24 - Penjelasan

290 82 3
                                    

"Di atas langit, masih ada langit. Jangan pernah menyombongkan apapun karena akan selalu ada orang yang sanggup mematahkan kesombonganmu itu."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

"Calling code, please."

Pemuda itu perlahan mulai membaik. Darah tak lagi keluar dari mulutnya. HP-nya juga berangsur-angsur menuju titik aman, sehingga dia sanggup berdiri.

"Dasar kau, Carl. Sudah tahu tidak kuat menahan damage sihir level 2 masih saja memaksakan diri," omel Skyle mengantongi ponselnya lagi.

"Berisik. Aku kan, hanya berusaha membantu," gerutu pemuda yang ternyata bernama Carl itu.

"Lain kali tunggu aku. Untuk Magician tanpa wand sepertimu, melakukan sihir dengan perantara itu akan mernguras banyak HP. Bisa gawat kalau kau krisis," kata Octavianus tiba-tiba.

Pemuda itu mengambil alih stopwatch-nya dan me-reset benda itu. Setelah yakin angkanya kembali nol, Octavianus menatap Skyle seakan meminta ijin.

"Kau gila?! Kau bisa berakhir lebih buruk dari Ketua, Octavianus. Tidak, tidak. Aku tidak akan mengijinkanmu melakukannya tanpa healer. Tidak akan pernah!" tolak Skyle.

Octavianus berdecak. "Lalu? Kau mau membiarkan ini, begitu? Hey, kau klan atas, begitu juga denganku. Kau tahu pasti bukan, peraturan utamanya?!"

"Kita tunggu keputusan Ketua. Untuk sementara, tidak ada pilihan. Oh ya, Ketua Tom, Ketua Ordo. Reinnais sudah sadar tadi, katanya kalau kalian tidak keberatan, dia ingin bicara dengan kalian. Dercy juga ikut ya. Lainnya, titipan dari Reinnais, katanya kalian bisa istirahat, dia akan mengambil alih sampai Ketua sadar."

<ᗕ۝ᗒ>

Tok ... tok ... tok ....

Setelah terdengar jawaban dari dalam, Skyle baru berani membuka pintu. Di dalam, ada Reinnais yang berdiri membelakangi pintu, sibuk membenahi sesuatu di pakaiannya.

"Kalian duduk dulu saja. Sebentar lagi aku selesai," kata Reinnais tanpa berbalik.

Dahi Skyle mengernyit sebentar, lalu setelahnya tertawa pelan. "Dercy, lebih baik kamu bantu Rein mengancingkan baju. Biasanya Ketua yang membantunya, dia pasti kesulitan."

Blush!

Muka Reinnais merah padam, malu tidak terkira. Pipinya bersemu, membuatnya terpaksa menunduk dalam. Bayangkan, rahasianya dibongkar di depan dua orang pemuda kakak kelas dan seorang gadis adik kelas. Ini benar-benar memalukan!

Dercy mendekat ragu-ragu. Benar saja, Reinnais terlihat kesulitan melakukannya. Sedari tadi, gadis itu meleset saaat hendak memasukkan kancing dalam lubangnya. Baru ada satu kancing saja yang berhasil terpasang.

Dilihat dari dekat, barulah Dercy menyadari, kalau Reinnais tidak memiliki jempol kiri dan telunjuk kanan. Pantas saja dia kesulitan. Ragu-ragu Dercy mengajukan tawaran untuk membantu.

"Mm ... Rein, mau Dercy bantu?" tanyanya lirih.

Oh ya, jangan bingung dengan yang terjadi barusan. Reinnais sebenarnya memang setahun lebih muda dari rata-rata siswa kelas satu.

Akan tetapi, saking cerdasnya, gadis itu sudah berada di kelas dua. Oleh karena itulah, seluruh siswa kelas satu akan langsung memanggil namanya di luar jam sekolah.

School: Magician [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang