22

225 23 12
                                    

Sambil memakan roti isi buatannya, Jiwoo menatap pemandangan pagi dari jendela apartemennya. Tak ada cuitan burung dengan sinar matahari yang masih terasa hangat jika sinarnya menyentuh permukaan kulit. Kedua netra itu di suguhi oleh pemandangan langit yang di naungi oleh awan gelap beserta tetesan air hujan yang cukup deras dari jendela apartemennya. Gadis itu menghela napasnya sebelum ia buang dengan kasar.

Terkadang ia menyayangkan dirinya sendiri karena tidak memiliki mobil untuk ia kendarai jika cuaca sedang tidak bersahabat seperti saat ini untuk pergi bekerja. Tidak mungkin juga Jiwoo terus mengandalkan Jungkook hanya untuk sekadar mengantarnya.

Lagi pula sudah dua hari pria itu tak menunjukkan batang hidungnya. Namun, kali ini bukan karena hilang kabar seperti dulu. Katanya dia sibuk. Terlalu sibuk untuk kembali menstabilkan perusahaan ayahnya yang katanya sedang mengalami masalah di kantor cabang Jepang. Padahal Jungkook masih berada di kantor pusat Seoul dan akan pergi ke Jepang dalam beberapa hari.

"Ji, ayo kabur denganku. Aku sudah benar-benar muak dengan pekerjaan ini." keluh Jungkook sembari mengusap wajahnya yang sudah terlihat lelah. Dua bayangan hitam, terlihat begitu kentara di bawah mata bulatnya yang kini terlihat kuyu. 

Ada perasaan tidak tega begitu melihat keadaannya yang kacau disaat keduanya ber-video call. Sudah di pastikan, Jungkook tidak mendapatkan cukup istirahat. Ingin rasanya Jiwoo datangi pria itu ke tempatnya dan mendekapnya untuk meredakan sedikit lelah yang di rasakannya.

Lamunan Jiwoo terhenyak begitu merasakan ponselnya berdering pada saku celana. Dengan segera, ia mengambilnya untuk melihat siapa yang menghubunginya di pagi ini. kedua matanya mengerjap setelah melihat nama Yoongi di layar ponselnya.

"Hallo?" sapa Jiwoo begitu ia menerima telepon masuk dan menempelakannya pada telinga.

"Jiwoo?" panggil Yoongi di seberang sana. "Kau sudah berangkat kerja?"

Dengan alis menaut,Jiwoo menjawab. "Belum. Bagaimana denganmu? Sudah berangkat?" tiba-tiba sekali atasannya itu menghubungi Jiwoo hanya untuk menanyai jika dirinya sudah berangkat atau belum.

"Belum." Jawabnya. "Mau pergi bersama?" ajak Yoongi tanpa ada basa-basi. Membuat lagi-lagi Jiwoo terkejut dengan ajakan Yoongi yang sama sekali tak terduga.

"Bagaimana?" dengan sendirinya Jiwoo bertanya. Memastikan pendengarannya tidak salah mendengar.

"Mau pergi bersama?" ulang Yoongi. Suaranya mengalun dengan pelan.

Jiwoo menelan salivanya dengan susah payah. Masih belum memercayai pendengarannya. Lagi pula bagaimana jika ada orang kantor yang melihat keduanya berangkat bersama? Memangnya Yoongi tidak akan keberatan? Karena Jiwoo yakin, jika salah satu teman kantornya melihat mereka berangkat bersama, sudah di pastikan rumor tak masuk akal akan menyebar satu gedung.

"Memangnya tidak akan kenapa-kenapa?" Jiwoo coba meyakinkan.

"Maksudnya?"

Jiwoo membasahi bibirnya dengan gugup. "Bagaimana jika ada orang kantor yang melihat kita?" tanya Jiwoo dengan suara pelan dan hati-hati.

Ada jeda di seberang sana. Hening untuk beberapa saat yang membuat Jiwoo ikut menahan napasnya. "Memangnya kenapa?" akhirnya Yoongi kembali bersuara. "Kau tidak mau ada yang melihat kita berangkat bersama?" Meski lewat telepon, Jiwoo masih bisa mendengar suaranya terdapat nada kecewa meskipun tidak begitu kentara.

Setelah mendengarnya, Jiwoo langsung menggeleng dengan kuat. Sadar Yoongi tidak bisa melihatnya, buru-buru Jiwoo menjawab, "Bukan begitu maksudku. Aku hanya takut jika kau akan merasa tidak nyaman jika ada orang kantor yang melihat kita. Kau tahu sendiri, mereka akan membuat rumor tak masuk akal."

DandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang