15 - Myth Sky

369 86 1
                                    

"Tidak ada pencapaian cemerlang tanpa sebuah pengorbanan."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

Pagi yang indah. Pagi ini, mari menepi sejenak dari gedung sekolah. Kita beralih ke sebuah apartemen mewah yang ada di ibukota.

Di dapur salah satu unitnya, terlihat tiga remaja berbeda usia yang sedang sibuk masing-masing. Si rambut pirang berkacamata sedang memasak, si rambut hitam gelombang sedang mencuci piring, serta si rambut silver mata ungu tertidur di meja makan.

"Ck, Yolanda! Jangan tidur! Dasar kebo," omel si rambut pirang, Luciana.

"Udahlah Na. Percuma lo ngomel sampai mulut berbusa, tuh kebo gak bakal bangun."

"Maaf lho ya, gue denger Kak," protes si rambut silver yang dipanggil Yolanda itu.

"Bangun juga akhirnya si kebo. Ayo sarapan."

Ketiganya duduk diam menyantap makanan masing-masing. Menu sarapan kali ini adalah nasi goreng. Keheningan tercipta untuk beberapa saat.

"Ana, ambilin sambel dong. Mager," pinta Marina.

Luciana berdecak kesal. Dia mengangkat tangan kirinya sejajar telinga, lalu menggumamkan sesuatu yang tidak dipahami oleh kedua kawannya.

"Manaia," katanya singkat.

Seketika, benda yang dimaksud melayang dan mendarat sempurna di genggaman gadis itu. Dengan kasar, dia meletakkan botol saus sambal itu di depan Marina, menunjukkan seberapa kesal dirinya.

Pletak!

"Sakit, be*o! Udah diambilin malah njitak. Sialan."

"Lo tahu, kan, di sini ada CCTV?! Jangan sekarep udel lo pakai sihir!"

"Tinggal lo manipulasi aja, kan? Apa gunanya Magician techno macam lo?"

"Ta—,"

"Bener kata Kak Luci. Lo kan jago manipulasi data, Kak. Ngapain pakai ribut," imbuh Yolanda.

Ting!

"Manager WA, 5 menit lagi dia sampai. Buruan," kata Marina yang memeriksa ponselnya.

"Oke."

<ᗕ۝ᗒ>

"Cut!"

Teriakan sang sutradara menghentikan seluruh kegiatan. Yolanda segera menyeka peluh yang terasa membanjiri dagunya.

"Yolanda, performamu kurang memuaskan. Apa hanya segini kemampuanmu?"

Yolanda mengepalkan tangannya. Kepalanya menunduk menahan emosi.

Tahan Yolan, demi Kak Luci sama Kak Mari, batinnya.

"Maaf," lirihnya.

"Maaf, maaf. Jangan mentang-mentang kau centernya lalu kau bisa seenakmu! Langkah terlambat, gerakan salah, tarian tidak hafal pula. Kalau bukan karena Marina dan Luciana aku sudah lama membuangmu. Seharusnya kau bersyukur dan tidak membuat onar! Untuk ukuran anak tanpa orang tua dan asal-usul yang jelas—,"

Ctas!

Sial. Apa-apaan kilat raksasa tadi. Tidak mungkin muncul kilat yang menyambar tepat di antara mereka di siang bolong tanpa awan begini, kan?

Jangan-jangan ....

"Ah, gawat. Tuh bocah be*o apa gobl*k sih? Di depan non-Magician, bisa-bisanya," gerutu Marina sangat lirih.

School: Magician [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang