5. Rintik peluh

241 22 1
                                    

Ini bukan tentang kita, tapi ini tentang kau dan aku.
-Adarusa-

September

Apa yang ada di pikiran kalian saat mendengar kata september? Bulan ke sembilan? musim penghujan?
Atau mungkin kenangan di bulan tersebut?

Kalau September saat ini sepertinya sangat related dengan musim penghujan. Jadi agak sedikit sulit bagi beberapa orang untuk beraktivitas seperti biasa. Tapi tidak dengan pagi hari ini, matahari menyambut dengan sinar dan kehangatannya seolah-olah merengkuh hati seseorang yang sudah lama dingin.

Saat ini Malik sedang duduk di halaman rumahnya. Membiarkan angin-angin segar menabrak wajah, sambil menikmati pagi hari yang menyegarkan hati dan jiwa. Kalau dipikir-pikir sepertinya ia agak keterlaluan memarahi adiknya tadi malam.

Malik tahu, Jinan itu pasti lagi di masa senang-senangnya main. Seharusnya dia bisa mencarikan preferensi lain bagi Jinan agar anak itu tidak jatuh ke pergaulan yang salah.

Seharusnya, ya, seharusnya ia lebih bisa mendengar apa yang dikeluhkan adiknya, apa yang dibutuhkan adiknya, apa yang menjadi cita-cita adiknya. Jinan terlalu menutup diri darinya yang Malik sendiri bingung harus dengan cara apa agar adiknya itu bisa kembali seperti sedia kala.

Kalau di ingat-ingat Jinan dulu pernah bilang kalau dia ingin jadi pilot. Kalau ditanya kenapa, dia akan menjawab "aku mau terbang, mau ambil awan buat bikin roti awan. Juga biar bisa ajak abang, bunda, sama ayah jalan-jalan," ucapnya saat dia masih kelas 3 SD, entahlah apakah cita-cita itu masih sama hingga sekarang atau sudah berganti.

"Dav!"

Malik menoleh dan menemukan Julia yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu berlari kecil mendatangi tempat duduk Malik. Rambut pendeknya terkibas oleh angin dan senyuman tidak pernah luntur dari bibirnya.

"Lo gak kerja, Dav?" tanya Julia.

"Lagi off dulu ini, Jul, bahannya habis," jawab Malik.

"Hmm gitu, lo jadi pemborong tetap dong berarti?"

"Iya, Alhamdulillah. Tapi ya gitu kan gak setiap hari orang bangun rumah, jadi kalo lagi sepi panggilan ya nganggur," Malik berujar sambil tersenyum.

Julia hanya diam sembari menatap ranting pohon yang ada ditangannya. Memainkannya seolah-olah itu adalah jawaban atas pernyataan Malik tadi.

"Jul, gue gak berguna, ya?"

Julia mengerutkan kedua alisnya, "ngomong apa sih lo, Dav? Gak ada manusia yang gak berguna. Semua itu pasti ada porsinya masing-masing."

"Kalau gitu berarti gue gak ada porsi buat Jinan, ya?"

Malik menatap netra Julia. Mata yang selalu terlihat tulus saat menatap Jinan, tapi mata itu terlihat berbeda saat gadis itu menatapnya. Tatapannya seolah menusuk namun diiringi senyuman manis yang membuat Malik meragukan penglihatannya.

"Lo kenapa, sih? Tiba-tiba banget ngomong kayak gitu," kata Julia.

"Jinan selalu nolak buat dengerin kata kata gue Jul, abang macam apa gue yang gak bisa mendidik adik sendiri. Bahkan gue selalu ngasih dia kasih sayang biar dia bisa nerima gue lagi, tapi apa? Gue salah apa sih Jul?" keluhnya.

"Dav, dengerin gue. Coba lo pake cara lain buat didik dia, lo selama ini gak pernah bentak-bentak dia atau pun mukul dia kan? Kalau gitu lo harus tegas sekarang, Dav. Lo marahin dia kalau dia udah keterlaluan. Biar dia itu sadar dan nurut sama lo."

"Jul?"

"Dia bisa nerima gue dan mau tinggal bareng gue aja gue udah bersyukur banget. Dan sekarang lo nyuruh gue buat coba keras ke dia? Gak bisa Jul, gak bisa. Gue gak mau kehilangan adek gue."

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang