25

434 36 27
                                    



Sudah setengah jam Jungkook berada di dalam gym yang berada di tempat hotelnya menginap. Dan malam itu Jungkook merasa lebih leluasa karena pengunjung yang datang tidak lebih dari lima orang. Mungkin karena sudah terlalu larut untuk mengunjungi gym. Namun, tentu saja tidak baginya. Justru dia senang jika keadaan ruangan terlihat lebih sepi.

Sudah seminggu Jungkook berada di Jepang. Dan sudah seminggu juga pria itu terus mengunjungi gym sepulangnya dari gedung perusahaannya. Meskipun pria itu pulang tengah malam, dia selalu menyempatkan dirinya untuk mengunjungi ruangan penuh dengan mesin olahraga itu sebelum kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Bisa di katakan, saat ini penghilang penatnya hanyalah berolahraga. Untuk melupakan pikiran runyamnya sepulang kerja dan juga menghilangkan rasa rindu yang menggebu pada gadis yang sampai saat ini tak tahu bagaimana kabarnya.

Tidak hanya sekali Jungkook mencoba menghubungi Jiwoo. Namun, hasilnya tetap sama. Semua telepon dan pesan singkat darinya, selalu gadis itu abaikan.  Sampai pada akhirnya Jungkook membiarkan gadis itu sendirian. Memberinya ruang dan waktu tanpa dirinya ganggu. Meski sebenarnya pria itu sudah seperti pria sinting karena sangat merindukannya.

Jujur saja, meskipun seminggu telah berlalu dimana Jiwoo menangis di hadapannya setelah mengungkapkan perasaannya, sampai saat ini rasanya masih terasa tidak begitu nyata. Bahkan pada kala itu yang dilakukan Jungkook hanya melamun setelah kepergian Jiwoo keluar. Jungkook sendiri bingung. Ia benar-benar terkejut mendengar ucapan Jiwoo mengenai perasaannya. Dan sekarang dia selalu menyesali perbuatannya yang hanya diam.

Kenapa pada waktu itu Jungkook tidak menahan Jiwoo untuk keluar? jika itu terjadi, mungkin sekarang Jungkook akan leluasa melakukan panggilan video di setiap pria itu merindukan sahabatnya.

Kini Jungkook sedang memukul sasak tinju berwarna hitam yang menggantung. Meskipun peluh sudah terlihat membanjiri sekujur tubuhnya, namun pria itu tak juga berhenti melakukan kegiatannya. Bahkan kini gerakan tangannya berubah menjadi lebih cepat dan keras. Suara geraman dari bilah bibirnya terdengar dengan kedua mata memicing tajam memandang targetnya. Membayangkan bahwa sasak tinju di depannya adalah dirinya sendiri.

Ingin rasanya Jungkook menghabisi dirinya karena sudah tak melakukan apapun terhadap Jiwoo yang mungkin saja kini ia kehilangannya. Tak pernah dirinya merasa sebodoh itu. Bukankah Jungkook hanya punya Jiwoo? tapi kenapa dia hanya diam seperti orang tolol?

Gerakan Jungkook semakin brutal. Suara erangannya terdengar lebih kencang di setiap ayunan tangannya mengenai sasak. Hingga pada akhirnya ia berteriak dan menyudahi kegiatannya sembari memegangi benda itu. Kedua matanya tertutup ketika Jungkook menempelkan keningnya disana. Napasnya terengah tak beraturan. Mencoba terus meraup banyak oksigen dari mulutnya yang terbuka karena embusan napasnya yang terdengar kacau oleh gerakan terakhirnya yang terlalu di paksakan. 

Biarkan saja dia kelelahan. Ini hukumannya karena sampai saat ini Jungkook masih belum bisa berhasil mendengar suara Jiwoo.

Dengan langkah gontai, Jungkook berjalan ke arah kursi dimana dia menyimpan botol minumnya. Mendaratkan bokongnya di sana dan melepas sarung tinju yang dikenakannya sebelum mengambil botol airnya dan meneguknya dengan rakus karena tenggorokannya terasa begitu kering oleh banyaknya keringat yang keluar.

Masih dengan napas tak beraturan, Jungkook mengambil ponselnya dari dalam saku celana pendeknya. Membuka layar yang masih saja kosong dari notifikasi yang di tunggunya. Lalu dia membuka pesan. rahangnya yang basah terlihat mengeras setelah melihat bahwa gadis itu belum juga membalas semua pesan singkatnya. Pun bahkan di baca saja tidak.

Jungkook mengembuskan napasnya dengan keras. Mengusap wajahnya dengan gerakan kasar sebelum kembali menatap layar ponselnya. Kini pria itu mencoba satu hal yang mungkin akan berujung kecewa. Kembali menelpon Jiwoo.

DandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang