August 22, 2020
Four Seasons Hotel, JakartaPria itu bergerak, menggeram keras saat deringan ponselnya mulai mengganggu tidurnya yang menyenangkan. Dia menggumamkan sumpah serapah dan langsung duduk, menyebabkan rasa sakit mendera kepalanya tanpa ampun akibat hangover yang didapatkannya pagi ini setelah mabuk-mabukan semalam. Seingatnya, dia menghabiskan tiga botol. Atau lebih dari itu.
Dia berguling dari atas ranjang, meraih celananya dengan kaki dan memakainya dengan susah payah. Kemudian matanya menangkap sosok lain yang berbaring di ranjang yang sama dengannya dan baru dia sadari keberadaannya sekarang. Selimut yang menutupi tubuh polos wanita itu merosot ke bagian pinggang sehingga menampilkan pemandangan punggung dan leher yang penuh dengan bercak merah.
Oh, itu memang perbuatannya semalam. Dan itu adalah wanita yang tadi malam diperebutkan oleh teman-temannya. Tapi wanita itu berakhir di kamar hotel ini, telanjang, bersamanya, itu berarti dialah yang berhasil memenangkan wanita tersebut. Semalam ia sengaja datang untuk memenuhi undangan Mr. Andrien, salah satu rekan kerjanya sekaligus untuk berpesta tentu saja. Hanya saja dia tidak mengingat kesenangan apa saja yang sudah mereka lakukan semalam. Dia benar-benar mabuk sehingga memori otaknya tidak bisa memproses dengan baik. Gara-gara otaknya sudah tidak sanggup menampung segala bentuk masalah, akhirnya dia lampiaskan bersama dengan teman-teman dan wanita yang masih berbaring itu.
Pria itu beranjak ke sofa, mencari-cari ponselnya di antara tumpukan kemeja, dress, dan pakaian dalam yang berserakan di satu tempat. Dia menemukan ponselnya di dalam saku jas yang tergeletak di atas sandaran kursi. Lalu dia mengambil obat penghilang rasa sakit yang selalu dibawanya ke mana-mana untuk berjaga-jaga, sebelum akhirnya menjawab telepon itu. Pria tersebut melangkah ke sudut lain kamar, mengisi air ke dalam gelas yang sudah tersedia di sana, dan baru akan meminum obatnya saat suara wanita yang terdengar sangat marah mulai mengganggu pendengarannya karena teriakan super dahsyat langsung menusuk pendengarannya.
"NALENDRA ZAVIER AKHTAR! APA YANG KAMU LAKUIN, HAH? BUNDA UDAH SURUH KAMU PULANG KE RUMAH SEMALAM DAN KAMU SAMA SEKALI NGGAK MUNCUL! DAN BUNDA DAPET KABAR KALO KAMU MABUK-MABUKAN LAGI DAN BERANI-BERANINYA BAWA PEREMPUAN KE HOTEL! KAMU INI BENER-BENER BIKIN BUNDA MARAH ZAVIER!!..."
"Bunda," ucap pria itu dengan nada malas, "aku udah bilang kalo aku nggak akan pulang kalau bunda masih aja jodoh-jodohin aku buat nikah sama perempuan-perempuan pilihan bunda itu. Aku sama sekali nggak tertarik sama komitmen dan nggak akan melakukannya dalam waktu dekat. Kalo bunda mengkhawatirkan kisah cintaku, tenang aja, aku bisa dapetin perempuan itu dimana pun dan kapan pun kalo aku mau. Dan, kalau bunda mau cucu dari aku, bunda tinggal bilang aja. Aku bisa sewa satu perempuan buat aku hamili dan menyuruhnya melahirkan anak untukku. Masalah selesai, kan?"
"Oh, ya Tuhan.. dosa apa aku selama ini sampe melahirkan anak seperti kamu, Zavier?" kata ibunya dengan suara yang terdengar hampir putus asa. "YA! Apa bunda nggak pernah ngajarin kamu tentang sopan santun, huh? Apa kamu nggak punya otak? Zavier, pulang sekarang juga atau nama kamu akan hilang dari daftar ahli waris!"
"Mana bisa kayak gitu!" kata Zavier gusar.
"Tentu aja bisa, anak nakal! Kamu tahu? Semalam pengacara ayah kamu datang ke rumah untuk kasih tau isi surat wasiatnya. Dan kamu, Zavier, karena kamu nggak datang, maka bunda akan mempertimbangkan ulang surat wasiat itu. Dan bunda pastikan kamu nggak akan mendapatkan The Shivvinest Company dengan mudah kalo kamu nggak segera menikah dengan perempuan baik-baik pilihan bunda!"
"Damn it!" umpat Zavier saat teleponnya terputus begitu saja.
Oh.. tidak, tidak. Dia sudah begitu lama menunggu agar ayahnya bersedia memberikan perusahaan itu padanya. Dan sekarang, setelah ayahnya meninggal, malah bundanya ikut mempersulit perjuangannya juga, merepotkan saja. Dia harus menikah sebelum memimpin The Shivvinest! Perusahaan yang dibangun ayahnya itu sudah turun temurun semenjak jaman kakeknya, dan diperluas jangkauannya oleh ayahnya. Bukan hanya The Shivvinest Hotel saja, namun ada beberapa apartment, rumah sakit, resort, taman hiburan bahkan yayasan pendidikan yang sudah bekerja sama dengan pemerintah setempat.
Zavier menghembuskan napasnya kasar. Kali ini dia tidak bisa menolak atau pun menghindar lagi dari situasi seperti ini. Benar-benar menyusahkan!
______________
Zavier baru saja selesai memasang sepatu dan hendak meraih jasnya, saat wanita yang dia tidak tahu namanya itu bangun dan menatapnya bingung. Bisa dipastikan, wanita itu akan mendapatkan apa yang tidak dia inginkan pagi ini.
"Nggg.. kamu mau ke mana?"
"Pulang," jawab pria itu singkat sambil bangkit berdiri. Bau menyengat alkohol masih tercium dari baju yang dipakainya semalam dan dia harus kembali ke apartemennya dulu untuk mengganti bajunya agar bisa berpenampilan pantas di depan bundanya yang kadang-kadang bisa sangat menyusahkan itu.
"Apa kamu nggak mau lebih lama lagi di sini? Sama aku? Atau kamu bisa meninggalkan kartu nama atau nomor ponsel supaya aku bisa menghubungimu lagi nanti? Kita bisa berkencan lagi kapan-kapan. Oh, atau kamu mau kartu namaku?" Tanya wanita itu antusias saat menwarkan sesuatu tanpa tahu malu di mata Zavier. Wanita itu bahkan berani turun dari ranjang tanpa selimut yang menutupi tubuh polosnya, lalu berjalan menghampiri Zavier yang mulai kehilangan kesabaran. Dia sudah terburu-buru dan wanita itu semakin mempersulitnya.
"Maaf, wanita. Kamu harus tau aturan mainku." Tukas Zavier menunduk dan menghujamkan tatapan tanpa belas kasihan pada wanita yang berdiri tepat di hadapannya.
"Apa maksud kamu?" Tanya wanita itu yang tampak bingung.
"Kamu harus tahu bahwa aku nggak pernah berkencan dengan wanita yang sama lebih dari satu kali. Itu artinya, kamu harus segera pergi dari hadapanku." Ucapan Zavier bagaikan racun mematikan bagi wanita malang itu. "Kamu mengerti, kan?"
[See You on Next Chapter]
Song Kang as Nalendra Zavier. A
He's my personal imagination to fulfill Zavier's character here based on my korean drama movie called "Nevertheless". Anyone know him, right?
So, on the next chapter special for female character🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Peeking Past Foliage
Romance[An Office Romantic, Heartfelt Story] Tidak pernah terbersit dalam benak Zeline sedikit pun untuk terikat dalam komitmen pernikahan-setidaknya dalam waktu dekat ini. Yang ada di dalam pikirannya hanyalah kesuksesan karirnya sebagai Marketing Officer...