13: November

2K 451 125
                                    

Happy reading

***

Seumur hidupnya, [Name] tidak pernah menangis ketika melihat seseorang merenggang nyawa di hadapannya dalam kurung waktu 12 tahun terakhir ini. Dia tidak pernah menangis, merasa bersalah, bahkan menyesal sebelumnya.

Namun, kematian Baji Keisuke berhasil membuat [Name] kembali menangis, merasa bersalah dan menyesal sekaligus. Gadis itu menangis setelah sekian lamanya. Merasa bersalah kepada ibu Baji karena gagal melindungi Baji. Dan menyesal karena tak pernah bisa membantu Baji berjuang untuk Toman.

Suasana hatinya kini pun begitu lindap. Sama seperti langit pagi hari di atas sana. Mendung.

Kepala yang sudah menunduk sejak orang-orang meninggalkan pemakaman Baji akhirnya kembali ia angkat. Hari ini adalah hari pemakaman Baji. Para pelayat sudah pulang sejak 30 menit yang lalu. Kini pun hanya tersisa dirinya sendiri. Entahlah, kedua tungkainya ini seperti enggan beranjak.

Netra kelamnya menatap batu nisan Baji dengan tatapan datarnya. Tak [Name] sangka jika nama Baji akan terukir di atas batu nisan itu. Menyakitkan sekali ketika mata melihatnya.

Beralih mendudukkan dirinya usai berdiri cukup lama, kepala mendongak memperhatikan langit mendung Tokyo hari ini.

"Hari ini, ibumu tidak datang kemari karena dia masuk rumah sakit. Ketika mendengar kabar kau meninggal, ibumu langsung tidak sadarkan diri," ungkap [Name] sekenannya.

Kedua matanya itu senantiasa kosong kali ini. [Name] tidak mengerti apa ia harus menangis lagi atau tidak. Hanya saja, satu malam suntuk sudah ia habiskan untuk menangisi kepergian Baji. Jadi [Name] rasa, air matanya itu sudah habis dan tidak akan keluar lagi.

"Kupikir berada di lintas waktu ini adalah kesempatan bagus bagiku. Tapi, mengapa aku merasa ini seperti awal siksaan bagiku?" Gadis berambut hitam sebahu itu kembali berujar.

Menghela nafas sejenak, kepalanya kembali menunduk dalam. "Sekarang, aku tidak tahu harus mulai dari mana menceritakan hal ini ketika ibumu sadar nanti, Baji."

Hingga hari ini pun Kaori belum kunjung sadarkan diri.

"Dia sangat menyayangimu, tetapi kau malah bertindak bodoh dan meninggalkan dia," ujar [Name]. "Kau pikir, apa aku bisa menjaga ibumu?"

Terkadang [Name] berpikiran bahwa menjaga Kaori adalah hal yang mustahil baginya. Bahkan dengan kedua tangannya ini, sudah berapa nyawa yang ia renggut? Meragukan sekali dirinya ini.

"Aku sudah pernah membunuh orang, Baji. Bahkan termasuk ibuku sendiri dan kau malah menitipkan ibumu padaku." Gadis itu berdecak lidah. Kedua tangan mengepal dengan erat. "Tetapi, aku akan mencobanya, Keisuke."

Kalimat yang sudah ia ucapkan dengan serius tidak akan pernah ia langgar sama sekali lagi. Kembali mendongak, [Name] berdiri dari posisi duduknya. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana formal hitam yang ia pakai untuk menghadiri pemakaman, gadis itu kembali berucap.

"Kuharap, kita bisa bertemu kembali di kehidupan baru. Di mana dunia fatamorganamu terwujud."

Perkataan Baji mengenai dunia fatamorgananya tidak bisa [Name] lupakan. Gadis ini menyesal tidak bisa menyadari perasaan Baji kepadanya.

[Name] mengharapkan mereka berdua di kehidupan baru.

"Aku akan pulang. Menjalani kehidupanku seperti biasa dan memanfaatkan kesempatan yang ada. Jadi, sampai jumpa, Baji," ucapnya sembari berbalik.

Namun, ketika hendak melangkah pergi, langkah [Name] terhenti ketika melihat Yui berdiri tidak jauh darinya.

"[Name], kau pernah membunuh seseorang?"

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang