"Bahagia itu penting. Selama apapun kau hidup, sesukses apapun kau di masyarakat, jika kau tidak bahagia, maka itu sama saja dengan game over."
{Magician}
<ᗕᗒ>
"Hh ... hh ... aku, hh ... kapok. Jangan ajak aku ngebut lagi."
Dercy masih ngos-ngosan. Detak jantungnya benar-benar berantakan gara-gara Ivana memacu haverboard-nya dengan kecepatan yang gila. Yang mengejutkan adalah, kedua pelaku pemacu adrenalin itu tampak biasa saja.
Mereka ini manusia apa monster, sih?! batin gadis itu kesal.
"Kal—,"
"Eh, Miss Laras datang. Cepat duduk."
Ah, sepertinya Dercy harus menelan kembali kekesalannya. Wanita bernama Laras itu sudah berdiri di depan kelas. Entah mengapa, yang jelas Rennais ada di sana juga. Apakah mungkin ...?
"Hari ini pelajaran matematika. Reinnais Peeters selaku pemilik nilai matematika terbaik di kelas 2 yang akan mengajari kalian."
Nah, kan.
Para pemuda bersorak kegirangan mendengarnya. Melihat gadis dengan peringkat kecantikan kedua satu jurusan itu di kelas saja sudah menyenangkan, apalagi diajar selama dua jam pelajaran? Ini mah, jackpot namanya!
Keributan yang terjadi memancing rasa kesal Reinnais. Sebagai kutu buku pecinta ketenangan, suara sorakan kaum adam adalah hal paling memuakkan. Oleh karenanya, gadis itu mengambil wand-nya, menulis kata 'silent' yang membungkam satu kelas.
"Kita mulai. Jangan ada yang berisik ataupun tidak fokus."
Dercy menelan ludahnya sendiri. Walau tidak terkena sihir, tetap saja dia ngeri.
Apa semua Magician seseram ini? Tadi ngebut di lorong, sekarang mendesak seluruh kelas. Benar-benar gila, batinnya.
"Aldercy Zavaa. Jelaskan pengerjaan soal ini."
Bagus.
Kelas ini membahas apa tadi?!
Dercy memejamkan matanya sejenak. Perlahan, dia mengatur napas sambil berdiri dari duduknya. Baru saja hendak beranjak dari bangku, sebuah suara menginterupsi.
"Aku menyuruhmu menjelaskan, bukan maju dan mengerjakan. Cukup berdiri di bangkumu saja."
Oke, tetap tenang. Jangan panik, jangan takut.
Tangan Dercy mulai terangkat. Sebelah tangan dalam posisi menulis, sebelah tangan lain dalam posisi menggantung di udara, entah untuk apa.
"Bentuk sederhana dari [(√75 + 2√3) / (4 - √15)] + [(√12 - 3√5) / (4 + √15)] adalah ...."
Dercy berhenti sejenak setelah membaca soal. Dia kembali menutup mata. Begitu membukanya, sorot yang dipancarkan netra hazel itu beru—,
Sebentar.
Hazel? Bukankah netra Dercy itu coklat gelap? Ah ... lupakan. Lebih baik kita teruskan ceritanya.
"Bentuk tersebut dapat ditulis sebagai [(5√3 + 2√3) / (4 - √15)] + [(2√3 - 4√3) / (4 + √15)]. Dari situ, kita kerjakan angka keduanya dulu. [(2√3 - 4√3) / (4 + √15)] dapat disederhanakan menjadi [2√3 (1 - 2)] / (4 + √15), sama dengan (-2√3) / (4 + √15)."
Gadis itu menjelaskan secara rinci. Bukan hanya itu. Sembari berbicara, tangan kanannya menulis di udara dan tangan kirinya seakan-akan tengah mengoperasikan kalkulator ilmiah. Meski tulisannya tidak muncul, tapi gesturnya yang bak pemain pantomim handal membuat seluruh kelas seakan mampu melihat peralatan khayalan yang digunakan Dercy.
KAMU SEDANG MEMBACA
School: Magician [Tamat]
FantasySihir. Satu kata yang familiar di kalangan para penggemar rumor fantasia. Kata yang selalu dikaitkan dengan sosok penyembah setan yang menguasai ilmu hitam. Akan tetapi-, Benarkah demikian? Seburuk itukah kata ini? Kita tidak tahu. Kita tidak akan t...