July 3, 2021
Calief's Home, Bandung
"Kamu udah janji nggak akan mengabaikan telepon ayah atau mama, meski kamu udah punya calon suami."
Zeline memutar bola matanya, "Iya, ayah. Lagian kalian orang-orang penting buat Zeline, dari pada calon mantu ayah itu. Cih!" Katanya ketus.
"Eyyy... Ilangin kebiasaan buruk kamu mulai sekarang. Sebentar lagi kamu akan jadi istri. Nggak baik kalo mempertahankan sifat defensif kamu itu."
Zeline mencibir. "Sifatku menurun dari istrimu itu, ayah." Dia melirik ke arah mamanya yang berdiri di ambang pintu kamar dengan tangan terlipat di dada.
"Yah, benar. Memang kamu itu fotokopian mamamu," gumam pria berusia 58 tahun itu, yang hanya bisa di dengar oleh mereka berdua.
"Aku mendadak kangen sama Nath," ucap Zeline dengan tampang sedih. "Suruh dia liburan ke Jakarta, ketemu sama aku, ya, ayah!"
"Percaya sama ayah, Nath pasti memilih libur semester sama teman-temannya. Daripada ketemu sama kamu di Jakarta."
Zeline mendengus kesal. "Benar juga. Bocah satu itu memang benar-benar nggak pernah peduli sama kakaknya." Kata wanita itu. "Sekarang aku menyesal karena udah kangen sama bocah itu." Dengusnya, menutup resleting tas Hermes-nya yang berisi pouch make up, dan girl stuffs lainnya, dan bergegas menghampiri balkon kamar saat suara klakson mobil terdengar dari bawah.
"Calon suami kamu sangat tampan," celetuk ayahnya tiba-tiba.
Zeline mengiyakan ucapan itu, karena pada kenyataannya memang pria yang saat ini berstatus calon suaminya itu memang tampan. "Kebetulan."
"Tapi, coba kamu liat ayah. Dulu ayah juga nggak kalah tampan dari Zavier."
"Iya, Zeline percaya. Tapi ayah nggak bisa melawan penuaan." Zeline tersenyum puas melihat tampang ayahnya yang berubah muram dalam sekejap.
Sebelum pria tua itu membalas, dia segera berlari pergi menuju lantai bawah, mendecak dalam hati saat melihat mamanya sudah sampai di sana duluan, menyambut Zavier dengan tangan yang mengelus lengan pria itu— mamanya memang penyuka pria-pria tampan.
"Kamu ganteng banget sih, nak Zavier. Beruntung sekali Zeline dapetin calon suami kayak kamu, dan—"
"Astaga, mama cukup!"
Mamanya membuat malu saja.
Zavier tersenyum melihat kehadiran Zeline sambil meraih tas berisi pakaian wanita itu untuk dimasukkan ke dalam mobil.
"Zeline, usahakan jangan sampai Zavier lepas dari kamu," Ayra berbisik sambil mencengkram lengan atas anaknya. "Dan, kalau kamu mau kasih mama hadiah ulangtahun bulan depan, cukup kirim foto kalian tanpa baju. Dan—"
"Aishh, mama!" Kesal Zeline, sedangkan mamanya hanya cengar-cengir tanpa rasa bersalah. Zeline pusing menghadapi tingkah absurd mamanya sendiri. Astaga! Bisa-bisanya wanita paruh baya itu, memikirkan hal seperti itu. Apa tadi katanya? Telanjang? Mereka? Hell, no!
"Berhentilah bertingkah, ma. Mama sudah cukup umur buat ingat kematian." Zeyn menegur istrinya itu.
"Kenapa? Takut kalah saing, ya? Ya Tuhan, apa kamu nggak liat betapa sempurnanya calon menantu kita?"
Zeline hanya menghela napas berat. Kapan mamanya akan berhenti mengira bahwa dirinya masih muda dan berpikiran absurd seperti ini?
"Aku pergi dulu," tukas Zeline saat Zavier kembali menghampiri mereka dan menyalimi satu persatu tangan orang tua itu, untuk menyapa. Dan Zeline tanpa perasaan menarik pria itu secara paksa ke mobil, melambai asal ke arah orang tuanya tanpa menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peeking Past Foliage
Romance[An Office Romantic, Heartfelt Story] Tidak pernah terbersit dalam benak Zeline sedikit pun untuk terikat dalam komitmen pernikahan-setidaknya dalam waktu dekat ini. Yang ada di dalam pikirannya hanyalah kesuksesan karirnya sebagai Marketing Officer...