Chapter 19 - Rasa Suka Yang Berbeda

1.4K 197 27
                                    

jangan lupa vote dan komen

Selamat Membaca 📖

Cheng Xia tersadar dari terkejutnya saat pantatnya mengenai lantai.

Mungkin karena sudah lama mereka tidak memiliki kontak fisik yang intim seperti ini, sama halnya dengan Tang San yang menahan kepala Cheng Xia, dia juga mengalungkan kedua tangannya ke leher Tang San, membalas ciuman Gegenya itu dengan cukup agresif.

Pada awalnya, bibir mereka hanya saling menyentuh, menyalurkan rasa rindu dengan perasaan yang lembut.

Namun saat lidah panas Cheng Xia menyentuh bibir Tang San, menggodanya untuk hal yang lebih, Tang San tidak segan untuk membuka mulutnya, memasukkan lidahnya sendiri ke dalam mulut mungil Cheng Xia.

Mata Tang San terbuka, dia ingin melihat bagaimana rupa Cheng Xia di saat seperti ini. Tentu saja dia disuguhi oleh wajah rupawan Cheng Xia dengan kulit semerah tomat dan mata yang tertutup rapat.

Di dalam hatinya, Tang San tertawa kecil. Padahal Cheng Xia sendiri yang menggodanya, seharusnya Tang San yang merasa malu tapi sepertinya Cheng Xia lebih malu dari dirinya sendiri.

Lidah Tang San menelusuri gigi Cheng Xia yang rapi sedangkan remaja berambut putih itu hanya dengan pasrah membuka mulutnya, mempersilahkan Tang San untuk menyerang secara leluasa.

Tindakan mereka membuat air liur jatuh diantara sela-sela kegiatan itu. Alis Cheng Xia mengkerut lucu, merasa malu akan dirinya sendiri.

Dia ingin mundur, ingin menghapus air liur yang dia hasilkan sendiri. Tapi tangan Tang San memenjarakan kepalanya, malah justru membuat mereka saling menempel dengan sempurna.

Cheng Xia mengerang dengan napas terengah-engah. Tangan yang sebelumnya dia kalungkan ke leher Tang San kini sudah berada di bahu Gegenya itu. Dia mendorong, mencoba memberi tahu Gegenya bahwa dia butuh bernapas.

Kedua tangannya mengepal, memukul kedua bahu Tang San beberapa kali dengan tenaga yang kecil. Bening kristal keluar dari mata Cheng Xia dan matanya yang menutup semakin mengerut.

Tang San mengerti, dia mundur. Mulutnya terbuka dengan air liur jatuh ke dagunya. Matanya yang berkabut menatap Cheng Xia seperti mangsa menatap santapannya.

Dia mencondongkan tubuhnya lagi. Kali ini, tangan kirinya menahan bagian belakang kepala Cheng Xia, membuat remaja di depannya itu mendongak. Sedangkan satu tangannya lagi menahan pinggang Cheng Xia agar tidak kabur.

Tangan Cheng Xia mencengkram handuk Tang San yang melilit pinggangnya saat Gegenya menghisap kuat kulit lehernya. Dia menggigit bibirnya sendiri, mencoba menahan suaranya.

Tang San merasa tidak puas. Dia menatap tanda merah bekas isapannya, mengusapnya dengan kasar. Mulutnya terbuka dan dia menggigit kulit merah itu.

"Ahh!" Cheng Xia berteriak dengan suara tertahan. "Gege...?"

Tang San tersentak. Dia menatap kosong apa yang ada di depannya. Dia tidak tahu mengapa dia menggigit Cheng Xia lagi, seakan itu dilakukan olehnya secara tidak sadar.

Dia hanya merasa tidak puas karena tanda yang dia buat enam tahun yang lalu sudah tidak tersisa. Dan dia membuatnya lagi.

Tang San mengerutkan keningnya. Apa yang sedang dia lakukan?

"Gege?" Cheng Xia memanggil lagi karena gerakan Tang San yang berhenti.

Beberapa detik kemudian, dia merasakan dahi Gegenya itu di bahunya. Cheng Xia mendengarnya berbisik, "Maaf, Xiao Xia. Apa itu sakit?"

"Tidak sakit jika Gege menciumku lagi," jawab Cheng Xia dengan spontan.

Tang San terkejut, tidak, bahkan Cheng Xia pun terkejut. Dia ingin memukul mulutnya sendiri.

Apa ada lubang tanah yang sudah siap dia masuki disini?

Cheng Xia langsung tergagap. "Tidak! Maksudku iya ... eh tidak, itu..."

Suasana mereka berdua kini menjadi tidak setegang sebelumnya saat Tang San tertawa kecil dengan tingkah laku Cheng Xia.

Tang San maju dan bersiap mencium bibir Cheng Xia lagi, kali ini hanya sentuhan, tidak lebih. Tapi, dia ditahan oleh kedua tangan Cheng Xia.

Mata mereka berdua saling  menatap. Tang San bertanya dengan matanya, mengapa kamu menahan Gege? Kira-kira seperti itu.

"Gege, apa kamu menyukaiku?"

Mata Tang San berkedip. Dia menatap Cheng Xia dengan mulut tersenyum. "Tentu saja, Xiao Xia. Gege sangat menyukaimu."

Dahi Cheng Xia mengerut. Entah kenapa dia tidak puas dengan jawaban Tang San yang sangat lugas. Rasanya, suka yang mereka bicarakan adalah dua hal yang berbeda.

Cheng Xia menelan ludah, memberanikan diri untuk bertanya, "Kalau begitu, apa Gege mencintaiku?"

"..."

Beberapa detik, hanya keheningan yang menjawab Cheng Xia. Dan keheningan ini membuat seakan ada tinju yang keras pada relung hati Cheng Xia.

"Xiao Xia, Gege..."

Cheng Xia panik, tidak siap dengan penyangkalan dari Gegenya. Dia mencengkeram erat tangan Tang San sambil berbisik, "Sagitarius..."

Detik berikutnya dia sudah berpindah ke kamar Tang San yang berada di Desa Roh Kudus, meninggalkan Tang San yang belum menyelesaikan perkataannya.

Remaja dengan rambut hitam itu terdiam. Tangannya masih dalam posisi sebelumnya, seakan masih menahan Cheng Xia di dalam pelukannya.

Sedangkan di kamar Tang San, Cheng Xia meringkuk di sudut. Bahunya gemetar. Suara bisikan demi bisikan terdengar dari mulutnya, namun hanya Tuhan dan Cheng Xia sendiri yang tahu apa yang dia bisikan.

☆☆☆

Besoknya, Tang San bangun dengan mata panda. Xiao Wu, tidak, bahkan seisi Hostel 7 tercengang dengan keadaan Tang San.

"Xiao San, ada apa denganmu?"

"Apa kamu terlalu bersemangat sampai tidak bisa tidur?"

Xiao Wu mendekati wajah Tang San sampai jaraknya hanya beberapa senti. "Tapi kamu terlihat tidak bersemangat. Kamu kenapa, Xiao San?"

Tang San menjauh. Dia mengibaskan tangannya. "Tidak ada, tidak ada. Aku tidak apa-apa."

Dahi Xiao Wu mengerut. Dia menoleh pada teman-teman lain di asrama itu, namun hanya dijawab oleh gelengan kepala.

Wang Sheng, ketua asrama sebelumnya, mendekati Tang San. Dia menepuk bahu Tang San. "Ada apa? Kamu terlihat tidak bahagia. Bukankah seharusnya kamu senang sebentar lagi kita lulus?"

Tang San menggaruk kepalanya. "Tidak, bukan itu." Dia menolehkan wajahnya pada satu-satunya gadis disana. "Xiao Wu, ayo kita bicara sebentar."

Xiao Wu mengangkat alisnya. "Kenapa? Ayo." Gadis dengan kepang kalajengking itu mengangkat bahunya tidak peduli. Dia berjalan keluar dengan langkahnya yang ceria. Kepangnya yang panjang berayun di setiap langkah kakinya.

Tang San mengikuti, meninggalkan penghuni asrama lain saling tatap dengan ekspresi yang curiga.

Author Note:

Yeay, bagaimana perasaan kalian?

Satu chapter untuk mengawali hari ini oke?!

[BL] Douluo Dalu: DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang