[MATURE CONTENTS 21+]
This story contains mature themes, including explicit language and sexual content. Reader discretion is advised🙏🏻✨✨✨
"Tumben banget. Biasanya kamu nggak mau cerita apa-apa sebelum aku paksa dan sekarang kamu dengan santainya kasih tau aku kalau kamu ketemu sama mantan pacarmu itu? Hebat sekali, Kekira Zeline. Emang balasan apa yang kamu harapkan dari aku? Berharap aku mengaku cemburu, begitu?"
Awalnya, Zeline mencari-cari alasan untuk menelpon pria itu, dan malah berakhir dengan mulutnya yang menceritakan kejadian tadi sore di kantor saat dia bertemu dengan pria yang ia sukai.
"Aku cuma mau pamer aja," elaknya, sadar bahwa dia memang mengharapkan kemarahan pria itu atau sejenisnya. Sesuatu yang menunjukkan rasa tak rela, bisa dibilang cemburu. Tapi rasa-rasanya mustahil dimiliki pria itu.
"Baiklah. Aku nggak mau ganggu pekerjaan kamu lama-lama. Tapi satu pertanyaan lagi," tukasnya. "Kapan kamu pulang?"
"Besok," jawab pria itu sekenanya.
Zeline mengira bahwa pria itu sudah memutuskan teleponnnya secara sepihak, tapi beberapa detik setelahnya pria itu bicara lagi.
"Hei," kembali diam. Lalu, sedetik kemudian, "ini di telepon. Dan kita nggak lagi berhadapan. Dan aku nggak perlu merasa malu sama apa pun yang akan aku bilang sama kamu."
Zeline mencengkram ponselnya. Menunggu.
"Aku cemburu." Terdengar helaan napas. "Kalau rasa gatal di tanganku karena ingin mencekik leher laki-laki itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kecemburuan, maka ya. Kurasa aku memang begitu."
Sekali lagi hening.
"Aku cemburu karena dia punya masa lalu kamu. Dan dia kenal kamu lebih lama daripada aku. Aku bisa aja menghancurkan karirnya, kamu tau? Atau menjauhkannya dari kamu secara paksa. Dan aku bahkan nggak tau untuk alasan apa aku mau melakukannya.
... tapi aku nggak bisa. Aku nggak bisa melakukan hal buruk pada apapun atau siapapun yang kamu suka. Karena itu akan buat kamu nggak bahagia. Dan kalau kamu nggak bahagia, maka aku rasa.. aku pun nggak bahagia."
Zeline tanpa sadar menahan napas dan untuk sesaat gelagapan mencari udara.
"Dan itu menimbulkan pertanyaan lain, kan? Kenapa aku harus nggak bahagia saat kamu nggak bahagia?"
***
Zeline membuka matanya tiba-tiba, memandangi ranjang kosong di sampingnya. Mungkin dia sudah tertidur sekitar satu jam atau lebih dan sejak beberapa jam sebelumnya, dia melakukan hal yang sama berulang kali. Tidur sebentar, lalu terbangun lagi secara mendadak.
Wanita itu menghela napas. Zavier baru akan pulang besok malam jika jadwalnya tidak diperpanjang dan dia tidak bisa meminta pria itu mempercepat kepulangannya. Lagi pula, kenapa Zavier melakukan hal itu? Memangnya dia siapa? Menurutnya, tidak ada yang berubah dari hubungan mereka. Dia seharusnya tidak mulai berharap lebih daripada yang pria itu bersedia berikan.
Zeline turun dari ranjang, keluar kamar, dan melangkah ke dapur. Lampu masih dimatikan dan semuanya tampak remang-remang karena cahaya hanya berasal dari jendela besar di ruang tamu yang tirainya dibiarkan terbuka sehingga cahaya bulan bisa masuk ke dalam. Dan wanita itu terlalu malas untuk mencari sakelar lampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peeking Past Foliage
Romance[An Office Romantic, Heartfelt Story] Tidak pernah terbersit dalam benak Zeline sedikit pun untuk terikat dalam komitmen pernikahan-setidaknya dalam waktu dekat ini. Yang ada di dalam pikirannya hanyalah kesuksesan karirnya sebagai Marketing Officer...