Prolog

1.8K 164 4
                                    

Di sebuah rumah sakit saat bulan purnama sempurna bersinar, lahirlah seorang bayi kecil nan imut. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Di ruang rawat, tubuh sang ibu, Kim Ji-eun, terbujur kaku, dingin tanpa tanda kehidupan.

"Ternyata benar, Jiyong! Kau bukan manusia!" Seruan penuh amarah keluar dari mulut seorang pria tua. Dia adalah Kim Youngbin, ayah Ji-eun.

"Lihatlah putriku! Dia mati sia-sia melahirkan siluman itu!" Youngbin melanjutkan dengan nada pedih dan kemarahan.

Jiyong, pria yang baru saja menjadi seorang ayah, menatap Youngbin dengan mata penuh amarah. Warna matanya perlahan berubah menjadi biru terang, tanda bahwa emosinya mulai tak terkendali. "Tutup mulutmu! Jangan sebut anakku siluman!"

Wanita paruh baya, ibu Ji-eun, menangis tersedu-sedu. "Kenapa kau tidak memberitahu kami dari awal, Jiyong-ah?" Isaknya.

Kim Youngbin mengacungkan tangannya dengan murka. "Cepat bawa pergi siluman itu! Atau aku akan membunuhnya di depan matamu!"

"Appa, bagaimanapun, dia cucumu!" Jongki, anak sulung Youngbin, berusaha membela Jiyong.

"Cucuku hanya Jisoo, Jennie, dan Rosé," balas Youngbin dengan dingin, mengalihkan pandangannya dari Jiyong.

Dengan tatapan penuh kepedihan, Jiyong akhirnya berkata, "Baiklah. Jika kalian tak mau menerima anakku, aku akan membawanya pergi."

Ruangan itu terdiam. Semua orang menahan napas, tak tahu harus berkata apa. Jiyong mendekati bayi kecilnya, lalu dengan lembut menggendongnya. Dia menatap istrinya yang kini telah tiada. "Aku berjanji akan menjaga, merawat, dan membesarkan anak kita sebaik mungkin. Maafkan aku... semoga kamu bisa beristirahat dengan tenang." Dia mengecup dahi istrinya yang dingin, membiarkan air mata terakhirnya jatuh sebelum ia hapus.

"Aku akan pergi," ucapnya pelan, membungkukkan badan sebagai tanda hormat, lalu meninggalkan ruangan itu. Ibu mertuanya menangis histeris, "Andweee, cucuku!"

Di luar ruang rawat, tiga gadis kecil tengah duduk di bangku tunggu. Mereka adalah Jisoo, Jennie, dan Chaeyoung (Rosé kecil).

"Paman!" panggil Jennie, gadis bermata sipit itu.

Jiyong menghampiri mereka, mengusap kepala ketiganya dengan sayang. "Ini adik Chaeng, paman," kata Chaeyoung polos. "Ini adikku juga," timpal Jisoo. "Adikku jugaaa," Jennie menyusul dengan suara riang.

Jiyong tersenyum lembut, tersentuh oleh kasih sayang ketiga keponakannya pada bayinya. "Jisoo, Jennie, Chaeng," panggilnya lembut, membuat ketiganya menoleh. "Paman akan membawa adik kalian pergi. Suatu saat, dia akan kembali menemui kalian. Apakah kalian izinkan?"

"Suatu saat? Itu lama sekali, paman?" tanya Rosé dengan polos, sementara Jisoo dan Jennie terdiam, tampak sedih.

"Dia berbeda dari yang lain. Akan sangat berbahaya jika dia tetap tinggal di sini," jelas Jiyong dengan hati-hati.

"Lalu bagaimana jika kami merindukannya?" tanya Jisoo dengan suara pelan, menunduk sedih.

"Iya, kami bahkan belum tahu namanya," Jennie menambahkan dengan nada kecewa.

Jiyong tersenyum. Ia mengeluarkan tiga liontin dari saku jasnya. "Ini liontin dari paman. Liontin ini akan bersinar jika kalian bertiga berdekatan. Tapi, jika kalian berempat dengan adik kalian nanti, cahayanya akan lebih terang."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Different World [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang