2

290 28 10
                                    

"Ada yang mengajakku kencan buta. Kudengar dua dari mereka berkerja sebagai arsitek di Yongjin Group. Siapa tahu kita bisa mendapatkannya. Kali ini kau mau ikut?" karena letak kubikel Park Haneul tepat di depan Jiwoo, gadis itu hanya butuh berdiri untuk melihat Jiwoo secara langsung.

Jiwoo terkekeh pelan. "Maaf aku tidak bisa ikut. Pekerjaanku sempat tertunda karena Chief Min memintaku untuk segera menyelesaikan list pembayaran terlebih dulu. Aku harus lembur." tolak Jiwoo sembari memijat lehernya yang sudah terasa begitu tegang.

Kedua mata Haneul menyipit. Menatap Jiwoo dengan tatapan curiga. "Benar karena pekerjaanmu belum selesai atau kau yang sengaja menghindari kencan buta?" karena Yoongi sedang berada di ruang rapat bersama Manager bagian bisnis unit dari tiga puluh menit yang lalu, Haneul bisa leluasa mengobrol dengan Jiwoo di jam pulang ini.

"Besok ada rapat yang harus Chief Min dan aku hadiri. Makanya aku harus menyelesaikannya hari ini dan tidak bisa ikut denganmu." Jawab Jiwoo, meyakinkan Haneul meski sepertinya tidak begitu mempan.

Walaupun Jiwoo akrab dengan teman satu timnya, namun Haneul adalah gadis yang bisa dibilang menjadi teman dekatnya di tempat kerjanya ini. Haneul memang seniornya, namun dia tidak pernah membedakan Jiwoo soal statusnya sebagai junior dari awal gadis itu bekerja sampai saat ini ketika keduanya sudah dekat.

Dan selama Haneul mengenal Jiwoo, selama itu juga Haneul tidak pernah melihat gadis itu menjalin hubungan dengan siapapun. Yang dia tahu, Jiwoo ini selalu menyebutkan satu nama pria yang dia akui sebagai sahabatnya.

Meski Haneul sering mendengar Jiwoo mengeluh sedetik setelah menutup panggilan dari orang tuanya yang tinggal di Jeju karena menyuruhnya untuk segera menikah, namun, Haneul tidak pernah melihat Jiwoo mengindahkan keinginan orang tuanya itu. Setidaknya hanya sekadar mencari pacar dengan cara kencan buta atau berkenalan dengan seseorang di tempat kerja yang sekiranya Jiwoo tertarik untuk di dekati, tapi semua itu tidak pernah Haneul lihat. Yang ada, Jiwoo hanya bekerja hingga larut setelah itu pulang. Hanya sesekali ikut untuk makan malam bersama tim.

Maka dari itu, Haneul sering mengajak Jiwoo untuk kencan buta. Namun, sudah dugaan dari awal, semua kencan buta yang di tawarinya selalu Jiwoo tolak dengan alasan lembur seperti yang sekarang dia lakukan. Haneul tahu jika Jiwoo itu gadis yang mandiri. Gadis itu bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Bahkan Haneul sering melihat Jiwoo melakukan hal yang notabenenya hanya pria yang melakukannya seperti contoh kecilnya mengangkat galon air mineral di pantry.

Tapi apakah Jiwoo akan terus betah sendiri? Setinggi apapun tingkat kemandirian orang, ada kalanya kita membutuhkan seseorang untuk bersandar.

Bukan seorang teman. Namun, seseorang yang memiliki satu tempat spesial di hatinya.

"Aku tetap tidak percaya." Gumam Haneul. Lalu dia mengambil tasnya sebelum ia sampirkan di bahunya. "Kapan pada akhirnya kau akan menyetujui ajakanku untuk mencari pasangan?"

Jiwoo mengedikkan bahunya. "Entahlah. Mungkin nanti setelah aku tidak begitu sibuk."

Haneul mendecakkan lidahnya. "Saat kau tidak sibuk, kau akan mengambil alasan lelah untuk menghindari kencan buta. Jujur saja, kenapa kau selalu menghindari kencan buta? Kau penyuka sesama jenis atau bagaimana?"

Pertanyaan langsung tanpa saringan itu membuat Jiwoo tertawa. Pertanyaan itu juga mengundang perhatian beberapa orang di dalam ruangannya. "Memang karena tidak bisa. Dan aku masih menyukai pria."

"Terserahmu saja. Aku akan mengirimkan lokasinya jika kau berubah pikiran di detik terakhir." Ucap Haneul, mengirimkan lokasi di mana kencan buta itu akan berlangsung.

DandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang