6: Sampah

2.7K 574 97
                                    

Happy reading!

***

Suasana kelasnya terlalu bising. Suara sahutan dimana-mana bahkan gesekan kursi dengan lantai selalu terdengar. Kelas ini sangat bising untuk [Name] yang tak suka kebisingan.

Hari ini dia kembali menjalani harinya seperti biasa. Menikmati apa yang sudah digariskan sesuai hal yang dia inginkan. [Name] ingin merubah dirinya menjadi lebih baik dengan kesempatan yang ada.

Dulu, di lintas waktu murni yang [Name] lakukan di sekolah hanya bermain-main dan membuat masalah sehingga sering kali kedua orang tuanya dipanggil ke sekolah. Tak pernah sekalipun [Name] memikirkan nilai sekolahnya apa pun yang terjadi.

Jika dipikir-pikir, dirinya yang dulu itu sangat bodoh dan hanya bisa berkelahi saja. Tak ada bakat spesial yang dirinya miliki sehingga ia bisa terlihat lebih berguna. Sampah. [Name] yang dulu adalah sampah.

Namun, itu semua tak luput dari kedua orang tuanya yang selalu mematahkan semangat gadis itu untuk mencoba berubah. Setiap dia ingin menjadi lebih baik, ada saja perkataan yang tak enak terdengar dari mulut kedua orang tuanya (dan didominasi oleh Takara sang ibu).

Memijit pelipisnya, gadis itu beralih mengeluarkan buku paket sekolahnya lalu meletakkannya di atas mejanya. Gadis itu terdiam sejenak. Kedua matanya menatap buku paket mata pelajaran matematika kelas 9 dengan tatapan tak sukanya.

Di pagi hari yang cerah seperti ini dirinya malah disambut dengan matematika yang kapan saja bisa membuat kepalanya pusing mendadak.

"Tumben sekali dia menyentuh buku."

Sontak kepala terangkat ketika mendengar bisikan tersebut. Sepertinya ada seseorang yang sedang membicarakannya. Mengedarkan pandangannya, di dekat pintu masuk kelas [Name] melihat segerombolan gadis duduk membentuk lingkaran sendiri. Salah satu dari mereka ada yang mencuri pandang ke arahnya dan ketika dirinya tatap balik, dia langsung membuang mukanya.

Pasti mereka pelakunya. Tak mau ambil pusing, kedua bahunya ia angkat tak acuh. Melihat [Name] mendadak duduk tenang di kursinya dan menyentuh buku pelajaran lebih awal memang hal yang membingungkan. Jadi, sudah wajar jika ada yang heran lalu membicarakannya.

Ketika tangan hendak membuka sampul buku paketnya, mendadak kelas menjadi senyap kala suara melengking menyebutkan namanya.

"[NAME]-CHAN!!!!"

Kepala terangkat dan alis mendadak tertekuk. Segerombolan gadis berjumlah 4 orang berjalan menghampiri [Name] dengan satu orang yang memimpin. Wajah mereka terlihat angkuh dan sinis kepada siapapun.

Siapa mereka? [Name] tak ingat jika mengenal mereka.

"Ada apa?" Ia bertanya ketika mereka berhenti tepat di kursi paling belakang yang menjadi tempat duduk [Name] saat ini.

Gadis yang memimpin gerombolan tadi menghentakkan meja dan tersenyum lebar kepada [Name]. "Kau tahu, kemarin aku melihat Yui mencoba mendekati Mitsuya dan dia terlihat sangat menjijikkan!"

Laporan macam apa ini? Apakah [Name] akan peduli? Jelas tidak.

"Lalu?" [Name] bertanya.

Gadis yang memberikan [Name] laporan tampak sedikit terkejut dengan respon yang [Name] berikan. Tak seharusnya [Name] merespon seperti ini karena Kiria, gadis yang memberikan [Name] laporan mengharapkan respon lebih dari sekedar bertanya.

"Hah?! Kau tidak cemburu?!" Kiria heboh sendiri sehingga membuat [Name] semakin bingung.

"Kenapa aku harus cemburu?"

"Kau menyukai Mitsuya!"

Terdiam sejenak, [Name] berusaha mengingat. Dirinya menyukai Mitsuya? [Name] tak ingat bahwa dirinya pernah menyukai Mitsuya. Namun, jika benar dirinya pernah menyukai Mitsuya, itu adalah rasanya di lintas waktu murni. Di lintas waktu sekarang [Name] tak memiliki perasaan sama sekali terhadap Mitsuya atau pun orang lain.

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang