Selamat malam dan selamat pagi
-Adarusa-Gemericik gerimis menambah kesan dinginnya jum'at malam itu. Meskipun malam semakin larut, tak berhasil membuat tidur seorang pemuda yang sedang meringkuk di samping jendela. Telinganya kembali mendengar suara-suara yang menyakitkan hati dan jiwanya, bahkan sampai suara itu terdengar seperti sesak dan lelah, sosok itu tidak juga menghentikan tangisnya.
Lututnya terasa dingin sehingga telapak tangannya mencoba mengusap kasar untuk mencari kehangatan. Karena yang bisa merengkuh dirinya hanyalah ia sendiri.
"Ayah, Bunda, adek kangen. Adek sendiri disini, Bun. Adek gak punya siapa-siapa lagi sekarang." Suara sesegukan menambah betapa pilunya tangisan bocah itu. Keheningan malam itu diisi oleh suara rintik air dari langit dan air mata dengan raungan kecil yang terus menggema di dalam rumah yang tidak lebih besar dari ruang tamu tetangga di sisi kiri.
Pemuda yang mendengar tangisan ratapan itu menunduk, kembali berfikir apakah eksistensinya di sini memang tidak diharapkan atau diinginkan. Sudah 4 tahun ia mencoba memperbaiki segalanya tapi yang didapat hanyalah kata-kata bualan semata.
Untuk Malik Daviandra.
Ia kembali membuka sebuah buku yang berisikan sebuah korelasi klasik antara dirinya dengan seseorang. Seseorang yang selalu ada setiap ia meminta bantuan ataupun disaat ia lelah. Namun, sekarang seseorang itu sedang pergi, bukan pergi menjauh melainkan pergi menuntut ilmu untuk masa depannya.
Menyelami apa yang ditulis dibuku itu selama beberapa tahun silam, hingga ia menyadari suara tangisan bocah itu sudah tak terdengar lagi 'mungkin sudah tidur' pikirnya. Diletakkan kembali buku itu dan keluar dari kamar untuk menemui orang yang membuatnya tidak bisa tidur lagi malam ini.
"Dek? Sudah tidur?" Dirasa tak ada jawaban dan memutuskan untuk masuk ke kamar sang adik.
Dipandangnya seorang remaja yang hanya berselisih 4 tahun dengannya, remaja itu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut yang berhasil membuat sang kakak tersenyum 'kebiasaan dari kecil' batinnya.
Dielusnya kepala sang adik sebagai penenang atas kesedihannya tadi sembari berkata, "maafin abang ya dek, abang belum bisa jadi apa yang adek mau, maaf juga karena gak bisa gantiin posisi ayah dan bunda, tapi abang beneran sayang sama adek."
Selepas pergi dari kamar sang adik, ia kembali ke kamar dan merebahkan dirinya untuk berfikir apa yang harus ia hadapi lagi di hari esok. Segala macam ekspetasi yang berputar di kepala seperti menghantui setiap tidurnya. Entahlah, malam ini ia ingin sekali memikirkan banyak hal.
Mata dipaksa untuk terpejam. Meski hatinya resah dengan alunan suara sang adik yang kembali berputar di otaknya. Dengan ini, ia pasrahkan jiwanya untuk mencampuri imajinasi dengan harapan ia bisa terlelap jauh ke alam bawah sadar.
'abang, ayo jalan jalan ke mall beliin aku jam tangan.' tangan sang kakak ditariknya kuat hingga membuatnya terkejut
'adek mau beli jam tangan? Okedeh ayo beli.'
'abang, katanya mau beli keripik singkong kenapa malah ngelamun?'
'Hah? Oh ayo kalau gitu abang beliin.'
'adek sayang banget sama abang, jangan tinggalin adek ya bang. Adek mau sama abang terus pokoknya'
Tring tring tring
Malik melompat dari tempat tidurnya saat ini. Suara alarm yang berbunyi selama satu jam baru bisa membangunkannya. Gara-gara mimpi yang dianggapnya indah itu, ia hampir terlambat pergi bekerja. Bantalnya basah dengan peluh, padahal semalam cuaca sama sekali tidak panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)
Fanfiction"Nan, daripada lo marah-marah gak jelas kayak gitu mending lo jadi adek gue aja." "Abang selalu nyuruh gue buat cerita apapun ke dia, tapi dia cuma lulusan SMP yang sudah pasti mana paham sama persoalan anak jaman sekarang." "Julia, kenapa dia lebih...