7. Sudah kubilang aku lelah

235 21 6
                                    

Kau punya dua pundak, bolehkah aku meminjam satu untuk bersandar?
-Adarusa-

Malik mengetuk pintu kamar Jinan dengan pelan, berharap remaja itu membukakan pintunya. Malik sangat khawatir melihat Jinan yang tiba-tiba pulang ditambah wajahnya yang terlihat pucat.

"Nan, abang mau masuk."

Suara kunci terbuka. Malik sedikit terkejut karena ini adalah hal langka dimana Jinan mau membukakan pintu untuknya. Malik pikir dia akan menyembulkan kepala sambil mengusirnya, tapi tidak ada yang terjadi setelah kunci pintu itu terbuka.

Dengan hati-hati Malik memutar knop pintu dan mendorongnya pelan. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah tas dan baju sekolah Jinan yang berserakan di lantai. Lalu fokusnya terganti oleh sosok remaja yang merebahkan dirinya di tempat tidur.

"Jinan, kamu kenapa?"

Tidak ada jawaban, remaja itu memejamkan mata tanpa menutupi tubuhnya dengan selimut seperti kebiasaan nya waktu kecil.

Malik mendekat setelah memunguti barang-barang Jinan yang berantakan. Tangannya berinisiatif menyentuh kening sang adik.

"Dek kamu panas? Jinan kamu kenapa?" Malik mengguncang tubuh Jinan. Namun bocah itu enggan bangun.

"Bilang ke abang apa yang sakit, ayo ke dokter Jinan!" Tangan Malik bergetar.

Perlahan Malik merasakan sentuhan di tangannya. Jinan mulai membuka mata meskipun sayu.

"Alhamdulillah kamu sadar." Netra Malik sudah berkaca-kaca sekarang, dirinya tidak kuat kalau melihat adiknya seperti ini.

"Kak Julia..."

"Aku mau ketemu Kak Julia."

Bolehkah Malik egois sekarang? Dia ini abangnya, tapi mengapa malah Julia yang dicari oleh remaja itu di awal kesadarannya.

"Dek, Julia tadi pamit pulang terus pergi lagi karena ada urusan katanya, Kamu mau apa bilang ke abang, ya." Usapan ia berikan pada rambut Jinan yang mulai memanjang.

Malik melihat sekitar kamar Jinan. Mencari sebuah kain di dalam lemarinya yang akan digunakan untuk mengompres.

"Tunggu sini ya, abang ambil air hangat dulu."

Jinan kembali menutup mata karena pandangannya semakin gelap. Sementara itu, Malik mengambil kompresan dan beberapa obat. Ia melirik ke arah jendela luar dimana dia meninggalkan Julia tadi. Mencari dimana keberadaan gadis itu apakah dia benar pulang ke rumahnya setelah Malik menyuruhnya untuk pulang. Malik hanya ingin kali ini saja Jinan bergantung pada dirinya.

Dengan telaten Malik mengompres kening Jinan sambil mengelus rambutnya.

"Ayo duduk dulu, minum obatnya."

Oh tidak, satu hal yang sangat Jinan benci, yaitu obat. Sejak kecil Jinan tidak pernah bisa minum obat, bukan tidak suka hanya saja dia tidak bisa menelan obatnya. Sesaat setelah masuk ke mulut dan mulai menelannya, dia akan memuntahkannya saat itu juga.

Dan Malik tahu akan hal itu. Tapi kali ini dia harus memaksa adiknya yang keras kepala.

"Jinan."

"Gue gak suka obat."

"Abang tahu, tapi kalo kamu gak minum gimana kamu sembuhnya Jinan."

Malik menuntun Jinan duduk, namun belum ada beberapa detik remaja itu terkulai lemas tak berdaya. Malik panik bukan main, Jinan pingsan.

"Dek? Dek bangun."

"Jinan denger abang gak?"

"ADEK!"

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang