan menurun yang tidak rata ini, bahkan dengan tambahan berat yang ada di tangannya. Menurutnya, anak kecil di tangannya ini sangatlah ringan.
"Hmm?"
Setelah mencapai lingkungan yang datar dekat rumahnya, Tang San merasakan bahwa anak kecil di tangannya bergerak.
"Kamu sudah bangun? Tunggu sebentar, aku akan membawamu ke rumahku," ucap Tang San sambil tersenyum melihat anak kecil yang sedang menatapnya dengan waspada.
Anak kecil itu mendengar Tang San. Mungkin karena merasa Tang San tidak akan berbuat buruk padanya, dia menelusup ke dada Tang San, menutupi wajahnya sepenuhnya.
Anak kecil juga tidak tahu mengapa, orang yang kini tengah menggendongnya ini membuatnya merasa aman.
Meskipun dia baru pertama kali melihat, ada rasa percaya sepenuhnya di dalam hatinya.
Hanya saja, berbeda. Perasaan, bau ... mereka, bukan jenis yang sama.
☆☆☆
Keluarga Tang San tinggal di sisi barat Desa Roh Kudus, di samping tempat kepala desa. Rumah bata lumpur tiga kamar bisa dikatakan paling kasar di seluruh desa. Itu memiliki plakat kayu satu meter dengan diameter di atas pintu, dicat dengan palu sederhana. Palu di dunia ini adalah simbol yang paling luas dari seorang pandai besi.
Betul. Ayah Tang San, Tang Hao adalah seorang pandai besi, satu-satunya pandai besi di desa.
Di dunia ini, pandai besi bisa dikatakan sebagai profesi yang paling sederhana. Ini karena tidak ada senjata terbaik dunia ini, untuk alasan tertentu, dibuat oleh pandai besi.
Sesampainya di rumah, mereka berdua disambut oleh bau harum nasi yang matang. Bukan Tang Hao yang memasak, itu adalah Tang San yang memasak nasi sebelum naik ke bukit.
"Untung saja tidak telat." Tang San menghela napas lega.
Setelah masuk ke rumah, dia menurunkan anak kecil tadi dari tangannya lalu mengantarnya untuk duduk. "Kamu tunggu di sini. Aku akan menyiapkan makanan."
Anak kecil itu mengangguk. Tubuhnya sedikit menyusut, tampak tidak nyaman dengan lingkungan yang tidak dia kenal.
Sesampainya di depan konter dapur, Tang San berdiri di bangku kayu dengan tenang, mengangkat tutup panci masak besi besar, aroma harum beras keluar. Bubur kuali telah dimasak secara menyeluruh untuk waktu yang lama.
Mengambil tiga mangkuk yang sudah usang dengan lebih dari sepuluh takik dari meja ke samping, Tang San dengan sangat hati-hati memasukkan bubur ke dalam tiga mangkuk itu dan meletakkannya di atas meja.
Bubur itu jelas tidak cukup untuk mengisi nutrisi perut, namun mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa keluarga Tang San siapkan untuk makan sehari-hari.
"Ayah, ayo makan!" Tang San memanggil.
Setelah itu, Tang San duduk di samping anak kecil. Dia memberikan sendok. "Nah, ayo makan dulu."
Anak kecil itu menatap Tang San dengan heran. "Aku boleh makan?"
Tang San tidak bertanya mengapa anak kecil itu menanyakan hal seperti ini. Dia hanya menjawab iya sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Douluo Dalu: Destiny
Fanfiction[Bukan Novel Terjemahan] Sejak hari itu, Cheng Xia dinobatkan sebagai orang yang paling tidak berguna. Orangtuanya yang menaruh harapan tinggi padanya langsung berbalik meninggalkan dia. Namun suatu hari, setelah kunjungan seorang peneliti ke rumah...