15. Selamat jalan, kawan

237 17 0
                                    

Tidak apa-apa, pergilah. Kami akan berusaha untuk ikhlas. Pulang lah, senyuman dan doa kami akan terus menyertai kepulanganmu.
-Adarusa-


"Pelaku mengalami gangguan identitas disosiatif atau dissociative identity disorder (DID) yang biasa di kenal dengan kepribadian ganda,"ucap seorang dokter laki-laki berperawakan tinggi. "Oleh karena itu juga, beliau tidak bisa mengingat kejadian-kejadian saat tubuhnya di ambil alih oleh kepribadian lain,"imbuhnya.

Genggaman tangan Jinan jatuh menggantung di udara, kaki dan anggota tubuh lainnya yang tadinya sudah lemas, kini mati rasa. Tak hanya dirinya, semua orang di sini berada dalam kondisi yang kacau. Air matanya kembali turun saat dia tak sengaja memandang Raka yang masih memberontak sambil menangis meraung-raung. Remaja itu pasti sangat kehilangan teman kecilnya. Jun duduk meratap dengan pandangan yang kosong, di sisinya ada Leo dan Nabil yang mencoba menahan Raka yang kini semakin tidak terkendali.

Semuanya terluka, semuanya kehilangan. Jinan tidak bisa menerima fakta bahwa dia baru saja kehilangan salah satu sahabatnya. Tangan yang tadi ia lepaskan genggaman nya kini berganti menepuk-nepuk bahunya. Baju orang yang disandari oleh Jinan sudah basah di sekitar lengan dan pundak. Malik paham bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sudah menjadi lingkup sehari-hari kita, terlepas dari mereka keluarga atau hubungan darah. Korelasi antara individu yang satu dengan yang lainnya memang seumpama benang jahit, asal muasal benang itu meskipun tidak segaris akan tetap bisa bertemu dan menyatu apabila dijahit. Dan jika salah satu benang nya putus, maka yang lain bisa kehilangan kekuatannya untuk tetap utuh.

Hanan masih berada di ruang otopsi untuk ditindaklanjuti. Bayang-bayang tubuh Hanan saat di bawa oleh polisi tadi masih membekas di ingatan Jinan. Wajah tengil dan ocehannya sudah tidak dapat dia dengar lagi, mata yang selalu peka terhadap sekitar sudah terpejam dengan erat. Bibir mungil nya membiru, dan baju nya yang sudah berlumuran darah semakin menghantam hati Jinan. Remaja itu adalah kawan yang sangat ceria dan selalu menyembunyikan masalah nya sendiri. Rindu, bahkan sekarang Jinan sudah merindu dengan ocehan laki-laki ini.

Raka sudah sedikit tenang karena Dimas datang dan mendekap nya erat. Dimas mengelus punggung Raka dan membisikkan kata-kata pemenang untuk adiknya. Kalau saja Jinan tahu Hanan akan pergi, dia pasti akan mengajak seluruh kawan-kawan nya untuk membuat kenangan yang lebih indah lagi.

Hal yang paling menggerogoti hati Jinan adalah dia tidak bisa menemani saat-saat terakhir dari sahabatnya ini. Kalau saja ia datang lebih cepat, kalau saja dia tidak membatalkan niatnya untuk mengajak Hanan makan bakso malam itu, apakah mungkin remaja itu masih ada di sisinya hingga sekarang? Dirinya kembali di penuhi oleh andai-andai apabila dia bisa memutar kembali waktu.

Sementara di pojok pilar luar ruangan, ada seseorang yang juga ikut merasakan kehilangan. Memang sudah seharusnya dia merasakan itu, buah hati cintanya telah pergi. Separuh dari jiwa wanita itu telah tiada. Di tengah kesuksesan nya saat menggaet investor asing di kantor, dia harus menerima kenyataan pahit bahwa dia gagal menjadi seorang ibu, kesuksesan nya tidak berarti apa-apa dibandingkan anak semata wayangnya. Hingga seseorang mengulurkan tangan ke wanita itu, membantunya untuk bangkit dari lantai yang dingin dan menuntun nya ke tempat dimana Hanan berada.

"Bagaimana pun anda ibunya. Anda berhak mengetahui kondisi anak anda," ujar Malik seraya membuka pintu kamar mayat. Lutut perempuan itu luruh sepenuhnya ke lantai. Wajah sang putra yang dulu selalu menjadi obat bagi kesedihannya kini telah tidur dengan damai. Malik kembali membantu wanita itu untuk berdiri dan menciumi segala sisi wajah putranya. Melihat bagaimana penyesalan akan kehilangan seseorang selalu menjadi hantaman kuat bagi Malik. Niatnya dia tadi hanya ingin pergi mencari minum untuk orang-orang di sana, namun berakhir dengan menemukan Mama Hanan yang menangis di luar.

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang