13. Pulang, ya?

220 15 0
                                    

Hari ini aku mendapatkan dua kejutan, 'permintaan dan pertanyaan'
-Adarusa-



Hiruk-pikuk kota yang melelahkan untuk sesaat hilang saat remaja laki-laki berumur 16 tahun ini duduk di tepian hamparan tanah berumput. Tangannya mencabuti beberapa rumput, berharap bisa sedikit meredakan ke khawatiran nya. Jinan kembali menoleh ke kanan dan kiri, berharap orang yang ingin di temui nya saat ini bisa cepat datang. Kaos putih yang ia kenakan seperti membaur dengan awan pekat yang menaungi nya dari panas matahari.

Saat itu dirinya hanyalah seorang anak berumur 12 tahun, yang bisa di bilang masih terlalu muda untuk mengetahui hal-hal yang jahat. Kalau sang abang dituntut untuk menjadi dewasa, maka Jinan di umur saat itu dengan susah payah harus menelan pahitnya pil kehidupan yang dia ketahui. Tahun depan dia akan punya KTP, tapi bayang-bayang masa lalu seakan menelan dirinya ke dalam lubang hitam.

"Jinandara.."
Jinan menoleh, memperlihatkan senyuman tipis nya kepada Julia. Lalu menepuk sisi disebelahnya bermaksud mempersilahkan Julia untuk duduk.

Julia hanya menurut saat melihat perlakuan Jinan. Keduanya larut dalam serbuan angin yang menerbangkan helai demi helai rambut mereka.

"Kak, aku punya satu permintaan" kata Jinan. Rasanya tidak perlu bertele-tele untuk menyampaikan maksudnya.
Julia tidak menjawab, membiarkan Jinan melanjutkan ucapannya.

"Kalau aku minta kakak buat pulang, kakak mau nggak?" Tanya Jinan.
Tubuh Julia menegang, sementara Jinan lagi-lagi tersenyum tipis.

"Kakak kan sudah pulang, ini buktinya kakak di sini" kata Julia.

"Maksud aku, kakak pulang ke luar negeri. Masa liburan anak kuliahan kayaknya sudah selesai, jadi kakak kan harus balik lagi ke Singapura buat lanjut belajar" Jinan mengamati tangan Julia yang bergetar, gadis itu seperti menahan sesuatu.

"Kalau misal kakak gak lanjut kuliah di sana gimana?" kali ini Jinan yang terdiam. Ucapan gadis ini terkadang adalah sebuah celaka, namun bisa juga kebohongan.

"Kenapa? Sayang gak sih kak, kakak tuh di sekolahin di tempat yang bagus sama Bu-- orang tua kakak, tapi kakak malah keluar" Jinan meremat kaos yang di pakainya. Lidahnya terasa kelu meski tak sengaja dirinya salah mengucap.

Jari-jemari Julia ikut mencabuti rumput-rumput liar di sekelilingnya. Jinan jadi ikut berfikir, gadis ini juga punya masalahnya. Tapi, apakah ia sadar bahwa dia telah menciptakan sebuah lubang besar di hati Jinan dengan keberadaan nya di sini.
"Kelihatannya, kamu gak suka ya kakak ada di sini" kedua mata gadis itu dengan cepat menabrak penglihatannya. Jinan bisa melihat kedua bola mata berwarna coklat yang mirip dengannya seperti sendu dan kecewa.

Jujur dalam hati 'Iya!, Aku gak suka banget kalo kakak ada di sini!' tapi yang bisa Jinan katakan hanyalah
"Bukan gitu kak, aku cuma gak mau kakak ketinggalan sekolah kakak, cuma karena ngurusin aku di sini"

"Lagipula, aku sudah baikan sama Abang" sekali lagi Julia menoleh ke arahnya, seolah perkataan nya tadi seperti memancing dirinya.
"Ada abang di sini yang bisa jagain aku dan ngurusin aku kayak biasa. Seperti waktu kakak ke luar negeri dulu, buktinya aku sehat-sehat aja kan?" tambah Jinan.

Getaran kedua tangan gadis itu semakin kencang, Jinan jadi khawatir apakah gadis ini sedang sakit? Jinan sedikit terkejut saat tangan dingin perempuan itu tiba-tiba menggenggam jari-jari nya.
"Jinandara mau ikut kakak gak? Kita ke luar negeri bareng"

Jinan menggeleng pelan. "Gak mau kalau gak ada Abang". Jinan mendesis, saat genggaman gadis itu mengerat. Membuat Julia menarik tangannya dengan cepat.

Keduanya kembali terdiam. Hanya suara kicauan burung dan gesekan ranting dahan yang ribut. "jangan sakiti Abang lagi, Kak" ucap Jinan.

"Jangan mentang-mentang Abang itu pendidikan nya rendah, jadi bisa di permainkan gitu aja. Dia punya adik laki-laki yang berpendidikan di sini"
Kedua netra Jinan berkaca-kaca.

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang