30: Kurasa aku menderita

1.3K 290 93
                                    

MENGANDUNG SPOILER MANGA!

***

Suasana terasa canggung bagi Kaori. Terlebih tatapan remaja yang berada di depannya ini terlihat begitu datar dengan aura yang sangat tidak bersahabat menguar. Siang itu, pada hari ke-11 bulan Januari, Kaori mengajak [Name] untuk berbicara. Katanya, wanita paruh baya yang kini hidup seorang diri itu ingin menyelesaikan masalah yang terjadi diantara mereka.

Jari lentik terus berketuk di atas tapak meja, menunggu ibu pemuda terkasih di hatinya untuk bersuara. Namun, [Name] tak kunjung mendapatkan sepatah kata pun dari Kaori.

"Katakanlah, apa tujuanmu? Aku tidak punya banyak waktu asal kau tahu." Ucapannya sudah tak ramah lagi. Bahkan [Name] tidak menyebut Kaori dengan panggilan ibu. Tak sudi dia berucap seperti itu.

"Kembalilah tinggal bersamaku." Setelah mengumpulkan keberanian, Kaori akhirnya berucap, membuat [Name] sontak menghentikan ketukan jarinya.

Gadis itu membuang pandangannya ke arah luar cafe. Memperhatikan jalanan yang ramai, sebuah decihan ia lontarkan. "Di mana letak malumu, Kaori-san? Apa urat malu sudah benar-benar putus?" tanya [Name] tajam.

"Aku mengakui apa yang aku lakukan. Hanya saja, tak bisakah kita memperbaiki hubungan kita, Nak?"

"Kau membuat ibuku bunuh diri, di mana letak kesadaran dirimu?" Tatapan tajam [Name] berikan kepada Kaori. "Apa kau menganggap itu semua hanya angin lalu saja? Aku mungkin bisa gila jika tidak kuat berada di posisi ini," ujarnya.

Tatapan Kaori menyendu. Wanita itu menundukkan pandangannya dan memeluk tas jinjing miliknya. "Maafkan aku, Nak."

Kedua mata yang awalnya terlihat menajam berubah menjadi sebuah belakan. Wanita di hadapannya ini berucap maaf dengan begitu mudahnya. Bangkit dari duduknya, [Name] berlalu meninggalkan Kaori begitu saja. Dirinya tak kuasa jika harus berada dekat dengan Kaori untuk waktu yang lama. Wanita itu benar-benar sialan dimatanya.

Melangkahkan kedua kakinya dengan langkah panjang menuju parkiran, segera [Name] mendudukkan dirinya di atas motornya. Meraih helm dan segera memakainya, [Name] dapat mendengar Kaori menyerukan namanya.

"[Name]! Tunggu, Nak! Kita harus berbicara!"

Tidak mengindahkan seruan Kaori, gadis jelaga menyedihkan itu berlalu dengan motornya. [Name] tak mengerti dengan apa yang Kaori pikirkan. Dalam sekejap, Kaori menjadi sosok yang bodoh di mata [Name].

Ia sudah tidak mengerti lagi dengan wanita itu. Ingin sekali meninggalkan Kaori sepenuhnya, akan tetapi janji dan permintaan Baji membuat langkahnya terikat. [Name] tidak bisa meninggalkan Kaori sepenuhnya meski dia ingin.

***

Belakangan ini, [Name] tidak melihat Yui. Gadis itu tak ada di kelas atau sudut sekolah mana pun yang bisa ia lihat atensinya. [Name] tak tahu Yui kemana, hanya saja sudah tiga hari penuh [Name] tidak melihat kehadiran Yui di sekolah. Terasa aneh dengan absensi gadis bermanik biru itu yang kosong. Tak biasanya Yui seperti ini.

Apa sebaiknya [Name] pergi mendatangi rumah gadis itu dan bertanya mengenai alasan mengapa dia tidak sekolah? Namun, [Name] enggan berhadapan dengan ibu Yui yang tak ramah dengannya.

Megusap wajah, jam istirahat kali ini [Name] harapkan dapat berakhir dengan cepat. Tak peduli jika orang-orang di luar sana akan protes jam istirahat mereka berakhir dengan cepat. [Name] sangat ingin cepat pulang.

Entahlah, ia merasa malas beraktifitas apa pun itu. Pikirnya tidur siang sepulang sekolah adalah pilihan terbaik dan ketika malam tiba, [Name] akan bekerja paruh waktu di salah satu restoran kecil di pinggir kota. Karena kini [Name] sudah tak lagi bekerja di salon Kaori.

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang