4

253 27 37
                                    

Dari dulu, kebanyakan orang memang sering menganggap Jiwoo dan Jungkook bukan hanya sekadar sahabat. Gelagat keduanya, lebih terlihat seperti sepasang kekasih. Dari cara Jungkook menyentuh, memperlakukan dan menatap Jiwoo seakan gadis itu adalah dunianya. Ada kerlingan menyenangkan di mata bulat dan gelap Jungkook setiap mereka menatap gadis bersurai pendek yang di akui sebagai sahabatnya itu.

Namun, tentu saja mereka akan langsung menyangkal jika ada yang bertanya perihal hubungannya.

"Kami bersahabat."

Dua kata itu seakan menjadi pengingat Jiwoo agar dirinya tidak jatuh begitu dalam dengan perasaannya. Tapi semua itu di perparah ketika hubungan persahabatan mereka di hancurkan oleh satu kejadian yang membuat keduanya memiliki hubungan tak sehatnya hingga saat ini.

Jika bukan karena pengaruh alkohol yang dia dan Jungkook konsumsi, mungkin Jiwoo masih sedikit waras agar keduanya tidak melampiaskan hasrat yang keduanya rasakan di malam penuh dengan tawa dan tangis.

Kala itu, keduanya sedang berada di apartemen Jungkook. Duduk di depan jendela besar yang ada di ruang tengahnya dan menghadap langsung pada pemandangan Seoul di malam hari yang penuh dengan kerlipan cahaya lampu di malam hari. Beberapa botol soju sudah berserakan. Dan di sana, Jiwoo sudah benar-benar mabuk. Sampai-sampai dia tak bisa lagi menahan beban kepalanya dan membiarkannya bersandar di bahu Jungkook yang duduk di sampingnya. Berbeda halnya dengan Jungkook, pria itu masih terlihat sadar meski sudah menenggak banyak soju. Toleransinya terhadap alkohol memang kuat di bandingkan Jiwoo.

Kegiatan ini sudah menjadi ritual keduanya ketika hari di mana Jungkook kehilangan ibu dan kakaknya dalam sebuah kecelakaan lima tahun silam kala itu. Jiwoo tidak akan pernah membiarkan Jungkook merasa kesepian di hari yang membuatnya terluka. Maka dari itu, Jiwoo selalu berada di samping Jungkook agar pria itu tidak merasa sendiri dan sedih terlalu larut.

"Aku menyayangimu, kau tahu akan hal itu, bukan?" mulai Jungkook dengan suara rendah. Seperti takut akan menganggu ketenangan sang puan yang sedang bersandar nyaman di sampingnya.

"Hmm. Aku tahu." Balas Jiwoo sembari menghela napasnya dan menutup kedua matanya. Penghidunya meraup aroma menyenangkan yang sudah sangat di kenalnya dengan baik. Bahkan aroma tubuh pria itu seakan menjadi aroma favoritnya yang terkadang membuat dirinya lebih tenang.

Jungkook terkekeh pelan. "Itu bukan jawaban yang ingin aku dengar."

"Memangnya apa yang ingin kau dengar?"

"Bahwa kau juga menyayangiku."

Jiwoo mendengus. Membuka kedua matanya dan mendongak untuk menatap wajah Jungkook dari bahu lebar pria itu. "Kau ini lucu sekali. Kau tahu aku juga menyayangimu meski aku tidak menjawabnya secara langsung seperti itu."

Jungkook tersenyum tipis. Menundukkan wajahnya, membalas tatapan Jiwoo. Membuat jarak keduanya menipis. Jiwoo harus pintar-pintar mengatur napasnya karena akal sehatnya sudah hampir hilang begitu deru napas hangat Jungkook mengenai kulit wajah Jiwoo dengan terpaan lembut.

"Jangan pernah tinggalkan aku, hm?" bisik Jungkook sembari mengelus pipi Jiwoo dengan sebelah tangannya.

Jangan pernah tinggalkan aku.

bisa dikatakan kalimat singkat itu adalah mantra terkuat yang selalu membuat Jiwoo luluh. Karena meskipun gadis itu tahu bahwa Jungkook belum memiliki perasaan yang sama dengannya, setidaknya Jiwoo masih merasa selalu di butuhkan untuk Jungkook.

Yang gadis itu lakukan hanya menatapnya dengan detakan jantung yang sudah berpacu lebih cepat dari laju kereta ekspres. Tak bisa lagi memproses apapun lagi kecuali wajah Jungkook yang semakin lama semakin dekat dengan wajahnya. Hingga pada saat bibir keduanya saling bersentuhan, keduanya terdiam. Tak bergerak barang sedikitpun, sampai pada kalanya Jungkook mulai melumat bibir ranum sahabatnya dengan gerakan lembut tanpa permisi.

DandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang