Akhtar's Family House
—Pondok Indah, Jakarta"Ckckck.. pasti Abang semalem abis main-main lagi ya?" Sambut Kelena Zakeisha Akhtar, adik perempuan dan satu-satunya Zavier, saat melihat tampang kusut kakaknya yang wajahnya berantakan saat berpapasan di ruang keluarga.
Zavier tidak menjawab dan hanya merangkul Kei— panggilan untuk adiknya— sekilas, yang dibalas dengan tepukan menenangkan di punggungnya.
"Bunda di dalem. Masuk aja, gue mau panggil Al dulu."
"Lagi apa dia? Udah lama gue gak liat anak itu."
Kei tersenyum, abangnya memang menyayangi anaknya— Alshain El-Mahfudz. Jodohnya memang datang lebih cepat dari pada abangnya. Jadi, dia dipersilahkan untuk melangkahi abang tercintanya itu, tanpa uang pelangkah. Lagipula, menurut Kei abangnya sudah kaya, jadi untuk apa dia meminta uang pelangkah.
"Lagi aktif banget dia, bang. Udah mau masuk play group. Excited banget pas dia denger lo pulang ke sini."
Zavier tersenyum bangga mendengar itu. Rupanya, keponakan gembulnya itu merindukan dia. Sangat disayangkan memang, dia jarang pulang ke rumah orangtuanya ini. Paling banyak tiga kali sebulan, dan paling sedikit tiga kali setahun. Tapi dia sudah menyuruh Kei untuk menemani bundanya agar tidak kesepian. Memiliki anak hanya dua, dan apa kabar bila semuanya memilih untuk memiliki rumah sendiri. Sisi kemanusiaan Zavier memaksa dirinya untuk peka dalam hal ini. Walaupun Bundanya cerewet dan terkesan ikut campur, namun ia tetap menghormati dan menyayangi satu-satunya orang tua yang tersisa di dunianya saat ini.
"Apa bunda benar-benar bakal menyusahkan gue lagi? Kenapa bunda masih nggak percaya sama kemampuan gue, sih? Padahal gue udah memimpin perusahaan selama kurang lebih dua tahun tanpa bantuan siapapun dan bunda masih aja kasih syarat-syarat nggak masuk akal. Apa lagi ini perjodohan?" Zavier mengusap wajahnya kasar, menandakan bahwa pria itu cukup frustasi dengan syarat yang diberikan bundanya kali ini.
"Cuma satu syarat," komentar Keisha. "Bunda cuma pengen lo menikah. Dan bukannya itu sesuatu yang baik untuk masa depan? Entah buat jangka pendek atau jangka panjang."
"Jadi, lo juga dukung idenya bunda?" Seru Zavier tak percaya. "Aish, kenapa nggak ada yang memihak gue? Dan siapa wanita sialan itu?" Jawab pria itu, menahan emosi.
"Belum diputuskan," ujar Keisha mencoba untuk kalem. "Abang yang nanti memutuskan sendiri."
Zavier tersenyum sinis, "Apa bedanya? Gue tetap dipaksa menikah."
"Seenggaknya, abang yang pilih sendiri jodohnya," ucap Keisha dengan nada sabar. "Karena abang yang akan menjalani pernikahan itu, bukan bunda apalagi gue."
"Ya. Dan sebelum wanita itu, siapa pun dia berhasil masuk ke hidup gue, gue akan lebih dulu buat hidupnya sebelas dua belas sama neraka," ucapnya dengan nada ringan, mengabaikan ekspresi adik perempuannya yang tampak kaget. "Jadi, pada akhirnya dia cuma punya dua pilihan. Kabur dari gue atau memohon kematian di tangan gue sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Peeking Past Foliage
Romance[An Office Romantic, Heartfelt Story] Tidak pernah terbersit dalam benak Zeline sedikit pun untuk terikat dalam komitmen pernikahan-setidaknya dalam waktu dekat ini. Yang ada di dalam pikirannya hanyalah kesuksesan karirnya sebagai Marketing Officer...