°°°°°°
Hari pertama ujian tiba, momen yang dinantikan dan sekaligus ditakuti oleh sebagian besar siswa KA High School. Seluruh siswa, dari kelas 10 hingga 12, dipisahkan dari teman sekelas mereka dan ditempatkan di ruang ujian yang diacak. Ini adalah tradisi sekolah yang ketat untuk memastikan keadilan dan menghindari kecurangan.
Lisa duduk di salah satu sudut ruangan, memandang sekeliling dengan malas. Di sudut pandangnya, terlihat Bambam dan June yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Keduanya tampak senang karena mendapat kelas yang sama dengan Lisa. Namun, suasana hati Lisa tidak sedang baik.
"Kenapa tidak dengan Seulgi atau Eunwoo saja," pikir Lisa sambil mendengus pelan. Ia masih kesal dengan kedua temannya itu dan memilih untuk mengabaikan panggilan dari Bambam dan June. Hari ini, Lisa ingin fokus pada ujiannya tanpa gangguan dari siapapun.
Gadis berambut abu-abu itu menarik napas dalam, lalu menatap kertas soal ujian di depannya. Matanya menelusuri tiap pertanyaan dengan cepat. Untungnya, sebagian besar soal sudah ia pelajari dengan baik, jadi tak ada kesulitan berarti baginya. Bahkan, beberapa soal terasa terlalu mudah.
Namun, tiba-tiba pikirannya terganggu oleh suara yang masuk melalui telepati.
"Lisa," suara itu terdengar akrab di benaknya. Tanpa perlu menebak, Lisa tahu siapa yang memanggilnya.
"Apa lagi, June?" balas Lisa dalam hati, menggunakan telepati yang sama.
"Tolong bantu aku mengerjakan soal-soal ini. Aku benar-benar tidak paham," pintanya dengan nada putus asa.
Lisa menghela napas panjang. "Shireo, itu sama saja aku mengerjakan ujianmu," jawabnya tanpa basa-basi.
"Aku benar-benar tidak mengerti. Ayo, tolonglah, setidaknya sedikit saja," rengek June.
"Kerjakan sebisamu dulu. Jika sudah benar-benar buntu, aku akan membantumu," balas Lisa akhirnya, setengah terpaksa. Ia tahu, meski ia tak berniat membantu dari awal, June selalu punya cara untuk memaksanya.
Sementara Lisa fokus pada soal ujiannya, di kelas lain, Rosé dan Jennie kebetulan ditempatkan di ruangan yang sama. Keduanya duduk berseberangan, masing-masing tenggelam dalam ujian. Tidak jauh dari mereka, Seulgi dan Ten duduk dengan fokus yang sama, meski mereka punya tugas tambahan yang diberikan oleh Lisa—mengawasi Rosé dan Jennie.
"Seulgi," bisik Ten dengan suara lirih, matanya sesekali melirik ke arah Jennie. "Sebenarnya, kenapa kita harus mengawasi mereka?"
Seulgi, yang sudah bosan dengan pertanyaan yang sama, mendesah kesal. "Aku pun tak tahu. Tapi, tolong jangan ganggu aku. Aku mau fokus ke soal ujiannya juga," balasnya dengan nada jengah. Ten hanya mengangguk, tidak ingin membuat Seulgi semakin marah, dan kembali pada soal ujiannya.
Ujian berlanjut dengan ketegangan di setiap sudut ruangan. Semua siswa fokus, mencoba mengerahkan kemampuan terbaik mereka. Beberapa, seperti Lisa, menganggap ujian ini mudah, sementara yang lain, seperti June, justru kesulitan. Namun, waktu terus berjalan, dan akhirnya, bel pun berbunyi, menandakan akhir dari ujian hari itu.
Skip...
Hari terakhir ujian tiba lebih cepat dari yang diperkirakan, membawa serta rasa lega bagi para siswa. Setelah berhari-hari stres dan tegang, mereka akhirnya bisa bernapas lebih bebas. Sebagai hadiah, pihak sekolah mempersilakan para siswa pulang lebih awal. Tak sedikit yang memanfaatkan waktu ini untuk berkumpul dengan teman-teman mereka, termasuk Rosé dan Joy.
"Bagaimana kalau kita berbelanja?" usul Joy dengan senyum lebar sambil berjalan berdampingan dengan Rosé di halaman sekolah.
Rosé menoleh, tampak antusias. "Ide bagus. Aku juga sedang mencari sepasang sepatu baru. Ada yang kuincar sejak lama," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different World [On Going]
Fantasy"Aku memang bukan manusia" ... "Ini tidak masuk akal" Rosè "Aku terlanjur menyayangimu walaupun kamu berbeda" Jennie "Bagaimanapun kita tetap saudara" Jisoo "Kami sudah lama menunggumu" Jisoo Jennie Rosé Ketiga gadis Kim dikelilingi bahaya. Akankah...