11 - Masalah

443 89 2
                                    

"Jangan pernah menyombongkan apapun karena di atas langit pasti masih ada langit."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

Dor!
Dor!
Dor!

Ah, syukurlah. Bantuan datang di waktu yang tepat. Tiga tembakan terlepas begitu saja, entah dari mana asalnya. Yang jelas, Violla yakin itu ulah Nadira.

"Bangs*t!"

Pria di depannya ini murka karena 3 anak buahnya tumbang setelah tertembak obat bius tepat di titik vital mereka. Dirinya mengamuk, berniat memukul Violla sebelum raga Revan menerjangnya. Senyuman gadis itu kembali begitu merasa keadaan mulai berbalik.

Perkelahian mulai seimbang. Dua jagoan SMA Chase melawan tujuh pencuri bayaran, mari kita lihat siapa yang akan menang. Ervin juga tidak tinggal diam. Dia ikut membantu sebisanya dengan memberikan beberapa pukulan pada lawan.

Ivana sendiri, diam-diam memakai sihirnya, menyedot stamina lawan dan mengopernya pada ketiga orang yang tengah berkelahi itu.

Dor!
Dor!

Ah, sial.

Mengapa penjahat itu tidak ada yang jujur sih? Hanya karena terpojok, bisa-bisanya mereka melayangkan tembakan. Untung saja Nadira berhasil melumpuhkan pria itu setelahnya, sehingga tidak ada lagi yang memegang senjata.

Meski begitu, Violla sudah terlanjur terkena tembakan di bahu kirinya. Kepala gadis itu mulai berputar. Pandangannya mengabur seiring rasa pusing yang menyerang. Ah, iya. Benar juga. Violla pasti kehilangan terlalu banyak darah gara-gara tembakan tadi.

Melihat kawannya yang seakan tengah sekarat, Revan segera membereskan mereka secepat mungkin. Begitu orang terakhir beres, polisi datang. Tanpa bertanya atau yang lain, para pelaku diringkus.

"Woy! Bangun, be*o! Jangan ambruk di tempat umum, gue ogah gendong lo," kata Revan sambil menepuk pipi Violla, berusaha menjaga kesadaran gadis itu.

Tak berapa lama, seorang gadis dengan penampilan aneh muncul. Gamis longgar dengan hijab besar menutup tubuhnya. Akan tetapi, sebuah senapan laras panjang ada di gendongannya.

Yha, kita semua tahu itu siapa. Siapa lagi kalau bukan Nadira? Gadis itu berlari dan dengan sigap melakukan pertolongan pertama. Luka Violla dibebat dengan perban agar tidak terjadi pendarahan lebih buruk.

"Van, lo anter Violla ke RS gih. Gue gak mungkin keluarin pelurunya. Mereka bertiga urusan gue, "kata Nadira.

Keduanya berpisah. Revan dan Violla melaju ke rumah sakit terdekat, sementara Nadira mengantar ketiga remaja itu ke rumah Aze, titik aman terdekat dari lokasi.

<ᗕ۝ᗒ>

"Kalian tidak terluka, bukan?"

"Un."

"Iya."

"Kami baik-baik saja. Vio ... bagaimana?"

Ketiga remaja itu tidak banyak berbicara. Sungguh, mereka masih syok dengan apa yang terjadi hari ini. Bahkan, Dercy yang sudah sering melihat perkelahian sungguhan secara langsung saja tidak pernah menyangka apabila akan melihat adegan adu tembak.

"Syukurlah kalau begitu. Apa kalian keberatan jika kutinggal? Aku ada urusan setelah ini."

"Iya, Kak. Terima kasih."

"Yoi. Adam, gue cabut dulu, mau ngajar. Nitip mereka ya. Bilangin ke Aze, kalau dah kelar urusannya, anterin mereka ke sekolah."

Keheningan kembali melanda untuk beberapa saat. Masing-masing dari mereka terlarut dalam pikiran masing-masing.

School: Magician [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang