13 - Kenangan

419 91 11
                                    

"Percayalah, dibandingkan luka fisik yang mematikan, kenangan buruk lebih ampuh untuk menghancurkan hidup."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

"Eum ...."

"Akhirnya kau bangun, Ketua."

Mata Sarah langsung terbuka penuh saat mendengar suara Reinnais. Kepalanya menoleh ke arah kiri dan menemukan raga adik kelasnya itu yang tengah duduk bersila di lantai.

"Kamar asrama?"

"Ya, Kak Tom tadi memikulmu seperti karung beras dan memaksa masuk area Magician, untung saja ada Kak Octavianus yang langsung mengambil alih dan menggendongmu kemari," rincinya.

Gadis itu menghela napas panjang. Perlahan, dia membenahi posisinya menjadi duduk sebelum melirik ke jam dinding di atas pintu kamar mandi. Benda bulat itu menunjukkan pukul setengah 7 malam, membuat gadis ini lagi-lagi menghela napas.

"Enam jam," katanya.

"Apanya?"

"Waktu pemulihanku. Sepertinya kemampuanku semakin lemah saja. Dalam kondisi umum, seorang Magician pemula seharusnya bisa memulihkan HP mereka kurang dari dua jam, bukan?"

Reinnais paham betul ke mana arah pembicaraan ini. Oleh karena itu, gadis ini berinisiatif mengalihkan pembicaraan.

"Sudahlah, jangan berpikir terlalu banyak. Sekarang kau harus makan. Tadi aku sempat beli roti tawar dan susu kaleng, makanlah dulu."

Bukannya makan, Sarah justru menatap jas yang ada di atas mejanya dengan tatapan heran.

"Itu jas siapa? Jelas bukan milik kita, kau dan aku kan, masih memakai jas."

"Oh, itu jasnya Kak Tom. Tadi Kak Tom berpesan, dia mau jasnya dikembalikan dalam keadaan bersih," kata Reinnais.

"Oh."

Tidak ada pembicaraan lagi. Keduanya sama-sama diam tanpa suara. Sarah yang memakan rotinya dengan gerakan lambat, serta Reinnais yang sibuk mengerjakan PR.

Selesai dengan suapan terakhir, Sarah baru teringat sesuatu. Tangannya dengan panik meraba leher, mencari sesuatu yang entah apa. Melihat sikap panik kakak kelasnya, Reinnais berusaha menenangkan.

"Tenang, Ketua, tenang. Clear ada di atas meja. Tadi rantainya tidak sengaja membelit lehermu, jadi aku melepasnya agar kau tidak tercekik," katanya.

Sarah tidak juga tenang. Tubuhnya masih terus memberontak dengan tangan yang makin kuat mencekik lehernya sendiri.

"Tidak ada. Mana," balas Sarah dingin dengan tatapan kosong.

"Ini. Lihat? Dia baik-baik saja."

Tangan Sarah bergetar menerima sebuah kalung berliontin kristal bulan yang tampak usang dan kusam itu.

"Clear? Kau dengar aku?"

"Iya, Sarah. Maaf, membuatmu panik. Aku tidak apa. Tenang, oke?" jawab kalung itu.

Sebentar. Jika kita perhatikan baik-baik, bukankah benda itu mirip wand? Akan tetapi, bukankah Sarah tidak punya wand? Ini membingungkan.

"S-syukurlah. A-aku, aku takut, Clear."

He? Sarah menangis?

Ini aneh. Sepertinya, kita harus mengulik sedikit masa lalunya agar bisa tahu ada apa sebenarnya.

<ᗕ۝ᗒ>

"Edo! Jangan ganggu," pekik gadis mungil itu saat bukunya disahut seorang pemuda.

School: Magician [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang