16. Suspect

280 48 4
                                    

•••••••••

Di tengah malam yang sunyi, sebuah motor melaju kencang, membelah jalanan yang sepi. Pengendaranya, seorang gadis berambut abu-abu dengan poni tebal, mempercepat laju motornya. Bola matanya yang berubah menjadi biru terang menandakan emosinya yang sedang tidak stabil. Dia adalah Lisa, gadis werewolf yang baru saja memastikan ketiga gadis Kim aman setelah mengikuti mereka tanpa sepengetahuan mereka.

Setibanya di kediamannya, Masion Cha, Lisa segera menuju ke basecamp di bagian belakang mansion itu. Di sana, Eunwoo dan beberapa anggota lainnya sudah menunggunya.

"Oppa, sudahkah kalian menemukan apa yang kuminta?" Lisa langsung berbicara begitu masuk ke ruangan itu, tanpa basa-basi.

"Duduklah dulu, Lisa. Kita bicarakan ini bersama-sama," jawab Eunwoo sambil memberi isyarat agar Lisa menenangkan diri. Di sudut ruangan, Ten mengeluarkan beberapa dokumen dan foto yang sudah ia kumpulkan sesuai permintaan Lisa.

Ten menatap Lisa dengan serius sebelum menjelaskan, "Hyunjae Lee, ketua OSIS di sekolah kita. Dalam data sekolah, tercatat bahwa orang tuanya sudah lama meninggal. Dia diasuh oleh pamannya, tapi identitas pamannya tidak pernah diketahui. Hyunjae ini memimpin sebuah kelompok. Aku belum tahu pasti apa tujuan kelompok ini, tapi yang jelas mereka bukan orang baik," ucapnya sambil menempelkan beberapa foto di papan bukti.

Lisa mengamati foto-foto itu dengan seksama. Di salah satu foto terlihat Hyunjae yang sedang melakukan transaksi mencurigakan di sebuah gang sempit. "Ini bukti transaksi obat-obatan terlarang yang melibatkan Hyunjae," lanjut Ten, matanya memandang serius ke arah Lisa.

Lisa mengepalkan tangan, menahan rasa kesal. "Dengan bukti ini, kita bisa langsung melaporkannya ke pihak berwajib," ucap Lisa. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Ten menyela.

"Tunggu dulu, Lisa. Ada sesuatu yang lebih mencurigakan," Ten mengambil sebuah foto terakhir yang ia simpan khusus untuk menunjukkan ke Lisa. Keempat werewolf di ruangan itu langsung terkejut melihatnya, kecuali Lisa yang belum sepenuhnya paham apa yang dimaksud oleh Ten.

"Putri, mungkin kau belum pernah melihatnya. Ini adalah Lee Woobin," kata Seulgi sambil menunjuk foto tersebut.

"Lee Woobin?" Lisa mengerutkan dahi, berusaha mengingat. "Siapa dia?"

"Dia adalah orang yang selama ini menjadi target utama kita, Lisa. Orang di balik kejahatan besar yang kita coba hentikan selama ini," jelas Seulgi, dengan nada tegas.

Ten menambahkan, "Dan sepertinya, Lee Woobin ini adalah paman dari Hyunjae. Itu sebabnya identitas pamannya selalu disembunyikan."

Bambam mengangguk. "Ya, itulah dugaan terbesar kami. Hubungan mereka sangat erat, dan jika benar, kita harus lebih waspada terhadap Hyunjae."

Lisa memikirkan semuanya dengan cepat. "Hyunjae selalu terlihat baik di sekolah. Bahkan, banyak siswa yang mendukungnya menjadi ketua OSIS, termasuk sepupuku, Rosé," ucap Lisa, merasa khawatir.

Eunwoo mengangguk, wajahnya serius. "Itulah permainan mereka, Lisa. Mereka sangat rapi dalam menyembunyikan niat jahatnya. Jika kau tidak meminta kami untuk menyelidiki Hyunjae, mungkin kami juga tidak akan menyadarinya."

Seulgi menyela, "Di dunia ini, tidak mudah menemukan orang yang benar-benar baik. Kadang, apa yang mereka tunjukkan hanyalah topeng."

Lisa menarik napas panjang. Ia mulai memahami bahwa dunia ini tidak seindah yang dia bayangkan. "Baiklah," katanya akhirnya. "Mulai besok, perintahkan bawahanmu untuk mengawasi setiap pergerakan Hyunjae dan kelompoknya. Aku mencurigai mereka akan melakukan sesuatu saat acara camping sekolah nanti."

Lisa memandang satu per satu wajah rekan-rekannya. "Laporkan kepadaku setiap informasi yang kalian dapatkan. Aku tidak ingin ada satu hal pun yang terlewat. Dan tolong, tetap jaga keselamatan kalian selama menjalankan misi ini."

Kelima werewolf itu mengangguk setuju, menerima perintah Lisa dengan serius.
°

°

°

Malam itu, di tempat lain, bulan bersinar terang, menerangi balkon kamar Jennie Kim. Gadis bermata kucing itu sedang duduk di kursi balkon, memandangi bulan dan bintang-bintang yang bertaburan di langit. Jennie selalu tertarik pada langit, benda-benda langit adalah pelariannya dari hiruk-pikuk kehidupan.

Namun, malam ini, pikirannya terus terganggu oleh sosok seseorang-Lisa. Sudah seminggu sejak ujian dimulai, dan Jennie tak sekali pun bertemu dengan gadis berponi itu. Perasaan rindu yang tak ia pahami menyelimuti dirinya. Wajah Lisa, suara Lisa, semuanya terus menghantuinya. Jennie bingung dengan perasaannya sendiri.

Tiba-tiba, tangan seseorang melingkar di pinggang Jennie. Jisoo, kakak sulungnya, datang tanpa Jennie sadari.

"Waah, eonnie! Kau mengagetkanku!" Jennie tersentak kaget, tapi tak bisa menahan senyum.

"Mianhae," jawab Jisoo sambil tertawa kecil, lalu duduk di sebelah adiknya. "Aku tidak bisa tidur, jadi aku datang ke sini. Apa yang sedang kau pikirkan?"

Jennie menoleh, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Aku hanya khawatir tentang Halmoni," jawabnya, berbohong. Meski khawatir tentang neneknya, pikiran Jennie lebih terganggu oleh Lisa.

"Halmoni memang semakin parah sekarang," ucap Jisoo, wajahnya berubah sedih. "Dia bahkan tidak bisa berbicara dengan lancar."

"Ya, dan yang membuatku semakin khawatir adalah dia terus menyebut nama paman Jiyong dan anaknya. Sepertinya dia sangat ingin bertemu dengan mereka sebelum... sebelum semuanya terlambat," Jennie terdiam, tak ingin melanjutkan kalimatnya.

Jisoo mengangguk setuju. "Kita harus membicarakan ini dengan Appa. Kita tidak pernah tahu siapa anak paman Jiyong, dia hanya menyebutnya 'baby L' waktu itu."

Jennie termenung. "Apa mungkin kita bisa menemukannya?"

Mendadak, Rosé, adik bungsu mereka, masuk ke kamar Jennie. "Apa-apaan kalian, bermesraan berdua tanpa mengajakku?"

Jennie menggelengkan kepala, tertawa kecil. "Aigo, Rosé. Kupikir kau sudah tidur."

Rosé mempoutkan bibirnya, lalu merentangkan tangannya, meminta pelukan. "Aku terbangun karena haus. Tapi ternyata kalian masih di sini, jadi aku ikut saja."

Jisoo tertawa kecil dan membuka tangannya lebar-lebar. "Kemari, Chaeng-ah. Kita tidur bersama malam ini."

Ketiga gadis Kim itu akhirnya tidur bersama malam itu, berbagi kehangatan dan kenyamanan di tengah malam yang dingin. Jennie, yang semula sulit tidur karena memikirkan Lisa, akhirnya terlelap dalam pelukan kedua saudara perempuannya.





°°°°°°



Di tempat lain, di sebuah ruang VVIP di sebuah klub, seorang pria tua duduk di sofa empuk sambil menghisap rokok. Di depannya, seorang pria muda berdiri dengan sikap hormat.

"Bagaimana perkembangan rencanamu?" tanya pria tua itu, nadanya penuh rasa ingin tahu.

"Semua berjalan lancar. Aku bahkan sudah mendapatkan izin untuk menggabungkan acara sekolah dengan kampus putri sulung keluarga Kim," jawab pria muda itu, seringai jahat menghiasi bibirnya.

Pria tua itu tersenyum puas. "Bagus. Jangan sampai rencana kali ini gagal. Kita harus membalaskan dendam kita pada keluarga Kim."

Pria muda itu mengangguk. "Tenang saja. Jika semua berjalan sesuai rencana, kita bisa menyingkirkan ketiga gadis Kim itu sekaligus."

Tawa jahat menggema di ruangan itu. "Kim Jongki, apakah kau masih bisa menikmati hidupmu setelah ini?" ujar pria tua itu sambil tertawa, seolah membayangkan kejatuhan keluarga Kim yang selama ini ia benci.







***

Hallo Readers...

Don't forget!! Follow my Tiktok account:
@95daday_


Different World [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang