A Restaurant, Grand Indonesia
— 19.50 WIB
Zeline menarik kursi, menempelkan punggungnya pada sandaran kursi yang menurutnya lumayan empuk, lalu memandang ke arah empat orang yang sedang senyum-senyum mengerikan ke arahnya, entah apa maksud mereka.
"Hai, Zeline!" Salah seorang tersenyum riang. "By the way, gue seneng banget bisa ke tempat ini. Thanks, bu bos."
Wanita yang disebut namanya itu hanya mendengus malas. Bukan dia yang mengajak mereka ke sini. Wanita itu pun dipaksa ke sini, dan tentu saja membayar semua pesanan mereka, alih-alih traktiran karena tunangan dengan bos besar, katanya. Padahal yang bos kan bukan dia. Kenapa jadi wanita itu yang kena sial.
Di jam makan siang, teman divisi sekaligus sahabat wanita itu menerornya. Zeline memang sengaja tidak banyak mengumbar cerita pada mereka, tapi ternyata para sahabatnya itu sudah tidak sabar untuk mendengar secara langsung penjelasan dari wanita itu. Calon istri bos besar..
Akhirnya di sinilah mereka berlima, SKYE Bar and Restaurant. Tempat ini ditentukan secara voting oleh sahabatnya itu..
"Kalian emang kurang kerjaan. Gue udah kayak lagi ikut sekte aneh dan terlarang," tukas Zeline yang duduk di bangku tersisa tadi— di sebelah kanannya, Bellva. Sedangkan di sebelah kirinya ada Zayyan.
"Untung nggak lembur. It's fun, Zel!" Sahut Dito kemudian.
"Okay, well.. so what happened? Kenapa kita semua kumpul di sini?" Pertanyaan retoris keluar dari mulut Zeline.
Bellva yang duduk di samping wanita itu refleks mencubit lengan wanita itu hingga mengaduh.
"Sakit, nyet!"
"Nggak usah pura-pura bego makanya," dengus Bellva kesal.
"Bellva bilang Lo sekarang tinggal bareng... Pak Nalendra?"
Zeline langsung mendelik ke arah Bellva yang hanya memperlihatkan senyuman tanpa dosa ke arahnya.
"Seharusnya kalian nggak perlu ngajak gue ke sini, karena Bellva dan mulut bocornya udah kasih tau kalian duluan."
"Kan niat gue baik, Zel. Biar lo nggak perlu repot-repot cerita panjang lebar lagi sama mereka. Menghemat energi juga, kan? Gue sahabat yang baik, kan?" Wanita yang disebut namanya oleh Zeline tadi dengan cepat membela diri.
Zeline mendengus. Ini tahun kesepuluh pertemanannya dengan Bellva, dan sepertinya wanita itu sudah menerima kenyataan bahwa memiliki sahabat yang bermulut ember. Walau begitu, wanita itu paling dekat dengannya.
"Lo beneran ada rasa sama pak Nalendra?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Dito.
"Suka atau engga, yang paling penting sekarang adalah, usahakan supaya lo nggak hamil sebelum kalian resmi nikah," Zayyan memperingati. "Kalau itu terjadi, gue bakal maju paling awal buat hajar mukanya. Walau pun dia bos gue juga."
"Thanks, Yan. Lo emang paling bisa diandalkan. Tapi nggak usah khawatir sama gue. Lebih baik lo khawatir sama bos kalian yang sekarang jadi tunangan gue itu. Siapa tau gue yang nggak bisa menahan diri." Jawab Zeline menghela napas panjang.
Bellva menggelengkan kepala mendengar jawaban Zeline. "Buah emang jatuh nggak jauh dari pohon," dia mendecak. "Dua bulan lalu anak keuangan lo ghosting. Tiba-tiba udah ada kabar baru lo tunangan sama bos besar di kantor."
Zeline meringis. "Baru dua kali makan bareng dia udah ngajak gue nikah. Menurut lo apa yang harus gue lakuin?"
"Iya, gue paham. Banyak perempuan di luar sana yang dengan senang hati menerima laki-laki yang punya sikap serius dan bersedia melakukan penjajakan lebih jauh. Tapi yang jelas nggak cocok sama lo." Ujar Sasi akhirnya, memahami sisi lain dari temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peeking Past Foliage
Romance[An Office Romantic, Heartfelt Story] Tidak pernah terbersit dalam benak Zeline sedikit pun untuk terikat dalam komitmen pernikahan-setidaknya dalam waktu dekat ini. Yang ada di dalam pikirannya hanyalah kesuksesan karirnya sebagai Marketing Officer...