16. Sesuatu yang hilang

192 16 1
                                    

Mengapa engkau tega membiarkan hati ini gundah selama bertahun-tahun?
-Adarusa-


Wangi arumanis yang di pegang oleh Raka masuk ke dalam indera penciuman Jun. Sang penjual dengan lihai memutar sebuah batang bambu untuk di lilitkan di gumpalan gula yang mulai mengembang. Beberapa anak kecil tampak antusias dan ada juga yang hanya memperhatikan dalam diam.

Malam minggu lagi, sama seperti malam minggu sebelumnya, mereka akan berkumpul di rumah Jinan. Hanya saja, sabtu malam ini terasa berbeda. Semenjak kepergian nya seminggu yang lalu, semua berusaha untuk saling menguatkan, meski sesekali Dimas akan menemukan Raka berada di depan rumah Hanan yang sudah kosong karena orangtuanya memutuskan untuk pindah.

Soal Nabil, remaja itu juga sama hampanya, kalau biasanya dia akan menjahili Reza--motor kesayangan Hanan dengan menaruh beberapa kerikil diatas jok motornya. Jun juga merasa kosong saat tidak ada yang sengaja mengetik kalimat 'Juned i lopyu' di file proposalnya dan berakhir dia akan mengamuk ke semua kawannya.

Lalu bagaimana dengan Leo? Janji untuk menonton bersama bahkan tidak terwujud, jadi apakah dia akan tetap mendapat panggilan iseng dari nomor Hanan? atau bisa saja dia yang balik meneror pesan ke remaja itu untuk sekedar mengajaknya menonton futsal.

Masih sama seperti kemarin, dengan setoples keripik singkong Bang Malik dan beberapa arumanis yang dibeli Raka, mereka mencoba untuk menikmati kembali malam minggu ini. Jinan melirik rumah di sebelahnya yang gelap dan kosong, kalau saja gadis itu masih di sini, mungkin dia akan menjadi bulan-bulanan kawannya lagi. Sayangnya dia pergi, begitupun dengan yang menjahilinya, mereka pergi dengan arah dan tujuan yang berbeda. Yang satu karena kemauan sendiri, dan yang satunya lagi karena kehendak yang maha kuasa.

"Yang kalah gue suruh colong kolor nya Hanan" suasana menjadi hening setelahnya, Nabil sendiri ikut terdiam dengan ucapannya barusan. Sekitar tiga buah kartu terbang karena tertiup angin malam yang membuat Jun bergidik sembari memunguti kartu-kartu.

Raka masih asik dengan arumanisnya, mencoba mengabaikan Nabil yang masih merasa bersalah karena perkataan yang tidak di sengaja.

"Kenapa diam? Eh ini kartunya masih lebih, ajak Abang lo aja, Nan" Jinan bangkit dan memanggil Malik seperti ajakan Jun tadi. Dengan secangkir kopi yang baru saja di seduh, Malik keluar dan duduk di sebelah Raka.

"Biasa kita main ber-enam. Tapi sekarang abang yang gantiin, ya"

Nabil memberikan setumpuk sisa kartu uno kepada Malik. "Abang resmi masuk paguyuban kita" dengan sisa arumanis di bibirnya Raka menoleh dengan cepat. "Lah, kakak gue gak diajak gitu?" tanyanya.

Jinan kembali menyusun kartu yang ia dapat dan merencanakan strategi yang bagus. "Kakak lo galak, sebelas dua belas kayak lo," Nabil mencibirnya. "Gue waktu itu lagi asik ngobrol sama kucing dikatain bocah prik" Jun dan Leo tertawa.

"Ya itu memang lo nya yang prik!!" sarkas Raka.

Permainan kembali dilanjutkan, Jinan unggul satu langkah dari mereka. Hanya satu kartu yang menjadi kunci utamanya untuk menang, meski begitu Jinan tetap mengantisipasi apabila ada serangan yang tidak terduga.

"Abang nggak ngerti cara mainnya" Malik membolak-balik kartu dengan wajah cengo. Jinan yang melihatnya dengan segera mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga pemuda itu.

"Gak papa Bang, keluar kan kartu yang menurut Abang bagus aja," ujar Raka. "Iya, Bang. Nanti juga terbiasa dan paham" lanjut Nabil.
Tidak terasa tinggal beberapa kartu lagi yang mereka harus keluarkan, tidak terduga, Malik ternyata mampu mengimbangi mereka meskipun dia hanya asal saja mengeluarkan kartu.

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang