6. Dentuman nadi

225 24 6
                                    

Jangan berikan aku luka, kalau kamu tidak bisa menyembuhkannya. Berikan saja aku racun, setidaknya aku tidak akan merasakan sakit lagi.
-Adarusa-

Ramai.
Satu kata yang tepat untuk mendefinisikan kantin saat ini. Ditambah lagi rusuhnya geng Jinan yang semakin menambah riuh suasana kantin. Sebenarnya yang banyak bicara sedari tadi adalah Hanan dan Nabil, Leo hanya sesekali menimpali.

Ada Raka yang sibuk dengan handphone nya, Jun yang fokus ke proposal di tangannya dan juga Jinandara yang hanya termenung di atas meja.

"Woy Juned serius amat muka lo," tegur Hanan sembari melempar kulit kacang ke arah Jun.

"Sekali lagi lo panggil gue Juned, gue kasih poin 50 tau rasa lo," ancam Jun tanpa mengalihkan tatapannya dari proposal.

"Alah sia baperan. Mentang-mentang ketua osis, lagian nih ya nama lo itu pasang able cocok di pasangin kayak Juned, Juno, Junud, Judika juga sabi."

Jun hanya meliriknya dengan sinis. Tidak ada gunanya meladeni Hanan yang ada cuma habisin tenaga dan waktu.

"Eh gais kalian tau gak, Hanan kemaren nyium kaki gue." Perkataan Raka membuat mereka mengalihkan kegiatan mereka.

"Lah, tolol lo beneran ngikutin saran gue?" Nabil sebagai penyumbang saran ikut terbengong dengan kelakuan Hanan.

"Nggak ya malih, gue gak jadi nyium kaki lo! Kurang ajar Raka ember banget."

"Tapi kan lo ada niatan mau nyium kaki gue, najis banget cium-cium kaki sultan." Sudah pasti mode sewot Raka sedang keluar sekarang.

"Ini gara-gara si Nabil pekok. Dia bilang biar lo bisa maafin gue." Hanan memelototi Nabil yang sedari tadi cengengesan.

Yang disebut namanya tentu saja langsung mencari pembelaan, "lah, terus lo percaya? Lo aja kemaren ngatain gue pekok karna gue saranin itu. Bahlul emang."

"Ya awalnya gue gak percaya, tapi mau gimana lagi biar nih bocah gak marah lagi ke gue, ku biarkan harga diri ini terinjak-injak asal kau memaafkanku." Hanan berlagak sok puitis yang disambut geplakan dari Raka.

"Masalahnya lu main nyosor bego! Mana di depan rumah gue lagi, malu-maluin gue aja lo! Ntar kalo tetangga gue ngiranya gue rentenir gimana?"

Hanan sendiri hanya senyam-senyum tidak jelas membayangkan kejadian kemarin di rumah Raka. Walaupun dia harus menahan malu, tetapi akhirnya Raka mau memaafkannya. Saat ini wajahnya persis seperti orang yang sedang kasmaran.

" Ya, udahlah yah, kita ambil hikmah aja dari kejadian itu, berkat saran dari gue lo berdua gak renggang lagi kan? Jadi ayo gue tunggu ucapan terima kasihnya," kata Nabil dengan wajah songongnya.

"Makasih banyak Nareswara anaknya Pak Budi yang paling terhormat."

"Lah, bokapnya Nabil Pak Budi yang punya toko kelontong itu?" tanya Leo dengan polos.

"Bukan ya pekok. Sembarangan ngomong nih bocah," sambar Nabil dengan cepat.

"Biarin lah gue sembarang ngomong daripada temen lo satu itu. Gak ada ngomong sama sekali. Jangan-jangan dia kerasukan setan pohon belakang kantin ini deh."

Sepertinya Hanan memang butuh kaca. mengingat apa yang dia lakukan kepada Nabil kemarin. Sementara Jinan yang merasa dibicarakan mengangkat kepalanya. Tatapan begitu lesu ditambah kantung mata yang membuat bocah itu terlihat berantakan.

"Lo kenapa sih, Nan? Belum sarapan?" tanya Jun yang akhirnya sudah selesai merevisi proposal meskipun ditengah kericuhan teman-temannya.

"Dia kembali," ucap Jinan

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang